Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

DIANDRA

Cewe_Gemini
--
chs / week
--
NOT RATINGS
4.8k
Views
Synopsis
Diandra, gadis 17 tahun yang harus menelan pil pahit kehidupan setelah terjebak dalam sebuah hubungan terlarang bersama Mas Adi. Perjuangannya untuk menyembunyikan kehamilannya tidaklah mudah, mengingat dirinya masih berstatus pelajar. Akankah Diandra mempertahankan kehamilannya? ***

Table of contents

Latest Update2
Gaffin3 years ago
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Setiap orang memiliki kisah masa mudanya masing-masing, mengukir kenangan di setiap detiknya.

Diandra, gadis berusia 17 tahun harus menjalani masa mudanya dengan penyesalan yang begitu besar setelah bertemu dengan seorang pria bernama Mas Adi.

Kala itu langit begitu mendung, kilatan cahaya panjang memecah langit beriringan dengan suara guntur yang menggelegar.

Diandra sedang merasakan sakit yang begitu hebat, kedua tangannya mencengkram kuat pada apa saja saat rasa sakit itu datang kembali.

Sambil menahan rasa sakit, Diandra mencoba untuk menghubungi seseorang. Namun tidak ada jawaban meskipun status dalam panggilannya berdering.

Akkkhh...

Diandra memekik, saat rasa sakitnya makin tidak tertahan setelah cairan bening dan pekat keluar dari jalan lahirnya.

"Akkhh...Mas Adi...."

***

Awalnya kehidupan gadis berusia 17 tahun itu berjalan normal, dan sempurna. Meskipun kedua orang tua nya sudah meninggal, tapi kehidupan Diandra sangatlah terjamin berkat kerja keras Bang Rian. Kakak dari Diandra.

Bangun pagi dan melakukan aktifitas layaknya anak remaja sudah menjadi hal biasa.

"Wah, bang Rian masak apa buat sarapan hari ini?" Diandra duduk di depan meja makan dan mulai menuangkan susu kedalam gelas miliknya.

"Ra, hari ini abang gak bisa antar kamu kesekolah, kamu naik taxi aja, ya?"

Diandra mengangguk, sambil mengambil telur dadar buatan Rian yang sudah di sajikan tepat di hadapannya.

Rian seorang pria pekerja keras, ia tahu betul bagaimana sulitnya menjalani hidup tanpa kedua orang tua.

Awalnya Diandra dan Rian tinggal bersama paman dan juga bibinya, tapi karena merasa tidak enak, karena merasa menyusahkan mereka. Akhirnya Rian menutuskan untuk menempati rumah mending orang tuanya.

Ia bahkan merelakan pendidikannya dengan tidak melanjutkan kuliah dan memilih untuk bekerja, demi membiayai hidupnya berasama Diandra. Sampai akhirnya, Rian di percaya untuk menjadi supervisor di salah satu mall yang ada di daerah tempatnya tinggal.

Diandra sudah selesai menghabiskan sarapannya, ia bangkit dengan membawa piring kotor untuk menyimpannya di wastafel.

"Biar abang aja yang cuci, kamu berangkat sekolah saja." Dengan cepat bang Rian mengcegah Diandra.

"Kalau gitu, Diandra berangkat sekolah dulu."

"Hati-hati."

"Iya."

Diandra keluar dari dalam rumah, sesuai perintah, hari ini ia harus naik taxi untuk bisa sampai di sekolah.

Namun, untuk menemukan taxi. Diandra harus berjalan 200 meter dari rumahnya. Mengingat posisi rumahnya yang masuk kedalam gang.

Diandra memasuki sebuah taxi, dan meminta sang supir untuk mengantarnya ke sekolah. Saat di dalam taxi, Diandra terus memainkan ponselnya, membuka beberapa social media dengan jari yang terus bergerak.

Fokusnya terhenti pada sebuah foto yang di unggah oleh Rian di akun pribadinya bersama dengan seorang pria.

"Dia siapa? kok aku baru lihat?" Diandra terus memandangi foto tersebut.

Selang beberapa menit, taxi yang di tumpanginya pun berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Gadis itu turun setelah membayar argo taxi.

Betapa indahnya masa-masa sekolah, berkumpul bersama teman, bercanda dan tertawa bersama adalah hal yang akan di rindukan setelah lulus nanti.

