Seperti hari sebelumnya, Rowena sekarang sudah berada di tempat pelatihan pasukan biru untuk melatih para pasukannya. Namun, saat ia baru datang, ia merasa suatu hal yang janggal. Ketika ia masuk ke dalam tempat latihan semua pandangan orang-orang yang ada disana hanya tertuju padanya lalu saling berbisik satu sama lain.
Rowena mulai menduga-duga alasan mereka melakukan hal tersebut. Saat dicari tahu lebih lanjut, ternyata sudah beredar rumor di seluruh bagian istana kalau Rowena tengah menjalin kasih dengan wakil komandan pasukan merah yaitu Sir Damian dan hubungan mereka sebagai Kakak-adik yang terlihat di depan semua orang hanyalah kebohongan.
Rowena sama sekali tidak merasakan apa-apa atas rumor itu karena sebelumnya ia sudah dirumorkan sebagai wanita penghibur Pangeran Helios sehingga ia bisa mendapatkan gelar Grand Duchess satu-satunya di Sunverro. Lagipula di masa depan Rowena pasti akan lebih sering dijelek-jelekkan hanya karena rumor yang tidak berdasarkan fakta itu.
Rowena menepuk tangannya dan berusaha membuat sedikit keributan agar atensi semua orang yang ada di tempat latihan itu hanya tertuju padanya. "Ayo, kita mulai latihannya sekarang!"
Semua pasukan yang ada disana menatap Rowena dengan tatapan penuh kebencian, kecuali orang-orang yang mengikuti Rowena dalam peperangan.
"Untuk apa harus mendengar perintahmu? Lagipula kau hanya seorang perempuan yang tidak diketahui asal-usulnya dan telah menggoda Sir Damian dan Yang Mulia Helios sehingga kau bisa menjadi komandan pasukan biru serta menjadi Grand Duchess," ucap seorang pria yang sedikit lebih tua dari Rowena.
"Benar. Kami semua adalah pria, kenapa kami harus mengikuti perintah dari seorang perempuan hina seperti dirimu? Dari dulu tidak ada yang namanya perempuan memegang pedang ataupun mendapatkan gelar kecuali jika perempuan itu menikah dengan pria bangsawan. Kau hanya akan menjadi contoh buruk bagi para perempuan di Sunverro."
"Semua prestasimu selama peperangan yang dikatakan semua orang hanyalah omong kosong. Mana mungkin seorang perempuan lemah nan rapuh seperti dirimu bisa membunuh beribu-ribu orang dengan kejam dan sadis. Bahkan kurasa saat melihat seseorang mengeluarkan darah kau akan langsung pingsan karena ketakutan seperti perempuan lainnya."
"Sudahilah angan-anganmu untuk menjadi komandan kami. Kau hanyalah seorang perempuan yang harus merawat dan menjaga suami serta anak-anakmu dan mengurus keuangan keluargamu kelak. Lebih baik kau mundur dari posisi penting ini."
Orang-orang itu terus-menerus mencerca Rowena dengan kata-kata kasar dan meremehkannya. Mereka sama sekali tidak tahu perjuangan besar Rowena sampai bisa mendapatkan semua gelar, jabatan, dan kemewahan yang dimilikinya sekarang.
Sebagian pasukan biru yang tidak ikut andil dalam peperangan adalah para anak-anak dari bangsawan. Mereka semua itu hanyalah anak-anak yang dimanja oleh kekayaan dan kekuasaan. Mereka hanya tahu cara menghamburkan uang dan menyalahgunakan kekuasaan. Itulah sebabnya mereka tidak ikut andil dalam peperangan karena mereka hanyalah anak manja yang sama sekali tidak memiliki keberanian untuk menantang maut.
Rowena tersenyum menyeringai mendengar hinaan dan cacian makian yang dilontarkan oleh orang-orang yang dianggapnya sebagai bayi besar yang bodoh. Jujur saya sejak awal ia memang tidak terlalu peduli dengan padangan orang-orang pada dirinya. Namun semakin didengar, ia semakin kesal. Rowena adalah orang yang sama sekali tidak peduli dengan pendapat orang lain mengenai dirinya, tetapi dia akan merasa sangat marah saat orang-orang menyebarkan kebohongan tentang dirinya.
Rowena menatap satu per satu orang yang barusan menghinanya. Ia kembali menyeringai kepada mereka semua. "Bagaimana kalau kita memainkan sebuah permainan? Jika aku kalah, aku akan keluar dari posisi komandan pasukan biru serta menyerahkan kembali gelarku sebagai Grand Duchess kepada Baginda Kaisar. Namun jika kalian kalah, kalian harus mengikuti semua perintahku mulai dari sekarang. Bagaimana, apakah kalian tertarik?"
