"Itu adalah roti yang dikukus dalam wadah bambu kecil." Cantika tidak tahu bagaimana menjelaskannya, jadi dia hanya memberitahu cara pembuatannya.
"Apa yang enak dari roti ini?" Bukan karena Widuri ingin mempermalukan Cantika, tapi dia benar-benar tidak suka roti.
"Sangat enak." Maya berkata dengan gugup ketika Yurika menolak bakpao yang dibuat oleh kakaknya.
"Apa yang enak?" Adipati turun setelah mandi.
Mendengar suaranya, hati Cantika menegang dan jari-jarinya sedikit melengkung. Dia mencoba untuk menahan emosinya dan mencoba yang terbaik untuk membuat ekspresinya natural dan tenang.
"Bakpao," kata Anita pada kembarannya itu, "Cantika membawanya ke sini untuk keluarga kita. Mengapa kita tidak mencobanya saja?"
Kata-kata Anita membuat suasana hati Cantika sedikit lebih baik, dan dia memandang gadis itu dengan tenang. Dari sudut matanya, Cantika melihat Adipati lewat. Adipati baru saja mencuci rambutnya, aroma sampo memancar dari tubuhnya. Dia mengenakan piyama putih, rambutnya yang terurai meneteskan air. Secara keseluruhan, dia tampak cerah dan tampan.
"Coba kulihat." Adipati mengambil satu wadah bakpao dan membukanya. Saat penutup bambu dibuka, aroma daging keluar, dan aroma ini dengan cepat menyebar ke seluruh ruang tamu.
Anita datang dan melihat ke arah bakpao yang ditata di dalam. Bentuknya kecil dan lucu. Dia terkejut, "Ini sangat indah! Aku tidak tega memakannya." Setelah berbicara, dia langsung makan satu bakpao.
"Wow!" Bakpao itu begitu lezat sampai-sampai Anita berteriak. Dia menatap Widuri dengan gembira, "Nenek, ini enak! Nenek pasti menyukainya!"
"Apakah ini benar-benar enak?" Widuri tidak mempercayainya. Pada saat ini, Adipati juga memasukkan satu ke dalam mulutnya dan mengunyah, "Rasanya enak, nek."
Adipati berbalik dan mengacungkan jempol pada Cantika, "Aku belum pernah makan roti kukus yang begitu enak di pusat kota. Masakanmu ini enak sekali."
Cantika menghadap ke Adipati dengan senyuman, "Terima kasih atas pujianmu." Suasana hatinya sedikit rumit. Dia pandai membuat makanan, dan selalu ingin memasak makanan untuk pria sialan ini. Namun, di kehidupan sebelumnya, keinginan Cantika ini tidak terkabul. Dan yang mengejutkan, di dalam kehidupan ini, Adipati justru adalah orang pertama yang memakan bakpao yang dibuatnya dan memujinya.
"Enak sekali." Adipati membawa wadah dan menghampiri Yurika.
Anita juga membawa wadah untuk ayahnya dan lainnya. Semua orang di rumah itu segera makan bakpao yang dibuat oleh Cantika. Empuk dan juicy, dagingnya istimewa. Dan dengan daun bawang, rasanya lebih enak. Adonannya tebal dan lembut, di dalamnya ada lemak dari daging yang wangi dan lembut di mulut.
Yurika makan satu demi satu dan memujinya. "Cantika, siapa yang mengajarimu cara membuat roti ini? Kamu melakukannya dengan
sangat baik."
"Ya, siapa yang membuatnya?" tanya kepala desa. Dia sudah banyak makan makanan lezat, tapi ini adalah pertama kalinya dia makan roti yang begitu enak.
Cantika tersenyum rendah hati, "Ketika membeli tepung, penjual di pasar mengatakan kepada saya tentang resep dan cara pembuatan bakpao ini. Tetapi saya tidak melakukannya dengan baik pada beberapa kali pertama. Kali ini untungnya berhasil."
"Ya, sangat sukses!" Kepala desa tersenyum, "Kamu bisa membuka toko bakpao."
Ketika Cantika mendengar ini, matanya berkedip takjub. Dia bisa membuka toko roti. Ya, ini ide yang bagus.
"Dagingnya tidak berlemak dan juicy. Teksturnya pas sekali. Untuk lansia seperti diriku, aku suka makan jenis daging yang begini. Daging tanpa lemak yang tidak alot. Ini sangat enak, Cantika." Widuri memandang Cantika. Dia memberi pujian dengan tulus, "Kamu gadis yang sangat pintar!"
Menghadapi pujian Widuri, Cantika tersenyum bijaksana. Dia terlihat lebih nyaman saat ini.
"Cantika, aku akan membeli tepung. Bagaimana kalau membuat roti untuk nenekku saat kamu punya waktu?" Adipati adalah anak yang sangat berbakti pada orangtua dan neneknya.
