"Dimana Nyonya?"
"Beliau sedang jalan-jalan di taman."
"Antar dia pulang. Sebentar lagi makan malam."
"Baik, Presdir."
Sesuai instruksi, para pengawal dan pelayan memanggil Lena untuk makan malam. Pikirannya belum tenang jadi tanpa banyak pikir dia duduk di kursi paling dekat dengan pintu masuk.
Mengabaikan para pelayan yang mulai menyajikan makanan.
Walaupun pernikahan mereka hanya diatas kertas, tapi pernikahan ini yang membuatnya punya hak atas Arya. Tanpa latar belakang Aldi, gak mungkin Dinas Anak membiarkan Lena merawat bocah 5 tahun itu.
"Kenapa duduk di sana? Emang kita musuh?"
Lena masih sibuk dengan pikirannya sampai kepala pelayan Ma turun tangan.
"Nyonya? Nyonya?" Kepala Pelayan Ma melirik Aldi, wajah Presdir mereka masih kaku. "Nyonya Lena?"
"Uh?"
Kepala pelayan memberi isyarat dengan matanya, menunjuk Presdir mereka.
"Kamu mikirin apa sih sampai gak denger aku ngomong?"
Lena berdeham, gak mungkin kan dia jawab kalau dia berpikir untuk menceraikan Aldi. Meminum air putihnya untuk meredakan kecanggungan. "Kamu tanya apa?"
"Kenapa duduk di sana. Tempat kamu disini." Aldi menunjuk kursi disebelah kirinya.
Lena hanya duduk tanpa pikir panjang. Toh nanti para pelayan pasti memaksa untuk mengambilkan makanan jadi buat apa duduk terlalu jauh dari pintu. Lena hanya berpikir praktis, kenapa Aldi harus terganggu?
"Disini nyaman. Kamu ngomong juga kedenger kok."
Aldi meletakkan alat makannya, jengah. Sementara Lena salah tingkah dan meminum airnya lagi.
"Kamu tuh istri aku. Harus duduk di samping aku lah. Kalau nanti anak-anak kita lihat, mereka pasti bingung."
Lena tersendak air minumnya. Membuat para pelayan siap membantu, tapi dihentikan isyarat tangan Lena.
Berusaha menetralkan nafasnya dia menatap Aldi. "Kamu bilang apa tadi?"
"Kamu harus duduk disini, kalau enggak nanti anak-anak kita bingung. Kalau mereka pikir kamu bibinya gimana coba."
Sinting.
Aldi beneran berpikir begitu? Dia sadar kan kalau mereka menikah karena terpaksa. Aldi berhutang budi pada Lena dan Lena pada Aldi. Pernikahan ini hanya alat agar Aldi bisa lepas dari Direktur Rian sebagai wali hukumnya dan bagi Lena diperbolehkan merawat Arya.
"Keluar." Suara Lena tegas dan tanpa kompromi. Wajah yang tadinya jenaka dan bingung berubah serius. "Tinggalkan kami berdua, kalian semua pergilah."
Para pelayan dan pengawal kebingungan.
"Kalian panggil aku Nyonya, kan. Bersikaplah yang benar. Keluar kataku!"
Mereka segera keluar dengan tertib. Tahu benar akibat buruk seandainya mereka tak patuh.
"Presdir-"
"Jangan panggil gitu. Aku suamimu. Panggil aku Aldi." Senyuman usil terukir dibibirnya, "Sayang juga boleh."
Sumpah, lena mau jedotin kepalanya ke tembok. Dia baru jadi Presdir sepekan dan berani bikin pengumuman heboh. Bukan cuma restrukturisasi grup, tapi juga pengumuman pernikahan. Lalu sekarang, dia mau Lena panggil dia Sayang?
Bocah ingusan!
"Istri? Kamu mengumumkan hal gila begitu dan gak mengatakan apapun. Aku bahkan tahu dari media. Apa kamu gak keterlaluan? Sekarang apa? Anak? Kamu tahu betapa gilanya itu!"
"Di hari kamu menyelamatkanku, di saat itu takdir kita terikat. Kamu istri sahku, tak salah kan aku ingin punya anak denganmu."
"Tuan Muda!"
"Ya.. kecuali kamu mau dikenal sebagai adik dari pengkhianat Hansum. Kemudian membiarkan Arya punya ayah seorang narapidana. Aku tak keberatan."
Lena menahan kepalannya. Perkataan Aldi gak salah, tapi dia gak terima reputasi keluarganya tercemar.
"Kalau kamu gak bisa panggil aku Sayang, kamu harus panggil aku Aldi." Meminum wine-nya, dia berhenti. "Memanggil aku Presdir terlalu kaku dan Tuan Muda.. itu gelar keponakan kamu, Len." Aldi tersenyum seolah baru menyadari sesuatu. "Tunggu, dia keponakanku juga kan. Karena kita sudah menikah. Selain itu, saat ini kita belum punya anak kan. Bisa dibilang dia satu-satunya pewaris Hansum."
"Presdir- bukan, maksudku Aldi. Bukankah menjadikan aku tameng sementara sudah cukup? Apa harus kamu menjadikan keponakanku sandera? Dan.. apa? Anak? Pernikahan ini hanya diatas kertas. Jangan membuatnya semakin rumit."