Kubu pasukan yang tidak mengikuti peperangan menganggukan kepala mereka sebagai tanda kalau mereka setuju dengan permainan yang mereka masih tidak tahu aturan bermainnya sekarang.
"Permainan ini hanya akan kumainkan dengan kubu pasukan yang tidak ikut andil dalam peperangan. Jadi bagi yang mengikuti peperangan, kalian bisa berdiri di tepi lapangan dan melihat permainan yang akan kami mainkan," ujar Rowena.
Orang-orang yang ikut andil dalam peperangan yang juga merupakan rakyat biasa segera mengangkat kaki mereka dari lapangan dan berdiri di tepi sembari mengawasi jalannya permainan itu.
Setelah semua orang yang ikut andil dalam peperangan selesai berpindah tempat, Rowena pun mulai menjelaskan tata cara dan peraturan dalam permainannya.
"Cara bermainnya sangat sederhana. Kalian semua harus menghindari belatiku selama satu jam dan jangan sampai badan kalian tergores oleh ujung belatiku yang tajam ini. Jika tersisa satu orang yang sama sekali tidak terkena goresan belatiku maka kalian semua akan dianggap memenangkan permainan ini, namun jika kalian semua terkena goresan dari belatiku maka kalian akan dianggap kalah," jelas Rowena.
Mereka semua tertawa remeh dengan permainan yang diajukan oleh Rowena tersebut. Menurut mereka, sudah pasti kemenangan akan berpihak pada mereka bagaimanapun juga. Lawan mereka hanya seorang perempuan lemah yang bahkan tidak akan bisa melempar belati tepat sasaran menurut mereka. Bertahan selama satu jam itu adalah hal yang sangat mudah.
Kini mereka sudah bersiap di posisi mereka masing-masing begitu juga dengan Rowena yang sudah berdiri dengan mantap sembari memegang dua belati di kedua tangannya. Disampingnya juga sudah ada banyak belati yang sudah siap untuk dilempar ke arah musuhnya selama satu jam kedepannya.
Sekarang permainan sudah dimulai. Rowena melempar belati yang ada di tangannya satu per satu ke arah pria-pria menyebalkan itu. Lalu para pria itu berusaha menghindari serangan belati tersebut. Hal itu terus berlanjut sampai satu jam sesuai waktu yang ditentukan oleh Rowena. Jika ingin memenangkan permainan ini Rowena harus melemparkan belatinya hingga mengenai sasarannya yang berjumlah lima puluh lima orang.
Setelah satu jam lamanya permainan tersebut berlangsung, akhirnya permainan itu berakhir dengan lima puluh lima orang yang tergores oleh belati Rowena di bagian leher mereka. Luka itu bisa dibilang cukup dalam sehingga bisa meninggalkan bekas saat sembuh.
"Sesuai peraturan diawal, aku memenangkan permainan ini," ucap Rowena dengan kegirangan.
Semua orang yang mengikuti permainan itu terlihat sangat kesal atas kekalahan mereka sendiri. Mereka pun mulai menyalahkan satu sama lain.
"Kalian tahu apa alasan kalian bisa kalah dariku meskipun jumlah kalian lebih banyak? Alasannya adalah karena kalian terlalu meremehkan aku sebagai seorang perempuan. Meskipun perempuan lain lemah, bukan berarti aku juga lemah seperti mereka."
"Luka yang kalian dapatkan sekarang akan menjadi kenang-kenangan atas kebodohan yang kalian lakukan sendiri serta penyelewengan tugas kalian sebagai seorang ksatria. Sebagai seorang ksatria kalian diharuskan lebih banyak menggunakan tangan dan tenaga kalian untuk melindungi negara dan keluarga kekaisaran bukan menggunakan mulut kalian untuk menyebarkan rumor yang tidak berfaedah itu," tambah Rowena.
Orang-orang itu menundukkan kepala mereka. Sepertinya mereka sudah mulai sadar dan malu atas kelakuan mereka.
"Jika kalian melakukan kesalahan yang sama lagi seperti sekarang maka akan kupastikan leher kalian tidak akan terluka lagi seperti sekarang melainkan leher kalian tidak akan terhubung lagi dengan tubuh kalian," ancam Rowena dengan tatapan dinginnya.
"Camkanlah hal itu." Rowena berjalan meninggalkan tempat pelatihan pasukan biru.
Rowena menghentakkan kakinya dengan keras selama ia berjalan. Sesampainya di gerbang masuk tempat pelatihan pasukan biru seorang pria menyapanya dengan senyuman hangat di wajahnya.
"Halo, Lady Erica. Aku sangat terkesan dengan yang kau lakukan pada pasukanmu itu. Mereka memang sangat pantas menerima hal itu."