Saat kembali ke lantai atas, Mas Denis baru saja bangun. Pria itu masih menggeliat di kasur, lalu duduk di tepi ranjang. Ku sunggingkan senyum lebar untuk menyapanya, Mas Denis membalas hal yang sama.
"Pagi Mas," sapaku.
"Pagi juga," jawabnya ketus.
"Kok, ngomongnya ketus sih? Service-ku kurang bagus ya semalam?" cecarku.
"Nggak, bukan gara-gara itu," jawab Mas Denis.
"Hah? Terus kenapa?" tanyaku.
"Kenapa kamu masih belum panggil aku sayang? Mas aja terus, tapi sayangnya nggak ada," kata Mas Denis merajuk.
Astaga! Aku kira Mas Denis mau mengeluh apa, haruskah saat ini aku menertawakannya? Aku duduk di samping Mas Denis, lalu menyenderkan kepala di bahunya. Kuraih jemari kekar yang semalam bermain dengan nakal.
"Mas, kita sudah dewasa sekarang. Masihkah kamu butuh hal seperti ini?" tanyaku.
"Ya gimana mau mesra rumah tangga kita, kalau panggilan saja tidak ada sayangnya," jawab Mas Denis protes.
"Kamu tahu sesuatu Mas?"
"Nggak," jawab Mas Denis masih ketus.