"Terima kasih sudah bersedia meluangkan waktu untuk datang. Silahkan, saya sudah menyiapkan teh dan sedikit cemilan untuk menemani diskusi kita."
"Terima kasih Nona Anne, tapi saya sedang hamil. Boleh saya minta air saja?"
"Oh, tidak apa-apa Viscountess. Ini adalah teh peppermint yang memang saya siapkan untuk anda, karena baik untuk perempuan yang sedang hamil."
"Ah benarkah? Em, baiklah kalau begitu."
'Jadi ia sudah memeriksa latar belakang kami? Padahal Viscountess baru hamil satu bulan, dan belum banyak yang tahu akan hal ini.'
"Baiklah, jadi apa saja yang sudah anda siapkan untuk festival kali ini Nona Voinn? Apakah mereka juga melakukan festival panen di Verdant?"
"Tidak, penduduk Verdant merayakan hasil panen bersama keluarga dan berdoa syukur bersama. Lahan pertanian Verdant sebagian besar adalah milik keluarga dan tidak terlalu besar, berbeda dengan di Terra yang di dominasi oleh bangsawan, dan penduduk hanya sebagai pekerja."
"Ah …, jadi hasil panen mereka tidak terlalu banyak dan hanya dijual kecil-kecilan?"
"Iya benar, Viscountess."
"Bagaimana mereka bisa maju bila hanya mengandalkan lahan kecil dan saling bersaing antar petani. Bagaimana mereka bisa membayar pajak? Pantas saja …."
Countess sengaja menggantung kata-katanya, tapi mereka jelas mengerti maksudnya. Verdant memang bukan negara yang kaya, tapi bukan berarti mereka miskin. Sebagian wilayah Verdant memang tidak mewajibkan penduduknya membayar pajak kepada pemimpin daerah.
"Karena itulah kualitas buah dan sayur Verdant lebih baik daripada Terra. Mereka merawat lahan mereka seperti anak mereka sendiri."
"A-apa kamu bilang?"
Countess Tulle tidak percaya dengan apa yang baru saja Anne katakan. Ia tidak percaya Anne akan membalas perkataannya seperti itu.
Anne sudah terlalu sering mendengar omongan buruk orang-orang disekitarnya. Ia hanya tidak pernah membalas ucapan mereka. Ia mengenal dengan baik topeng-topeng para bangsawan.
"Karena lahan pertanian di Pallona adalah milik para bangsawan, berarti dana untuk festival panen adalah dari para bangsawan bukan?"
Anne tidak ingin memperpanjang perdebatan mereka, dan kembali membahas tujuan utama mereka bertemu hari ini.
"Ah, iya tentu saja. Kami masing-masing menyumbang sesuatu untuk festival. Seperti mendatangkan pertunjukan sihir atau musisi."
Viscountess yang juga mulai pucat, takut terjadi masalah yang lebih besar, segera menjawab Anne.
"Bisakah anda menceritakan bagaimana festival panen berlangsung tahun lalu?"
"Em, biasa kami mengadakan festival selama tiga hari, dengan pertunjukan yang berbeda setiap harinya. Terkadang kami juga mengadakan perlombaan masak atau permainan."
"Bagaimana dengan festival tahun lalu? Kita tidak boleh melakukan hal yang sama."
"Tahun lalu ada pertunjukan drama pada hari pertama, perlombaan nyanyi pada hari kedua, dan pertunjukan kembang api sebagai penutup festival."
"Baiklah, apakah para bangsawan sudah membicarakan apa yang akan mereka sediakan untuk festival kali ini?"
"Belum ada yang ditetapkan secara pasti, kami hanya membicarakannya sambil lalu."
"Kirimkan surat pemberitahuan kepada seluruh bangsawan di Palliona untuk mengirimkan usulan mereka dalam tiga hari, kita akan mendiskusikannya lagi saat itu. Lalu bagaimana dengan dekorasi?"
"Tahun lalu kami menggunakan bendera warna-warni dan membuat patung-patung sayur dan buah."
"Itu saja?"
"Lampu jalan juga dihias dengan kertas warna-warni."
"Bagaimana bila kita menggunakan bunga tahun ini?"
"Akan sangat mahal bila menggunakan bunga untuk menghias sepanjang alun-alun."
"Bukan, bukan dengan bunga hias seperti mawar atau tulip. Kita bisa menggunakan bunga liar, dan bunga dari sayur-sayur yang dipanen. Bagaimana menurut anda?"
"Bunga sayur! Mereka sama sekali tidak menarik dan tidak wangi."
Countess yang dari tadi diam akhirnya berkomentar.
"Ini adalah festival panen, bukan festival bunga. Walaupun sederhana, mereka juga memiliki pesonanya sendiri, anda pasti tahu betapa bahagianya para petani ketika melihat bunga-bunga ini bermekaran."
Sebagai bangsawan dengan lahan pertanian terbesar di Pallona, tentu ia sering melihat bunga-bunga itu. Tapi tentu saja, ia tidak pernah tertarik.
"Iya, mungkin ini ide bagus countess. Daripada bunga-bunga ini hanya dibuang, dan ditambah dengan sulur-sulur dedaunan."
"Bunga terong, tomat, timun, labu, atau apa saja yang ada. Bisakah anda menyiapkannya Countess?"
