146--
Mami masuk ke dalam kamar, lalu duduk disampingku. Aku langsung merengkuh tubuh Mami dan menangis dipangkuannya. Mami mengusap rambutku dengan lembut, hingga perlahan tangisan yang sedang kurasakan mulai mereda.
Disodorkannya segelas air putih padaku. Sebelum isak tangis benar-benar berhenti, Mami tidak mengajakku bicara sedikit pun. Wanita itu dengan sabar memberikan lembaran tisue hingga aku sanggup menceritakan semuanya kejadian tadi.
"Sudahlah, harta bisa kamu cari nanti. Jangan sesali apa yang sudah hilang, Dinda," ujar Mami.
"No, aku tidak menginginkan hal itu. Aku cuma merasa sakit, karena Danisya mengkhianati kepercayaanku, Mami. Padahal, lahir dan batin aku menyayangi dia, sama seperti pada Kak Wahyuni dan Kak Dalva," jawabku.
"Ok I see, tapi justru seharusnya ini jadi pecutan. Untuk kamu tidak terlalu percaya orang," kata Mami. "Bahkan, kepada kami juga, kamu hanya harus percaya pada diri sendiri," sambungnya.