"Ssstt! jangan bersuara!"
Untuk beberapa saat Diandra masih terdiam, dan mematung. Menatap pria di hadapannya yang masih menutup mulut miliknya.
Seperkian detik berikutnya, Diandra tersadar dan menggerakkan kedua tangannya untuk mendorong pria yang masih berdiri di hadapannya tersebut.
Pria itu terkejut, tangannya terlepas dari mulut Diandra setelah gadis itu mendorongnya untuk menjauh.
"Siapa kamu?! kenapa kamu bisa ada di sini?"
Mendengar pertanyaan itu, bukannya menjawab, pria asing itu malah meminta Diandra untuk jangan berbicara dulu dan tetap menutup mulutnya.
Dari balik tembok terdengar derap langkah beberapa orang yang seolah berhenti di sana, diiringi sebuah percakapan yang tidak begitu jelas terdengar.
Diandra dan pria itu mengunci tubuh mereka dalam posisi yang tidak bergerak sedikit pun, mendengarkan suara yang terdengar samar-samar.
Derap langkah kembali terdengar, sepertinya mereka sudah pergi, karena Diandra sudah tidak lagi mendengar suara dari balik tembok di hadapannya.
Terdengar helaan nafas lega dari pria yang masih belum Diandra ketahui namanya itu.
Sambil membungkukkan badan, pria itu mengusap dadanya karena akhirnya bisa bernafas lega.
Beda halnya dengan Diandra, ia masih menjaga jarak dan sedikit waspada. Gadis itu terus menatap pria di hadapannya melalui ujung mata.
"Kamu buronan?"
Cetus Diandra, membuat pria itu mengangkat kepala cepat.
"Sembarangan," pekik pria itu.
"Terus kenapa kamu bisa di kejar mereka?"
"Gue kalah taruhan, makanya gue di kejar," jelas pria itu.
Diandra hanya bisa menghela nafas, ia tidak ingin terlibat dan menanyakan hal yang sama sekali bukan urusannya. Karena memang dia juga tidak mengenal pria tersebut. Tapi Diandra tahu, kalau pria tersebut adalah salah satu siswa dari sekolah Negri yang letaknya tidak jauh dari sekolah tempatnya belajar.
"Gue Gaffin, anak SMA Negri Garuda," cetus pria itu, ketika Diandra melangkah hendak pergi dari sana.
"Lo...? siapa nama lo?" Tanya nya.
Diandra berbalik, "Diandra Adhisti."
Gadis itu kembali membalikkan badan dan melanjutkan langkahnya meninggalkan Gaffin yang sedang tersenyum tipis, setelah mengetahui nama gadis yang berjalan meninggalkannya.
"Ra, buang sampah aja kok lama," ujar Lusi, sambil menyerahkan sapu kepada Diandra.
"Iya, tadi..."
Diandra menggantungkan kalimatnya, gadis itu hampir saja memberi tahu soal pria yang melompat dari balik tembok di belakang sekolah.
"Tadi kenapa?" tanya Lusi penasaran.
"Enggak."
Dengan cepat Diandra mengambil sapu dari tangan Lusi untuk mengalihkan topik pembicaraan, agar ia tidak lagi bertanya kepadanya.
"Biar aku saja yang bereskan sisa nya, kamu dan yang lainnya bisa pulang," ujar Diandra.
Sesuai perintah, Lusi dan yang lainnya pergi lebih dulu meninggalkan Diandra sendiri yang masih harus menyelesaikan piketnya.
Sementara itu, di luar kelas. Gaffin keluar dari persembunyiannya, ia tidak ingin ada orang lain yang tahu kalau dirinya ada di sana selain Diandra.
Beberapa menit sebelumnya, Gaffin diam-diam mengikuti langkah Diandra dari belakang secara perlahan. Sampai ia tiba di sebuah kelas yang di masuki Diandra, dan bersembunyi di balik pilar yang letak nya tidak jauh.
Gaffin mengendap, memperhatikan sekitar. Memastikan tidak ada siswa lain selain dirinya.
Ia menyembulkan kepalanya dari balik pintu untuk melihat ke dalam kelas, dimana Diandra sedang menyapu lantai bagian belakang.
"Ssttt...sssttt..."
Karena mendengar suara, Diandra menghentikan aktifitasnya dan mengedarkan pandangan mencari sumber suara yang membuat fokusnya terganggu.
Ia memicingkan kedua matanya, ketika mendapati sebuah kepala menyembul dari balik pintu.
"Kyaaaaa setaaaan..."
Refleks Gaffin masuk, dan menutup pintu kelas dengan cepat. Saat Diandra berteriak sambil berjongkok dengan menutup wajah, saking ketakutannya.
"Diandra, ini gue Gaffin."
Mendengar orang itu menyebutkan namanya, Diandra yang awalnya ketakutan perlahan membuka matanya dan berdiri.
