Chereads / ILUSI TAK BERTEPI / Chapter 2 - Dua bersaudara

Chapter 2 - Dua bersaudara

Jam menunjukkan pukul 06.20, di mana matahari sudah mulai naik sebagai tanda bahwa pagi sudah tiba. Kini di sebuah rumah berlantai dua itu sedang heboh seorang wanita cantik yang terlihat menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga kecilnya.

"Relia... Regio... Ayo, turun sayang. Sudah hampir siang, nanti kalian terlambat masuk kelas!" teriak wanita yang bernama Yuri Amanda itu.

Hingga beberapa saat kemudian turun dari lantai 2 seorang remaja tampan yang juga sedang membenarkan dasi sekolahnya. Dia adalah putra kedua dari keluarga itu, yakni Regio Andreas.

"Kakak sudah bangun, ma?" tanya remaja laki-laki itu sembari berjalan menghampiri mamanya.

Yang ditanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa ia memastikan bahwa kakak dari putra keduanya itu sudah bangun sebab tadi ia sendiri juga melihat anaknya yang satu lagi.

"Pagi, ma. Pagi, Gio!" seru seorang gadis cantik bernama Relia yang sedang berjalan cepat menuruni anak tangga rumah itu.

"Pelan-pelan jalannya, nanti jatuh!" peringat Yuri pada putrinya itu.

Relia hanya tersenyum cengengesan dan segera menghampiri meja makan untuk bergabung bersama dengan keluarga kecilnya itu. Hingga tiba-tiba dirinya menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang di mana dirinya benar-benar tidak melihat keberadaan sang papa.

"Papa udah berangkat kerja lagi? Padahal aku rasa semalam Papa masih ada di rumah," gumam Relia yang tentu saja didengar oleh mama dan juga saudara kembarnya.

"Iya, Papa memang semalam sudah pulang. Tapi, Papa bilang hari ini punya pekerjaan mendesak. Jadi, tidak bisa ikut sarapan bersama dengan kita pagi ini," sahut Yuri sembari tersenyum tipis menatap putri kesayangannya itu.

Mendengar apa yang dikatakan oleh sang Mama membuat Relia menghela nafas dengan pasrah karena dirinya sadar ini bukan kali pertama atau kedua Papanya itu tidak ikut sarapan pagi bersama dengan mereka. Mungkin ini adalah rutinitas yang dijalani oleh keluarga itu di mana selalu sarapan tanpa adanya kehadiran sosok kepala rumah tangga dari keluarga kecil tersebut.

"Harusnya jika terus-menerus seperti ini, papa itu lebih baik tidak pulang ke rumah saja!" geram Relia sembari memutar kedua bola matanya malas karena sudah terlanjur kesal pada papanya.

"Relia, kamu tidak boleh berbicara seperti itu pada papamu sendiri!" tutur Yuri dengan nada sedikit menekankan supaya putrinya itu tidak main-main.

"Ck, tapi kan memang benar jika Papa akhir-akhir ini selalu sibuk bekerja. Memangnya apa yang salah dari yang aku katakan ini?" tanya Relia dengan santai.

Yuri terdiam karena ia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang dipikirkan oleh putri pertamanya itu. Relia adalah anak gadis yang seharusnya memiliki sifat lemah lembut dalam bertutur kata, tetapi sifat dari gadis cantik yang saat ini sedang duduk di samping saudara kembarnya itu benar-benar bertolak belakang dari sifat layaknya seorang gadis seusianya.

Memang sejak dulu sifat dari anak gadis Yuri ini selalu berbeda dari remaja pada umumnya. Relia lebih sering membantah dan selalu bersikeras untuk melakukan apa yang ia inginkan sendiri daripada menuruti keinginan atau arahan dari kedua orang tuanya. Hal itu tentu saja sedikit membuat Yuri dan Mark selaku kedua orang tua dari Relia terkadang sampai kesal sendiri sebab apapun yang ia tuturkan pada anak gadis mereka itu selalu diabaikan dan tidak pernah didengarkan sedikitpun.

"Kak, kenapa berbicara seperti itu pada mama? Lagipula papa sibuk hanya akhir-akhir ini saja, sebelumnya papa juga selalu ikut sarapan bersama dengan kita. Jadi, berhentilah untuk membesar-besarkan masalah seperti ini.." lirih Regio yang berusaha untuk memberikan penuturan sedikit pada kakaknya.

