Tidak ada angin tidak ada hujan, Sintia datang ke rumahku. Dia memergoki aku baru saja pulang bersama Andra. "Wah, ada pasangan baru. Baru pulang kencan dari mana?" Pertanyaan Sintia seakan menusukku dan Andra dengan ucapannya.
"Kami dari makam Dito. Jadi, rasanya kalau Kamu mengatakan bahwa itu adalah sebuah kencan ... rasanya agak sedikit kurang pas."
"Oh, maaf Aku tidak tahu tentang hal itu. Aku tidak akan berlama-lama juga ada di sini. Karena kedatanganku kemari hanya untuk memberikan ini." Sintia memberikan sebuah kartu undangan yang bertuliskan namanya dengan seorang pria.
"Kamu mau menikah?" Sontak, aku pun berseru. Baru saja beberapa hari yang lalu dia bingung mau memilih siapa, tapi sekarang dia malah sudah menebar undangan pernikahan saja.
"Iya, Aku sudah memutuskan untuk menikah dengannya. Meskipun terkesan buru-buru, tapi Aku sudah sangat mempertimbangkannya masak-masak. Semoga kali ini Aku tidak salah pilih."