Chereads / Transformasi dan Balas Dendam Kupu-Kupu Biru / Chapter 1 - Pengkhianatan dari Sang Sepupu

Transformasi dan Balas Dendam Kupu-Kupu Biru

Engladion
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 113.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Pengkhianatan dari Sang Sepupu

Cantika sangat mencintai suaminya, Adipati. Dia telah jatuh cinta padanya sejak muda. Kini dia sudah menikah dengannya selama tiga tahun, dan masih sangat bahagia. Berpikir bahwa dia adalah istri Adipati, dia bisa tertidur dengan manis dengan merindukannya setiap malam.

Pada hari pernikahan, Adipati menerima tugas mendesak dan bergegas kembali ke militer. Dalam tiga tahun terakhir, pria itu hanya menelepon Cantika sepuluh kali. Cantika agak kecewa. Siapa yang menjadikan Adipati seorang tentara?

Kemarin Adipati kembali dan berkata bahwa pihak militer mengadakan pemeriksaan keluarga gratis. Dia membawa Cantika ke Rumah Sakit Mulia, rumah sakit terbaik di kota, untuk pemeriksaan.

Selama ginjal Cantika diperiksa, dia disuntik dengan anestesi umum. Dan ketika dia bangun, dia terbaring di bangsal. Adipati memberitahunya bahwa selama pemeriksaan, ditemukan bahwa ginjalnya bermasalah, jadi dokter mengangkatnya.

Sekarang setelah anestesi selesai, lukanya sangat sakit. Tapi memikirkan beberapa hari ke depan Adipati akan bersamanya, Cantika bisa menahan rasa sakitnya.

"Adipati sangat mencintaiku. Dia menemukan bahwa aku punya masalah ginjal, jadi dia segera meminta dokter untuk mengeluarkannya." Cantika sedang berbaring di tempat tidur dengan bahagia.

Pada saat ini, pintu bangsal dibuka. Sepupunya, Tasya, yang seumuran dengannya, berada di kursi roda. Dia didorong masuk oleh perawat. Melihat Cantika memiliki senyuman di wajahnya, dia bertanya, "Kamu terbaring di rumah sakit, tapi masih sangat bahagia?"

Cantika tidak memiliki hubungan yang baik dengan Tasya dan tidak memiliki apa-apa untuk dikatakan kepadanya. Dia tidak menjawab kata-kata Tasya, hanya bergumam, "Aku tidak tahu kapan luka ini akan sembuh, tapi saudara iparmu tidak akan kembali ke tentara dan menemaniku, jadi aku senang."

Setelah berbicara, Cantika melihat ke arah Tasya. Melihatnya duduk di kursi roda, dia bertanya dengan heran, "Tasya, kenapa kamu menggunakan kursi roda?"

Tasya melambai ke arah perawat agar dia keluar. Setelah perawat keluar, Tasya tidak menjawab pertanyaan Cantika, "Apa kamu ingin sembuh?"

Cantika sangat gembira, dia memikirkan Adipati. Dia tidak banyak bertanya pada Tasya lagi karena gadis itu juga tidak ingin menjawab. Dia tersenyum malu-malu, "Aku dan suamiku telah menikah selama tiga tahun dan kami jarang sekali tinggal serumah selama tiga tahun. Dia sudah kembali. Meski aku baru saja dioperasi, tapi jika kita bisa bersama beberapa hari dan aku bisa hamil, itu akan bagus."

"Adipati sudah lama pergi." Tasya berbicara dengan bangga.

Cantika tersenyum kaku dan menatap Tasya dengan heran, "Apa katamu?"

Tasya tersenyum, "Kamu yang ingin seorang anak, bukan Adipati. Dia sudah punya anak."

Ketika Cantika mendengar ini, dia menjadi sangat marah, "Tidak mungkin! Kamu berbohong padaku! Dia adalah seorang tentara, dan aku adalah istrinya. Bagaimana mungkin aku tidak tahu bahwa dia memiliki anak?"

"Dia pensiun sebelum menikahimu, Rumah Sakit Mulia ini dijalankan olehnya." Tasya mengangkat dagunya dan menatap Cantika dengan arogan, "Kak, orang yang selalu dicintai oleh Adipati adalah aku. Anak Adipati juga dilahirkan olehku."

