"Kita mau ke mana, Bang?" tanyaku ketika Bang Anton membelokkan stir ke kanan--masuk ke halaman sebuah restoran sederhana.
Kupandangi setiap sudut restoran, tak banyak pengunjung yang datang terbukti dari banyaknya meja kosong di sebelah kanan, kiri dan dalam. Beberapa tamu juga ada yang meninggalkan meja dan membayar makanan mereka.
"Kita makan dulu. Kamu terlihat pucat dan lemas. Pasti Om Tama tidak memberikanmu makan secara teratur," kata Bang Anto dengan sepasang mata yang lembab.
Aku terenyuh melihat sepasang mata Bang Anton. Hatiku menghangat. Tidak kusangka kalau suamiku akan memikirkan sampai ke arah sana. Bagiku sudah diselamatkan olehnya saja, aku sudah sangat bersyukur dan bahagia.
"Baik, Bang. Terima kasih sudah perhatian padaku," kataku tulus.
"Apa maksudmu begitu, Din?" tanya Bang Anton dengan lipatan di dahinya. "Aku suamimu. Tentu saja aku harus perhatian karena aku tidak rela jika kamu diperhatikan oleh pria lain nanti."