Chereads / Transformasi dan Balas Dendam Kupu-Kupu Biru / Chapter 30 - Meminjam Uang untuk Menikah

Chapter 30 - Meminjam Uang untuk Menikah

Cantika tidak bisa berbaring lagi setelah dua hari. Dalam situasi keluarganya saat ini, dia tidak berani menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menganggur. Tetapi Medina bilang padanya untuk tidak bekerja dalam waktu seminggu.

Cantika yang tidak bisa diam pun mencari cara untuk menghasilkan uang tanpa bekerja terlalu keras. Dia pergi untuk memotong bambu.

Maya membantunya dan bertanya, "Kakak, kamu menggunakan bambu untuk apa?"

"Apa kamu suka makan roti?" Cantika melirik Maya dan bertanya sambil tersenyum.

"Roti yang terakhir kali kakak belikan untukku?"

"Iya."

Maya menelan air liurnya, "Aku menyukainya!"

"Kakak akan membuatkan roti yang lebih enak, oke?" Pagi ini, Cantika pergi ke pasar untuk membeli daging sapi dan perut babi. Saat ini daging sapi yang direbusnya sudah mendidih perlahan, dan aromanya melayang ke seluruh ruangan.

Perut babi masih di dalam mangkuk, dan tepung yang dibeli terakhir kali sudah diolah menjadi adonan oleh Cantika. Dia akan membuat bakpao.

Di kehidupan sebelumnya, ketika Cantika pergi bekerja di kota dan bekerja di sebuah restoran untuk mencuci piring, bisnis itu tidak berjalan bagus. Restoran akhirnya tutup, dan dia menganggur. Kemudian, setelah dikenalkan oleh koleganya, dia bekerja di sebuah toko kerajinan.

Toko kerajinan itu menggunakan bambu untuk membuat berbagai jenis

barang, mulai dari keranjang sayuran hingga piring buah. Sekarang Cantika ingin menggunakan bambu untuk membuat beberapa tempat kecil yang bisa digunakan untuk mengukus dimsum.

Seorang gadis kecil seusia Maya bahagia selama dia bisa makan makanan enak. Kecerdasannya sedikit lebih buruk daripada teman-temannya, tapi dia adalah gadis yang baik hati. Mendengar bahwa ada bakpao untuk dimakan, dia sangat senang sehingga dia ingin

berputar-putar di udara.

"Cantika, apa yang kamu lakukan?" Vanda datang ke rumah Cantika dengan senyuman di wajahnya. Dia berdiri di pintu dan menatap bambu di tanah.

"Membuat wadah kecil," kata Cantika.

"Kamu bisa membuatnya dari bambu? Apa yang kamu lakukan dengan ini?"

Cantika tidak menjawab Vanda, tetapi mengangkat kepalanya dan tersenyum manis, "Bibi, apakah kamu mencariku?"

Vanda lebih baik dari Liana. Meskipun dia meremehkan Sukma dan sering memanfaatkan Sukma, dia akan selalu menutupinya dengan sikap lembut. Dia berjongkok di depan Cantika, menatapnya dengan malu, "Kakak sepupumu memiliki seorang gadis yang dia suka, tapi dia tidak bekerja selama setahun penuh, dan dia tidak memiliki penghasilan. Pamanmu dan aku juga tidak punya uang. Kakakmu itu ingin menikahi gadis idamannya. Gadis itu sangat cantik dan memiliki kepribadian yang baik. Tetapi gadis itu mengatakan bahwa meskipun dia tidak bisa mendapatkan pesta pernikahan yang mewah, dia ingin beberapa pakaian bagus."

"Cantika, keluargamu menjual sapi beberapa hari yang lalu, dan kamu punya uang di tangan. Mengapa kamu tidak meminjamkan beberapa ratus

rupiah pada kami? Kami akan membayarmu kembali ketika saudaramu sudah mendapat pekerjaan." Vanda melanjutkan dengan wajah sungkan.

Wajah Cantika datar, tapi setelah itu, dia memandang Vanda dengan sedih dan terlihat sedikit berhati-hati, "Bibi, Maya dan aku mengandalkan uang itu untuk membayar uang sekolah. Jika aku meminjamkannya padamu, tidak ada uang untuk membayar uang sekolah."

Zaman ini tidak seperti saat beberapa tahun kemudian, di mana ada program sekolah gratis sembilan tahun. Anak-anak saat ini perlu membayar uang sekolah dari kelas satu SD hingga kelas 12 SMA. Uang sekolah di era ini masih cukup mahal, SPP untuk anak SMA sekitar 300, dan SPP untuk SMP adalah 120.

Jika Cantika meminjamkan beberapa ratus rupiah untuk Vanda, keluarganya tidak akan memiliki uang tersisa untuk biaya hidup mereka. Apalagi, sebelum mulai sekolah, mereka harus membayar deposit dan membeli perlengkapan.