Cantika ingin duduk, tapi begitu pinggangnya digerakkan, rasa sakit itu membuatnya berbaring lagi. Dia menatap Tasya dengan tajam, tidak tahu apakah itu sakit di lukanya atau di hatinya, tapi dia gemetar, "Kamu bohong! Aku tidak percaya!"

Tasya menatapnya dengan penuh kemenangan, "Adipati menikahimu karena ginjalmu!"

"Apa katamu?"

Tasya sedikit mengangkat dagunya, dengan ekspresi arogan, "Ginjalmu sekarang ada di dalam diriku."

"Omong kosong!" Cantika tiba-tiba kehilangan kendali atas emosinya dan berteriak pada Tasya.

Dibandingkan dengan Cantika, yang secara emosional tidak terkendali, Tasya jauh lebih tenang. Dia tersenyum, "Aku tidak berbicara omong kosong. Apakah kamu lupa mengapa kamu berbaring di sini?"

Ketika Cantika mendengar ini, tubuhnya bergetar lebih hebat. Tasya melanjutkan, "Tiga tahun lalu, aku didiagnosa dengan masalah ginjal. Aku membutuhkan donor ginjal untuk pulih. Namun, dokter mengatakan bahwa jika aku melakukan transplantasi ginjal, kehamilanku akan terganggu. Jadi, aku baru bisa melakukan operasi setelah persalinan selesai. Aku tahu kamu selalu mencintai Adipati, jadi aku berdiskusi dengan Adipati agar dia bisa menikah denganmu. Dengan begitu, dia bisa membawamu untuk memberikan ginjalmu padaku."

"Untuk kesehatanku, Adipati harus merasa dirugikan dengan menikahi dirimu. Dia menggunakan alasan bahwa dia tidak dapat meninggalkan barak sepanjang tahun. Padahal, dia telah tinggal bersama denganku selama tiga tahun terakhir. Setahun yang lalu, putra kami yang lahir. Begitu persalinan selesai, dia mengatur operasi transplantasi untukku. Dia sangat gugup dengan tubuhku," jelas Tasya.

Cantika benar-benar di luar kendali. Dia berjuang untuk duduk dan mencoba memukul Tasya, tapi tubuhnya sakit. Dia justru berguling dari tempat tidur dan jatuh ke lantai. Dengan hantaman ini, dia merasakan seluruh tubuhnya terbelah. Ada rasa sakit yang hebat menyebar ke seluruh tubuhnya. Dia mengangkat kepalanya dengan susah payah dan dengan tegas berteriak pada Tasya, "Aku tidak percaya! Adipati tidak akan melakukan ini padaku!"

Tasya memandang Cantika yang sedang berjuang di lantai dengan sudut mulut terangkat. Ada ejekan di wajahnya, "Kamu sama sekali tidak layak untuk Adipati!"

"Tasya." Pada saat ini, suara rendah dan dingin datang dari pintu bangsal. Mendengar suara ini, Cantika bergetar lebih hebat. Dia mengangkat kepalanya dengan keras, melihat ke arah pintu. Sosok pria yang tinggi masuk. Cantika pun menangis kesakitan, "Adipatiā€¦"

Adipati hanya meliriknya dengan samar, tatapan itu dipenuhi rasa jijik. Ini membuat hati Cantika terasa sakit. Tasya mendongak dan memandang Adipati dengan tatapan lembut, "Adipati, aku tidak bisa menahan diri, aku menceritakan semuanya tentang itu."

Adipati menyentuh kepala Tasya dengan kelembutan yang tak ada habisnya, "Tidak masalah. Yang penting operasi ini berhasil. Apa kamu butuh ginjal lagi?"

Hati Cantika sakit. Dia menatap Adipati dengan heran. Dia masih menginginkan ginjalnya yang lain. Bukankah itu sama saja dengan membunuhnya?