Dihatnya, Gaffin sedang berdiri di balik pintu. Dengan wajah tanpa dosa, ia tersenyum, menarik ujung bibirnya dengan sempurna.
"Kamu kenapa bisa ada di sini?" Pekik Diandra. Ia mengernyit.
"Gue ngikutin elo," jawab Gaffin dengan entengnya.
Gadis yang awalnya berdiri di belakang kelas itu, kini perlahan mulai melangkah mendekati pria yang masih berdiri di tempatnya tanpa bergerak sedikit pun.
"Buat apa kamu ngikutin aku?"
"Buat, pulang bareng hehe..." Gaffin menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sebenarnya ia bingung mencari jalan keluar dari sekolah yang sama sekali belum pernah ia datangi sebelumnya. Walaupun, ia sering melewatinya, tapi untuk bisa keluar dari sekolah itu. Gaffin harus berhati-hati, karena satpam yang menjaga sekolah tersebut akan sangat curiga padanya. Mengingat saat ini, ia sedang mengenakan seragam yang berbeda.
"Kenapa? kalau mau pulang ya, pulang aja, kenapa harus bareng?"
"Masalahnya, gue gak tahu peta sekolah ini."
Diandra menatap curiga kearah Gaffin.
"Kenapa lo natap gue kayak gitu?" Tanya Gaffin, seolah tidak nyaman karena Diandra menatapnya seperti itu.
"Bukannya tadi kamu kesini manjat tembok?"
Cetus Diandra, membuat Gaffin mengangguk cepat.
"Kenapa gak manjat tembok lagi buat keluar dari sini?"
Gaffin kicep seketika, ia tidak bisa lagi berkata-kata. Yang di katakan Diandra ada benarnya, tapi bukannya Gaffin tidak mau untuk kembali memanjat. Ia hanya sedikit tertarik pada gadis yang baru saja di temuinya dan berniat untuk sedikit mengenalnya.
Namanya juga taktik, apa saja bisa di lakukan, iya, 'kan? hehe.
"Aku lupa gimana caranya manjat, hehe," cengir Gaffin--menampakkan deretan giginya.
Dengan malas, Diandra menyimpan sapu yang sedari tadi di pegangnya. Ia melangkah, meminta Gaffin untuk menyingkir dari pintu agar ia bisa membukanya.
Gaffin mengikuti langkah Diandra, begitu pintu terbuka dan mereka keluar dari dalam kelas. Tidak ada siapa-siapa disana, semua siswa dan guru sudah pergi. Hanya ada mereka berdua dan satpam yang masih berjaga di luar.
"Tunggu!"
Diandra berbalik, ketika bajunya di tarik sedikit dari belakang.
"Apa?" Tanya Diandra sedikit memekik.
"Um...gue gak bisa keluar dengan seragam ini," ucap Gaffin.
"Terus?"
"Um...lo--punya seragam olahraga?" Gaffin mengusap tengkuknya, karena ragu untuk mengatakan itu.
Diandra mengernyit, ia menarik nafas dan lalu meminta Gaffin untuk mengikutinya.
Gadis itu mengajak Gaffin, ke salah satu koridor sekolah, dimana di sana terdapat beberapa loker yang berjejer, tempat para siswa menyimpan barang-barangnya.
"Sekolah ini luas juga, ternyara," ujar Gaffin, kagum.
"Emang sekolah kamu enggak?"
"Sama sih kayaknya."
Diandra menyodorkan seragam olahraga miliknya ke hadapan Gaffin.
Sebelum memakainya, Gaffin sempat membeberkan baju tersebut di hadapan pemiliknya. Pria itu memperhatikan size yang menurutnya terlalu kecil untuk ukuran tubuhnya.
"Gak ada ukuran lain, ya?" Tanya Gaffin.
"Kalau gak mau, ya udah."
Dengan cepat Diandra mengambil kembali baju tersebut dari tangan Gaffin.
"Eh..." Gaffin berusaha mengambilnya kembali.
Drap..drap..drap
Dari kejauhan, samar-samar terdengar suara langkah kaki yang mendekat, Diandra dan Gaffin reflek melirik kearah sumber suara tersebut.
"Kayaknya ada yang datang," cetus Gaffin.
"Sembunyi!" Titah Diandra.
"Sembunyi di mana?" Gaffin panik.
Mereka berdua kalang kabut mencari tempat sembunyi. Terutama Diandra, ia takut ada orang yang melihat Gaffin, karena pria itu masih menggunakan seragam yang sama dan belum menggantinya.
"Di sini!" Diandra menunjuk loker di sampingnya.
"Lo gila, nyuruh gue sembunyi di dalam!" Gaffin memekik.
"Ck, udah cepet! keburu ada yang lihat."
"Tapi..."
"Siapa disana?"
Seorang pria bertubuh tegap datang, membuat keduanya mematung di tempat, tidak bisa bergerak.