Cantika tidak akan sebodoh itu di kehidupan ini. Dia tidak peduli apakah gadis yang akan dinikahi sepupunya itu cantik atau tidak, memangnya apa hubungannya dengan dia?

Vanda tersenyum, "Kamu tidak membutuhkan begitu banyak uang sekolah. Kamu punya 1.200, kan? Jika kamu meminjamkanku lima ratus, kamu masih memiliki tujuh ratus, yang cukup untuk membayar uang sekolah."

Cantika menggelengkan kepalanya dengan ringan, tampak bersalah, "Bibi, 700 rupiah tidak cukup, aku masih harus membayar biaya hidup kami. Keluargaku memiliki ladang, tetapi setelah ayah sakit, ladang telah menjadi tandus dan tidak ada tanaman untuk dipanen. Tahun ini, aku hanya dapat menggunakan uang itu untuk biaya hidup. Biaya hidup kami butuh beberapa ratus rupiah, apalagi adik kecilku dan ibuku butuh banyak asupan."

"Oh, bagaimana jika kamu dan Maya berhenti sekolah saja?" Vanda menepuk pahanya, dan berkata, "Kamu seorang gadis, apa yang kamu lakukan dengan sekolah? Lebih baik pergi ke kota untuk bekerja dan menghasilkan uang. Lihatlah desa ini. Kamu ingat gadis yang tinggal di rumah pojok itu? Dia bisa belajar di universitas, tapi setelah lulus, dia pergi ke restoran untuk mencuci piring. Cantika, kamu tidak perlu melihat kualifikasi akademis lagi. Lebih baik menjadi pencuci piring, gajinya pasti akan lebih banyak."

"Bibi, aku tidak ingin pergi ke restoran untuk mencuci piring." Di kehidupan sebelumnya, Cantika sangat antusias saat tahu bahwa dia bisa mendapat uang dari mencuci piring.

"Oke, jika kamu tidak ingin mencuci piring, kamu bisa sajikan makanan. Kamu bisa menjadi pramusaji. Aku akan meminta seseorang untuk memperkenalkan bos di restoran padamu."

"Bibi, kamu salah paham tentang maksudku, aku ingin belajar, bukan bekerja."

"Belajar apanya?" Vanda meninggikan suaranya, "Apa gunanya kamu membaca begitu banyak buku? Banyak orang yang sulit mencari pekerjaan setelah kuliah, mengapa kamu membuang-buang waktu dan uang untuk sekolah!"

Cantika tidak berkata apa-apa. Vanda melirik Maya dan berkata, "Jika pergi ke sekolah, apa Maya bisa jadi pintar? Otak Maya tidak waras. Dia baru menyelesaikan kelas satu pada usia sebelas tahun. Dia sudah lama gagal di sekolah. Dia bodoh. Dia juga tidak bisa bergaul, apa gunanya sekolah lagi? Apa masa depannya akan cerah? Cantika, dengarkan bibi, jangan membuang-buang uang untuk sekolah. Kamu akan rugi nantinya."

Wajah Cantika murung. Tapi dia menundukkan kepalanya, jadi Vanda tidak bisa melihatnya. Vanda masih berbicara lagi, "Orang bodoh seperti Maya di desa ini dalam situasi keluarga yang baik. Meskipun dia juga bodoh, dia kuat dan dapat melakukan pekerjaan pertanian. Lihatlah betapa suburnya ladang keluarganya. Maya tidak akan pernah lapar saat menikah dengannya. Dia bisa berhenti bersekolah dan menikah dengan pria bodoh itu. Mereka pasti serasi. Jika Maya menikah, dia akan diberkati dan sering makan daging."

"Bibi, Maya masih muda." Cantika berkata benar. Maya baru berusia

sebelas tahun.

"Apanya yang muda? Jika dia menikah lebih awal, dia bisa punya bayi lebih awal juga."

"Maya dan aku akan belajar." Cantika mengangkat kepalanya, menatap Vanda dengan tenang, "Bibi, aku tidak punya uang untuk dipinjamkan."

Vanda sudah marah, tetapi dia menolak untuk tidak kalah dari Cantika. Dia dengan enggan tersenyum, "Bagaimana mungkin kamu tidak punya uang? Kamu punya uang dari hasil penjualan sapi."

"Aku menyimpannya."

"Ditabung di bank?"

Cantika tidak menjawab, tapi malah lanjut memotong bambu di depannya. Vanda bertanya lagi: "Apakah kamu punya buku tabungan?"

"Ketika aku menyimpan uang di bank, aku akan selalu memiliki buku tabungan, kan? Apa bibi tidak tahu itu?" tanya Cantika tanpa menatapnya.