Relia menghela nafas dengan kasar, lalu memutar kedua bola matanya malas mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh saudara kembarnya itu. Ia sangat tidak suka ketika Regio menutupi dirinya seperti ini karena membuat ia akan merasa bersalah atas apa yang telah ia lakukan.

Sejak dulu memang hanya Regio yang selalu didengarkan oleh gadis cantik itu dan alasannya adalah Regio merupakan adik kesayangan dari Relia, sehingga apapun yang dikatakan oleh remaja tampan dan manis tersebut selalu di dengarkan baik-baik dan tidak pernah dibantah oleh Relia. Ya, walaupun terkadang gadis cantik itu selalu menjahili sang adik karena memang sudah menjadi kebiasaan seorang kakak yang akan selalu mengganggu adiknya.

Sementara Yuri yang melihat bagaimana interaksi dari kedua putra putri kembarnya itu hanya bisa menghela nafas dan menggeleng gelengkan kepalanya sebagai tanda ia benar-benar semakin takjub pada putrinya yang justru tidak lebih mengerti dari putranya.

Awalnya memang biasa saja, tetapi semakin Relia itu beranjak dewasa, maka segala tingkah laku yang dilakukan oleh gadis cantik itu juga semakin keterlaluan. Bahkan terkadang gadis cantik itu juga tidak bisa mengontrol emosinya sendiri ketika marah dan bahkan tidak jarang untuk membuat onar di sekolahnya, sehingga membuat kedua orang tuanya juga tidak jarang selalu berurusan dengan guru bimbingan konseling yang ada di sekolah Relia.

Yuri tersenyum dan menatap kedua putra-putrinya itu secara bergantian. "Sudahlah, ini masih pagi dan tidak baik jika kalian berdua berdebat. Nanti Mama akan bilang pada papa supaya bisa meluangkan waktu lagi untuk sarapan bersama seperti biasanya," ucapnya menengahi.

"Maaf, Relia tau Relia sedikit keterlaluan.." sahut gadis cantik dengan senyuman manisnya itu.

Yuri menggelengkan kepalanya pelan, "tidak apa, tapi lain kali perhatikan cara berbicara mu itu," tuturnya tenang.

"Huh, aku sendiri bahkan tidak tahu kenapa sekarang aku sangat tidak bisa mengontrol perkataan ku sendiri," sahut Relia tak habis pikir.

"Kakak terbawa kebiasaan buruk dari sekolah," celetuk Regio dengan santai.

"Apa katamu?!" geram Relia.

"Aku yakin jika kakak pasti mendengar dengan jelas apa yang tadi aku katakan. Jadi, sepertinya aku benar-benar tidak perlu mengulangi apa yang aku katakan tadi," sahut Regio tenang.

"Sudah berani ternyata,"

"Ssstt... Sekarang habiskan sarapan kalian dan segera berangkat!" sela Yuri yang tidak ingin ada pertengkaran di ruang makan itu.

Kedua putra-putrinya kemudian langsung menurut, mereka segera menghabiskan sarapan yang ada di hadapan mereka masing-masing tanpa ada sisa sedikit pun. Sementara Yuri tersenyum bangga melihat kedua putra putri kesayangannya itu tumbuh dengan sangat baik, meski terkadang keduanya sangat jarang mendapatkan perhatian dan kasih sayang darinya karena tuntutan pekerjaan.

"Kamu mau berangkat bersama denganku atau berangkat sendiri naik bus?" tanya Relia pada saudara kembar yang saat ini sedang merapikan tas sekolahnya.

"Boleh aku berangkat bersama denganmu?"

Relia menautkan kedua alisnya sedikit bingung dengan sahutan dari sang adik. "Tentu saja boleh. Memangnya selama ini aku melarangmu untuk berangkat bersama denganku?"

Regio menggelengkan kepalanya pelan.

"Ya sudah, kalau begitu hari ini berangkat saja bersama denganku. Lagi pula, sekolah mu itu satu arah dengan sekolahku. Jadi, tenang saja. Aku juga tidak akan terlambat masuk,"

Lagi-lagi Regio hanya menganggukkan kepalanya dengan pasrah. Hingga pada akhirnya, kedua saudara kembar itu berangkat bersama meski mereka tidak berada di satu lingkungan sekolah yang sama.