"Baiklah, saya akan membicarakannya kepada suami saya."
"Untuk dana yang diperlukan, para bangsawan bisa memberikannya secara sukarela pada pesta teh minggu depan. Apa masih ada lagi yang perlu disiapkan?"
"Kita juga perlu menentukan penjual mana saja yang boleh berjualan saat bazaar."
"Nona Kiara, tolong buatkan selebaran pengumuman untuk pembukaan pendaftarannya, dan ditutup minggu depan. Tempelkan selebaran tersebut di papan alun-alun kota. Ada lagi?"
"A- em, apa ada lagi Countess?"
"Penjaga. Setidaknya Marquis akan meningkatkan jumlah penjaga ketika festival, bukan?"
"Tiga ratus penjaga akan berjaga di dalam dan luar festival."
"Bukankah anda harus menanyakannya kepada marquis terlebih dahulu nona?"
"Iya, sudah saya bicarakan dengan marquis. Apakah masih kurang? Berapa banyak penjaga yang diarahkan tahun lalu?"
"Se-seratus."
"Baik, tiga ratus kalau begitu. Saya memang mengharapkan festival kali ini lebih besar dari tahun sebelumnya. Cheers"
Anne mengangkat gelasnya mendoakan kesuksesan festival panen tahun ini. Countess dan Viscountess segera mengangkat gelas mereka, yang tidak mereka sentuh dari tadi, dan minum bersama Anne.
'Pembicaraan macam apa ini? Sepertinya aku tidak bernafas dari tadi.'
Viscountess masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Mereka baru saja berdiskusi atau diinterogasi? Ia bahkan tidak sempat minum atau mencicipi kue-kue dihadapannya.
"Sekali lagi terima kasih sudah membantu saya menyiapkan festival panen tahun ini. Silahkan menikmati cemilan dan tehnya dengan nyaman. Tolong bawakan teh yang baru."
Anne melambai, meminta pelayan ruangan untuk menyiapkan teh yang baru.
Mereka saling memandang dan menatap Anne dengan bingung. Ini sama sekali berbeda dari yang mereka bayangkan. Apa mereka baru saja diusir? Pembicaraan mereka bahkan tidak lebih dari satu jam.
Dimana pembicaraan santai mengenai tren baju dan aksesori yang biasanya dilakukan para perempuan? Ia bahkan tidak memuji pakaian dan penampilan mereka sama sekali. Oh astaga, ia buta.
Anne tahu mereka pasti tidak nyaman, jadi ia tidak ingin memperpanjang diskusi mereka. Ia juga tidak tahu mengenai apa yang senang dibicarakan oleh para istri bangsawan. Anne hanya duduk diam menikmati tehnya.
"Emm, kue ini terlihat sangat enak, aku sudah ingin memakannya sejak aku melihatnya."
"Silahkan Viscount, katakan saja bila anda ingin dibuatkan yang lain. Koki kami cukup mahir membuat kue dan makanan penutup lainnya."
"Sejak hamil nafsu makanku sangat meningkat. Hmm-mm, cobalah satu Countess. Ini sangat enak."
"Ehm, iya."
Ia dengan cepat mengambil kue lemon kesukaannya, sebelum dilahap oleh temannya yang sedang kelaparan.
"Aku sudah mengatakan kepada suamiku bahwa akan pulang sore. Bagaimana kalau kita berbelanja di kota? Ayo Nona Annette, kamu juga perlu melihat langsung alun-alun kota untuk bisa mendekorasinya."
"Ah, saya harus bertanya kepada Kakakku terlebih dahulu soal itu."
"Tidak apa-apa, hanya beberapa jam saja. Bawa saja pengawal dan pelayanmu."
"Saya akan segera menanyakannya kepada Tuan muda." Kiara menjawab ketika Anne menengok kepadanya dengan muka khawatir.
"Katakan kami mengajaknya untuk melihat langsung tempat festival diadakan. Ini sangat penting." Viscountess berkata cepat, sebelum kiara pergi.
"Oh dan Baroness Cassel mengatakan ada toko yang menjual kue dari ubi, yang ternyata sangat enak! Bayangkan, ubi! Makanan rakyat jelata itu. Kita harus mencobanya."
"Aku tidak pernah mencoba ubi."
Anne berkata pelan sambil mengingat-ingat kembali apa itu ubi. Ia jelas pernah mendengar tentang ubi di Verdant, tapi tidak pernah tahu bahwa mereka juga menjualnya disini.
"Mereka bilang rasanya seperti makan tanah."
"Tidak! Aku ingat betul Baroness sangat menyukainya! Oh, aku sudah tidak sabar."
"Viscountess, tolong jaga sikapmu."
"Tidak apa-apa kan Nona Annette?. Kita kan bukan di acara resmi, tidak perlu terlalu kaku. "
"Ahaha, iya. Panggil saja saya Anne."
Tok tok
Mereka semua berhenti berbicara dan menengok ke arah pintu masuk.
"Tuan muda mengizinkan anda pergi, tapi anda harus membawa dua pengawal."
"Nah, ayo-ayo!"
Viscountess langsung bangkit berdiri sambil menepuk-nepuk sisa remah kue diatas gaunnya.
–