Chapter 19 - Datang Bulan

Jari-jari Cantika yang memegang celana agak kaku, dan hatinya sedikit gugup. Dia tahu dari beberapa artikel bahwa ada gadis yang mengendarai sepeda terlalu keras dan merusak selaput daranya.

Hari ini Cantika pergi ke kota. Karena kakinya sakit, dia harus menekan beban pada bagian pinggulnya. Meski dia berhenti beberapa kali, dia sudah memaksakan dirinya terlalu keras.

Cantika ingin menangis, suasana hatinya langsung memburuk. Apakah

dia akan sangat tidak beruntung?

"Cantika, apa kamu di dalam?" Saat ini, suara Anita datang dari luar.

Mendengar suara Anita, Cantika segera menjawab dari kamar mandi, "Ya!"

"Aku mengantar sepedamu kembali."

"Ya, aku akan keluar." Cantika mengenakan pakaiannya dengan cepat.

Anita sudah pergi saat Cantika keluar dari kamar mandi. Sepeda miliknya ditempatkan di pintu, dan Maya berdiri di dekatnya. Melihat Cantika, dia tersenyum dan berkata, "Kak Anita membawa sepeda kakak

kembali dan memberi sebotol obat."

"Obat?" Cantika berjalan mendekat dan mengambil obat dari Maya. Logo di botol itu semuanya dalam Bahasa Inggris. Ini adalah sebotol obat herbal yang diimpor dari Jerman.

Cantika melihat botol obat herbal dengan ekspresi yang rumit. Apa Abimayu meminta Anita untuk membawanya? Tadi malam Abimayu menggendongnya kembali ke rumahnya karena ingin memberi obat herbal miliknya, tapi Cantika menolak.

Malam ini, Abimayu memberikan obat herbal ini dan membiarkan Anita membawanya ke rumah Cantika. Dia juga mempertimbangkan untuk tidak membiarkan penduduk desa bergosip, jadi meminta Anita yang mengirim sepeda Cantika kembali.

Cantika mengatupkan mulutnya, tersenyum tak berdaya. Abimayu benar-benar orang yang perhatian. Tapi suasana hati Cantika masih sangat kacau sekarang.

——

Saat melewati rumah Dinar, Anita melihat Tasya yang sedang memberi

makan anjingnya di depan pintu. Tasya melihatnya juga, dan dia tampak senang, "Anita!"

Anita bertanya, "Tasya, apa kamu sudah makan?"

Tasya mengangguk, "Sudah. Apa kamu mau mampir ke rumahku?"

Anita menggelengkan kepalanya, "Tidak."

Tasya bertanya, "Mau ke mana?"

"Pulang, aku baru saja mengantar sepeda Cantika."

"Mengapa kamu mengantar sepeda Cantika?"

Anita tertawa, "Dia keluar hari ini dan kakinya terkilir. Kakakku mengantarnya kembali. Sepedanya dibawa oleh teman kakakku. Dan kakakku memintaku untuk mengantarnya ke rumah Cantika. Tasya, aku harus makan malam, aku tidak bisa mampir ke rumahmu. Sampai jumpa!"

"Oke, hati-hati." Tasya tersenyum dan melihat Anita pergi.

Setelah Anita pergi, Tasya berbalik ke samping dan melihat ke rumah Sukma. Tasya mengerutkan kening. Dia menggertakkan gigi, dan berpikir dalam hati. Abimayu menggendong Cantika di punggungnya tadi malam, dan dia mengantarnya kembali hari ini. Gadis jalang ini benar-benar sedang mencari masalah.

Pergelangan kaki Cantika terkilir tadi malam, jadi kenapa dia tidak beristirahat di rumah? Bukankah dia dengan sengaja meminta Abimayu untuk mengirimnya kembali dengan alasan kakinya yang sakit? Apakah dia mencoba merayu Abimayu?

Tasya memasuki rumah. Dia memasang ekspresi tidak puas karena tahu bahwa Abimayu mengantar Cantika pulang dua kali. Dia memberitahu Liana tentang hal ini.

Liana menatap Tasya seolah-olah dia tidak percaya, "Apakah kamu benar-benar melihat Abimayu menggendong Cantika tadi malam?"

Tasya mengangguk, "Itu benar. Anjing kita menggonggong, jadi aku keluar dan melihat bahwa ternyata Abimayu sedang menggendong jalang itu."

Liana bergumam, "Cantika tidak menyukai Abimayu, kan?"

"Mungkin saja, kalau tidak, kenapa dia terus berhubungan dengan Abimayu? Bu, ini pertama kalinya aku melihat Abimayu begitu baik pada seorang gadis. Menurutmu apakah Abimayu juga menyukai Cantika?"

"Tidak mungkin." Liana menggelengkan kepalanya dan berkata dengan nada jijik, "Cantika tidak secantik dirimu. Abimayu sedang mencari seorang istri. Dia pasti akan menyukaimu, bukan Cantika."