"Aku gak bilang ini sandiwara."
"Kamu mendaftarkan pernikahan tanpa aku tahu! Aku menyelamatkan hidupmu dan kamu mengurung kakak iparku!"
"Jangan keras kepala." Senyuman di wajah Aldi memudar, dia juga lelah terus berdebat dengan Lena. "Karena kamu menyelamatkan aku, makanya pria itu dikurung dan bukan menghadapi tiang gantung. Bersyukur saja keponakan kamu masih punya ayah. Gak seperti kita berdua."
"Aldi Sutmaja!" Suara Lena bergetar. Dia gak habis pikir dengan jalan pikiran pria itu.
"Satu-satunya orang yang aku percaya di dunia ini cuma kamu, Lena. Itulah alasanku menjadikanmu istri. Jaga sikapmu, kamu hidup untuk Arya dan Direktur Rian."
2 bulan lalu..
Lena menangkis serangan yang dilancarkan sang ayah. Berusaha keras menandingi kemampuan pria setengah abad itu.
"Masih muda, kok lemah gini staminanya." Celetuk sang ayah tahu benar kalau putrinya mulai kelelahan.
"Ayah lain tuh anak gadisnya disayang-sayang. Jangankan lebam, lecet dikit aja gak boleh. Lah ini malah diajak sparring."
"Anak gadis lain tuh pergi shopping sampai kartu over limit. Jangankan mukulin orang, mukul nyamuk aja gak bisa. Lah ini malah ngirim orang ke rumah sakit."
Karena jengkel, Lena kehilangan fokusnya dan dalam sekejap terjatuh. Tangannya dikunci dibelakang punggung oleh sang ayah.
"Papa bilang jangan lengah, kan."
Lena menggerutu setelah kuncian dilepaskan.
"Kamu besok ikut Tuan Muda ke sekolahnya loh. Kalau segini aja udah kalah, buat apa dapat peringkat rekrutan terbaik."
"Ya terus Papa mau aku mukulin bocah ingusan gitu? Mana ada. Yang ada aku dituntut karena penganiayaan anak."
"Mereka udah punya KTP kali, Len."
"Sama aja kali, Pa." Menyeka peluh di lehernya, dia melirik sang ayah. "Kenapa juga harus nyamar di sekolah sih, Pa?"
"Gak perlu banyak tanya," Leo melayangkan tatapan penuh intimidasi. "Kamu hanya perlu mengingat satu hal. Kamu harus kerja keras, Len. Kamu tahu keadaan di perusahaan karena kesehatan Presdir. Kalau sampai Tuan Muda Aldi terluka.." atmosfer berubah karena kalimat yang menggantung. "Intinya kamu harus bekerja keras untuk memastikan Tuan Aldi selalu aman dan sehat sampai hari penunjukan dia sebagai Presdir."
Lena hanya menggerlingkan mata malas.
[ Masa kini ]
Hansum Grup.
Hansum dimulai pada era kakek Aldi, mereka memulai bisnis sebagai penjual gulali dan cemilan anak-anak. Berkat permen rasa kelapa dan gula aren yang menyapu negeri, Hansum berhasil menjadi produsen camilan anak-anak tingkat global. Berangkat dari kesuksesan Hansum, kakek Aldi serta putra dan putrinya memulai bisnis di berbagai sektor. Papa Aldi mendapatkan jackpot dengan memulai bisnis konstruksi kemudian mengambil alih bisnis yang dikuasi paman dan bibi Aldi sampai akhirnya membentuk Hansum Grup.
Hingga saat ini Hansum Grup telah menjadi perusahaan kuda hitam internasional.
Hansum Grup juga terus melakukan ekspansi dengan melakukan merger dan akuisisi beberapa perusahaan rintisan teknologi dan pembuatan konten. Perlahan tapi pasti, mereka mengambil bagian dalam berbagai bidang bisnis dan mengendalikan perekonomian dunia.
Dies Natalis grup kali ini adalah debut Aldi sebagai Presdir grup dan Lena terkena imbasnya. Setelah pertengkaran mereka saat makan malam keduanya tak pernah bersua lagi. Entah Aldi yang memang sibuk atau Lena yang terlalu lihai menghindari bocah itu.
Kali ini Kepala Pelayan mengunjungi kamarnya bersama beberapa wanita yang membawa belasan rak berisi gaun pesta, perhiasan, aksesoris dan berbagai macam alat riasan yang menyilaukan mata.
"Kenapa kalian menerobos kamarku?"
"Maafkan ketidak sopanan kami, Nyonya."
Tak ada penyesalan sedikitpun dari raut wajah wanita itu, membuat Lena setenagh mati menahan umpatan yang hampir dia lontarkan. "Apa yang Aldi inginkan kali ini?"
"Malam ini adalah perayaan pendirian Hansum Grup, sebagai istri presdir Anda harus hadir, Nyonya."
"Katakan pada Aldi, aku tak akan-"
"Tuan Muda Arya juga akan hadir."
Lena beranjak dari kasurnya, "Aku akan mandi dulu. Kalian bisa mulai bekerja setelah aku mandi."