"Dasar anjing!" Cantika marah dan mengutuk mereka. Ketika dia selesai berbicara, dia merasakan sakit di dadanya. Dia memuntahkan seteguk darah. Luka di pinggangnya sangat menyakitkan, matanya berangsur-angsur menjadi gelap, dan kesadarannya berkurang.

Cantika merasa bahwa dia akan mati. Dia mengangkat kepalanya dengan keras dan melihat ke arah Adipati untuk meminta bantuan, tetapi yang dia lihat adalah mata Adipati yang menatapnya dengan jijik dan acuh tak acuh.

____

Kepala Cantika sakit, tapi matanya tidak bisa dibuka. Dia mendengar ada bayi yang menangis. Apakah dia belum mati?

"Kalau kamu menangis terus, aku akan membunuhmu!"

Mendengar suara ini, Cantika kembali terkejut, bukankah ini suara ibunya? Ibunya meninggal sebelum dia menikah, kenapa dia mendengar suaranya sekarang?"

Cantika tiba-tiba membuka matanya. Yang menarik perhatian adalah rumah sederhana dari bata, atapnya masih berlapis genteng, dan ada beberapa jaring laba-laba yang menggantung.

Cantika mencubit pipinya, itu menyakitkan. Ini bukan mimpi. Ternyata dia dilahirkan kembali! Ini adalah saat dia berumur empat belas tahun, tahun delapan puluhan.

Pada saat Cantika berusia empat belas tahun, tepat pada hari ketiga kelahiran bayi tadi, ayahnya yang sakit meninggal. Cantika jatuh dalam perjalanan kembali dari pemakaman ayahnya. Dia terbentur batu dan pingsan, lalu bangun keesokan harinya. Di luar, tangisan ibu dan saudaranya membuat telinga Cantika terus berdengung.

"Sukma, apakah uangnya sudah siap?" Sebuah suara keras terdengar. Cantika terkejut, bukankah ini suara paman ketiganya, Tanoto?

Cantika berjuang untuk bangun, berjalan ke pintu kamar. Dia melihat Tanoto dan istrinya berdiri dengan sombong di ruang tamu. Ruang tamunya sangat sempit, hanya ada meja kecil di tengahnya. Itu merupakan meja makan dan juga meja kopi.

Di dekat jendela terdapat ranjang kayu dengan kursi bambu di ujungnya. Kursinya penuh dengan pakaian dan terlihat berantakan Sukma sedang duduk di atas tempat tidur. Di kakinya, ada seorang bayi perempuan terbaring di lantai. Seorang anak yang berusia sekitar sebelas tahun sedang duduk di lantai dengan mata merah.

Tanoto dan Liana tiba-tiba menyerbu masuk. Wajah Sukma berubah ketakutan, dia berkata, "Saudaraku, kamu mengatakan tidak apa-apa pada awalnya, kamu bersedia meminjamkan uang padaku tanpa bunga. Kenapa sekarang kamu meminta bunga?"

"Kami bodoh dulu! Pokoknya, berikan bunganya selama dua tahun. Kamu harus membayar bunga kepada kami secara teratur," kata Liana lantang.

Liana memiliki penampilan yang kejam. Dia tidak pernah memikirkan orang lain. Lima tahun lalu, Tio, istri Sukma, meminjam 10 juta rupiah dari Tanoto. Ketika meminjam, hubungan mereka sebagai saudara sangat harmonis, dan di bawah kesaksian kepala desa, mereka menulis perjanjian. Dua tahun kemudian, Tio mengembalikan uang itu ke Tanoto, dan ketika dia membayarnya kembali, dia secara khusus memberinya tambahan dua juta.

Belakangan, kedua bersaudara itu beberapa kali bertengkar karena masalah sepele, dan hubungan antar saudara pun tampak retak. Selama Tio sakit, Tanoto datang untuk meminta bunga. Dia mengatakan bahwa sudah kewajiban Tio membayar bunga.

"Aku benar-benar tidak punya uang. aku telah menghabiskan banyak uang untuk pemakaman suamiku." Sukma adalah penakut. Dia tidak pernah memiliki anak laki-laki, dan selalu merasa bahwa dia lebih rendah dari wanita lain. Karena itu, dia selalu rela diganggu oleh kedua orang ini.