"Cantika juga cantik, bu."

"Apanya yang cantik? Kamu lebih tinggi, kamu juga putih. Kulit Cantika kuning dan tidak mulus. Apanya yang cantik?" Liana tidak setuju dengan kata-kata Tasya. Di dalam hatinya, putrinya adalah yang paling cantik.

Tasya mengerucutkan bibirnya, "Aku belum pernah ke dalam mobil Abimayu. Kudengar Anita berkata bahwa Cantika diantar pulang dengan mobil. Itu adalah mobil impor asing. Mobil yang sangat bagus seperti itu pasti sangat nyaman. Cantika beruntung sekali bisa naik di dalamnya. Ini benar-benar tidak adil."

Liana memandang Tasya dan berkata, "Abimayu telah menggendongnya

pulang. Sepertinya Cantika telah meninggalkan kesan yang baik di depan Abimayu. Tasya, apakah Abimayu biasanya berbicara denganmu?"

Tasya menggelengkan kepalanya dengan ekspresi frustasi, "Tidak, saat aku pergi ke rumahnya saat keluarganya membagi babi hutan, aku menyapanya, tapi dia sangat dingin."

"Gadis bodoh, Abimayu sangat tampan, kamu harus lebih sering berhubungan dengannya." Liana selalu menyukai Abimayu lebih dari Adipati. Abimayu sangat perkasa, memiliki temperamen yang luar biasa, dan memiliki mobil serta rumah. Adipati masih di sekolah menengah sekarang, dan Liana tidak tahu apakah dia bisa menjadi sehebat kakak laki-lakinya.

"Ibu, aku sangat menyukai Adipati." Tasya memandang Liana dengan

malu-malu.

"Adipati sangat mengagumi kakak laki-lakinya. Jika kamu ingin Adipati menyukaimu, kamu harus membuat kakak laki-lakinya berpikir kamu baik. Kemarilah, ibu punya cara untuk membuatmu terlihat baik di depan Abimayu."

"Dengan cara apa?" ​​Tasya berjalan dengan rasa ingin tahu dan mendekatkan telinganya ke Liana.

Setelah mendengar apa yang dikatakan ibunya, Tasya mengerutkan kening. Dia tidak memandang Liana dengan sikap setuju, "Ibu, apakah aku harus melakukan ini?"

Liana tertawa, "Hanya ini yang bisa dilakukan."

____

Jangkrik di luar membuat Cantika merasa lebih kesal. Dia terus memikirkan darah di celananya. Apakah kehormatannya sebagai wanita sudah rusak? Meskipun dia adalah orang yang berpengetahuan luas, dia tetap tidak dapat menerima bahwa dia baru saja kehilangan selaput daranya. Bagaimana dia akan menjelaskan hal ini kepada suaminya di masa depan?

"Mungkin ini takdir." Cantika mengeluh pelan dan berbaring di kursi. Tiba-tiba, aliran panas meluap dari bawahnya. Cantika terkejut dan membeku. Dia menyentuh bagian bawah tubuhnya, dan aliran panas lainnya meluap. Dia tiba-tiba duduk, menyalakan lampu, dan melepas celananya untuk melihatnya. Darah!

Melihat darah merah cerah di celana dalamnya, Cantika terkejut. Dia diselimuti dengan rasa gembira. Noda merah yang dilihat di kamar mandi tadi bukanlah selaput dara yang pecah, tapi darah menstruasi!

Cantika melepas celananya dan duduk di depan tempat tidur, sangat gembira. Dia berpikir bahwa dia telah kehilangan hal berharga itu, tetapi dia tidak menyangka itu hanya darah menstruasi.

Cantika tidak bisa menahan tawa. Dia sangat bodoh, bahkan tidak tahu bahwa menstruasi telah tiba. Di kehidupan sebelumnya, dia baru mengalami datang bulan pada usia 17 tahun, dan sekarang dia mengalaminya lebih cepat.

Cantika baru saja keluar dari kamar dan menyalakan lampu di ruang tamu. Sukma di tempat tidur kayu kecil di ruang tamu membuka matanya. "Cantika, kamu tidak bisa tidur?" tanyanya.

Cantika sedikit malu dan tersenyum malu-malu, "Ibu, aku sedang datang bulan. Aku menggunakan pembalut milikmu."

Sukma yang mendengar ini langsung berkata sambil tersenyum, "Kamu telah dewasa." Lalu, dia menghela napas. Tidak terasa, putrinya akhirnya sudah dewasa. Dia berharap Cantika bisa tumbuh dewasa dan berhenti diganggu oleh orang lain.

Cantika berbaring di tempat tidur, dan tertidur dengan nyaman. Rasa gugup di hatinya sudah tidak ada lagi. Dia tidur sangat nyenyak. Keesokan harinya, ketika langit cerah mulai menyambut, dia bangun, menyiapkan sarapan dan menyiapkan makanan untuk ketiga sapinya.