Cantika secara alami tidak akan menolak, "Oke." Dia menatap Widuri dan bertanya sambil tersenyum, "Nyonya, jika Anda suka wortel dan jagung manis, saya juga bisa menggunakannya untuk isian. Rasanya pasti akan sangat enak."
"Nenek paling suka jagung manis, tapi dia tidak punya gigi dan tidak bisa makan jagung manis langsung dengan batangnya." Anita berkata pada Cantika sambil melirik Widuri.
"Jika nyonya menyukainya, bagaimana kalau membuat isian jagung lain kali?" Cantika memandangi Widuri dan tersenyum manis.
"Itu bagus sekali." Widuri juga berkata dengan riang, "Aku pasti akan makan lebih banyak jika isiannya jagung dan daun bawang."
Karena tidak ditolak sama sekali, Cantika sangat menyukai sikap Keluarga Sinaga. Dalam perjalanan ke sini, dia khawatir akan ditolak, tapi ternyata kenyataannya berbeda.
"Baiklah." Cantika tersenyum.
"Apakah sulit membuat roti ini? Kamu harus mengajariku agar aku bisa membuatnya untuk keluargaku." Anita mendatangi Cantika, tersenyum cerah dan polos.
"Tidak sulit." Setidaknya Cantika menganggapnya tidak sulit karena dia telah belajar lama di kehidupan sebelumnya.
"Jika kamu membuat ini lagi, ajari aku, oke?"
"Oke."
Bakpao dari Cantika dipuji oleh Keluarga Sinaga. Dia sangat percaya diri dengan keterampilan memasaknya. Dan sekarang keluarga ini memberi respon yang sangat baik. Bahkan penduduk desa yang sedang menonton TV terkejut karena roti kukus Cantika sangat lezat. Kalau dijual di kota, pasti sangat populer.
Setelah bakpao di wadah sudah habis, Cantika akan mengambil kembali wadahnya agar lain kali dia bisa menggunakannya lagi. Saat ini Maya sudah berdiri di samping dan menonton TV. Dia terpesona. Cantika ingin kembali, tetapi adiknya menolak untuk kembali. Dia bersikeras menahan Cantika untuk tinggal bersamanya menonton TV.
Cantika sudah pernah menggunakan ponsel layar sentuh dan TV berwarna di kehidupan sebelumnya, sekarang dia tidak terbiasa menonton TV hitam putih. Dia tidak tertarik dengan TV sekarang. Tapi Maya hampir menangis karena tidak ingin pulang.
"Biarkan dia menontonnya. Anak-anak suka TV. Kamu bisa menjemputnya nanti." Anita menyarankan.
Cantika tidak punya pilihan selain melakukan ini. Dia membawa wadah, berpamitan pada semuanya, dan meninggalkan rumah kepala desa. Cantika jarang datang ke rumah Keluarga Sinaga, begitu dia keluar dari ruang tamu, anjing hitam yang diikat di halaman melihatnya sebagai orang asing. Anjing itu bergegas ke arahnya dan menggonggong.
Cantika kaget. Saat dia masuk barusan, ada Anita, dan anjing ini sedang makan. Tanpa diduga, saat dia keluar sendirian, anjing ini begitu galak padanya.
"Daniel, diamlah!" Adipati mendengar anjing itu menggonggong, dan segera keluar sambil membawa minum Daniel. Lalu, dia berkata dengan hangat kepada Cantika, "Aku akan mengantarmu keluar."
Daniel kebetulan diikat di gerbang halaman, jadi Adipati tahu Cantika akan tidak berani keluar seperti ini.
"Ya." Meskipun Cantika sedang dalam mood yang buruk karena melihat Adipati, tapi dia tidak ingin menciptakan suasana yang canggung.
Adipati mengantar Cantika keluar dari halaman. Adipati melihat langit gelap dan bertanya pada Cantika, "Haruskah aku mengantarmu pulang? Aku bisa membantumu mengusir anjing saat kamu tidak sengaja bertemu mereka di jalan."
"Tidak perlu, aku bisa mengambil tongkat untuk melindungi diri," kata Cantika ringan. Dari awal sampai akhir, dia tidak menatap Adipati secara langsung. Meski canggung, tapi ekspresinya sangat tenang.
Adipati yang pandai dengan jelas memperhatikan bahwa Cantika berperilaku sangat baik ketika dia bertemu dengan ayah dan keluarganya yang lain di rumah. Namun, setelah meninggalkan rumah, gadis itu menatapnya dengan ekspresi acuh tak acuh, bahkan tanpa memandangnya.
Baik di desa atau di sekolah, Adipati dikelilingi oleh gadis-gadis. Dia tampan, jadi dia merasa bahwa tidak peduli gadis macam apa, pasti akan tertarik dengan penampilannya yang cerah dan tampan. Namun, sikap Cantika ini adalah pertama kalinya yang membuat Adipati heran.
Adipati menatap mata Cantika, matanya juga acuh tak acuh. Dia tersenyum, "Aneh, kenapa menurutku kamu membenciku?"