208
Tiga tahun kemudian.
Hidup kami berjalan damai di Kanada, keputusan Bang Anton untuk pindah ke luar negeri nyatanya tidak sia-sia. Kami lebih bahagia karena tidak ada yang mengenal kami di sini. Apalagi tetangga julid seperti di tanah air, bukan bermaksud rasis atau membandingkan hanya di hal buruk saja.
Tapi memang faktanya seperti itu, di sini tetangga malah saling merangkul ketika ada musibah atau merasakan kesedihan. Belum pernah sekalipun kami mendengar cibiran dari mereka. Di sini, ada juga dua pasangan suami istri yang menetap dan bekerja.
Mereka adalah Erna dan Didi yang rumahnya di sebelah kami. Ada juga Herlin dan Bastian, rumahnya selang dua kavling dari sini. Setiap hari minggu kami akan berkumpul di halaman rumah, kadang mengadakan bakar-bakaran atau sekadar liwetan. Karena herlin merupakan orang Sunda.
"Sayang, aku pulang," teriak Bang Anton dari ambang pintu.
"Yes baby Im coming," jawabku setengah berlari menghampirinya.