Langkah Diandra terhenti, ketika seseorang memanggil namanya dari belakang. Ia menoleh dan tersenyum ketika orang di belakangnya melambai sambil berlari.

"Bang Rian mana?" Tanya Kania, orang yang memanggil Diandra.

"Kerja," jawab Diandra singkat.

"Terus tadi kamu kesini naik apa?"

"Taxi."

Kania menganggung-anggukkan kepalanya tidak jelas.

Mereka melanjutkan langkah dengan beriringan, Kania sudah mengenal Diandra selama tiga tahun, saat dirinya masih duduk di bangku kelas 3 SMP.

Diandra memiliki sifat yang polos, ia juga sangat pandai bergaul dan pintar. Tidak heran jika dirinya sering mendapat juara umum pertama di sekolah.

Tidak semua orang menyukai sifat naif Diandra, beberapa siswi yang satu kelas dengannya pernah menjahili Diandra dan membully nya.

Sirik? sudah pasti, karena hampir satu sekolah mengenalnya dan selalu bersikap baik padanya.

Diandra hanya diam, ia tidak pernah membalas atau merasa dendam kepada orang-orang yang telah menyakiti dirinya. Karena ia selalu ingat pepatah mendiang orang tuanya yang meminta dirinya untuk tidak membalas orang-orang yang menyikiti dirinya. Karena jika Diandra membalasnya, itu artinya, dirinya sama saja dengan mereka.

"Misi..misi..misi, kita mau lewat!" Gisel dan kedua kawannya menerobos ketengah begitu saja, membuat Diandra dan Kania tergeser ke arah yang saling berlawanan.

"Ck..apaan sih!"

Kania memekik hendak menyumpahi mereka bertiga. Tapi, Diandra segera menahan dengan mengenggelengkan kepala kearah Kania.

"Ra, kok kamu bisa sih diam aja sama perlakuan mereka?!"

"Gak ada gunanya melawan, buang-buang waktu," jawab Diandra sembari melanjutkan langkahnya.

"Lagian mereka itu udah keterlaluan, benci banget aku sama mereka!" Kania masih mendengus.

Sepertinya, gadis berambut pendek itu sangat kesal dengan sikap Gisel Cs yang selalu mengusik dirinya dan juga Diandra.

Pasalnya bukan cuma sekali, mereka akan berbuat sesuka hati mereka untuk memancing keributan bersama dengan Diandra dan juga dirinya.

Tapi untungnya, Diandra selalu mencegah dirinya untuk tidak melawan atau meladeni keinginan mereka. Diandra akan menarik tangan Kania dan memintanya untuk pergi.

"Hari ini jadwal piket kamu?" tanya Kania, setelah rasa kesalnya hilang.

Diandra mengangguk, "Iya," jawabnya.

"Pulang sama siapa?"

"Naik taxi mungkin, kenapa?" Diandra balik bertanya.

"Enggak, aku cuma nanya. Soalnya nanti aku ada acara makan malam sama keluarga, jadi harus pulang cepat," jelas Kania.

"Oh, gak apa-apa, aku bisa pulang sendiri." Diandra tersenyum manis, kedua ujung bibirnya terangkat sempurna.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang lebih, para siswa kini sudah berhamburan keluar dari dalam kelas masing-masing.

Kania, berpamitan untuk pulang lebih dulu kepada Diandra yang masih harus tinggal di sekolah untuk menyelesaikan piketnya.

Diandra bangkit dari bangkunya setelah Kania pergi, ia di temani bebera teman kelasnya yang sama-sama memiliki jadwal piket siang itu.

"Ra, kamu saja yang buang sampah di keranjang itu!" Seru Lusi, teman satu piketnya.

"Ok!"

Diandra setuju dan langsung mengambil kantong kresek di dalam keranjang sampah yang sudah di penuhi plastik sisa makanan.

Ia melangkah keluar, ke bagian belakang sekolah tempat mengumpulkan sampah sebelum di angkut petugas sampah.

Bruuugghh!

"Siapa itu!"

Refleks Diandra terperanjat ketika mendapati seseorang yang baru saja melompat dari balik tembok.

Seorang pria berseragam yang berbeda dengan dirinya berjalan dan menutup mulut Diandra dengan cepat.

"Ssssttt! jangan bersuara!"