Chereads / Lantunan Cinta / Chapter 5 - BAB 4

Chapter 5 - BAB 4

Matahari terbit menampakkan keindahannya, pagi yang sangat segar baik bagi kesehatan manusia. Hembusan angin membuat pohon bergoyang, kicauan burung berirama merdu.

Tapi berbeda dengan Ziah, dia masih tidur,matanya semakin sembab 2 hari dia menangis yang pertama karena abinya yang akan memindahkan ke pesantren dilanjut hari ke duanya karena kemarin tidak mau kehilangan sosok sahabatnya.

"Assalamu'alaikum, Ziah sayang bukain pintunya udah jam 7 emangnya kamu nggak akan masuk sekolah?" tanya ummi disela mengetuk pintunya. 

"Ziah, bangun yuk!"

"Ziah! Astaghfirulloh anak ini kenapa lagi ko gak ada jawaban," sudah 3 kali Ummi memanggil Ziah namun yang dipanggil tak kunjung tiba. Karena rasa khawatir pada anaknya ummi membuka pintu dan menghampiri Ziah.

"Ziah sayang astaghfirulloh panas banget badannya matanya sembab pasti udah nangis," panik Ummi.

"Hey nak bangun, sayang!" Ummi berusaha membangunkan tapi Ziah tetap tidak bangun dan itu membuat Ummi tambah khawatir.

"Abi Abi Abi astaghfirulloh Abi" pangil Ummi kepada Abi sambil memegang tangan dan keningnya.

"Ya alloh Ziah kamu kenapa sayang ko bisa seperti ini?"

"Ada apa Ummi?" tanya Abi yang baru datang.

"Ini, Ziah pingsan badannya panas banget, ayok kita bawa ke RS, Abi hiks" tangis Ummi pecah.

"Ya udah ummi tolong sama pak sudirman siapkan mobil!"

Abi mengangkat Ziah tatapan hawatir pun Abi perlihatkan Ziah adalah anak satu-satunya, meskipun Abi tegas terkesan galak tapi dia tidak akan rela jika anaknya terjadi apa-apa.

Abi adalah sosok ayah yang membuat cinta pertama bagi Ziah, Abi sangat menyayangi dari kecil dan selalu membahagiakan. Abi tak pernah sedikit pun melukai anaknya. Rasa bahagia didekat Ziah jadi senjata terkuat dalam hidup Abi. Rapuh hati abi melihat anak semata wayangnya seperi ini.

"Ziah sayang anak abi jangan sakit sayang abi tak mau melihat kamu seperti ini."

Dilajukan mobil kecepatan lumayan cukup tinggi menuju RS Cempaka Putih.

Kini Ziah sedang dirawat di ruang UGD. Kedua orang tuanya menunggu di luar bermunajat semoga Alloh senantiasa menyembuhkan Ziah.

"Mas hiks hiks"

"Berdo'a lah sayang semoga anak kita cepat sembuh, dokter sedang menanganinya" ucap abi menenangkan ummi

Beberapa jam kemudian dokter yang menangani Ziah keluar memberi keadaan bahwa Ziah hanya terlalu banyak berpikir berat sehingga membuatnya pingsan.

***

Kini Ziah masih diruang belum tak sadarkan diri abi dan ummi ada di dalam. Abi terus melafalkan do'a.Ketika Ziah sakit dimata orang tuanya tetaplah dia anak kecil meskipun Ziah sudah beranjak dewasa.

"Ziah maafkan abi nak, abi lengah dalam menjaga mu, putri kecil abi Asyila Fauziah" rintihan abi mencium anak semata wayangnya, ummi hanya mengusap punggung abi memberi kekuatan padanya.

"Abi udah waktunya sholat kita sholat dulu yuk!"

***

Kedua orang tua Ziah masih menunggu kesadarannya, hanya keheningan lah yang menghiasi ruangan rawat Ziah.

Tapi tak lama Ziah sadarkan diri, membuat orang tuanya mendekati menangis terharu.

"Alhamdulillah, terima kasih Ya Alloh engkau mengabulkan do'a kami" ucap sang ayah tak luput mencium anaknya dengan penuh kasih sayang.

"Ummi Abi, Ziah ini dimana? Rasanya kepala Ziah sakit sekali" ringis nya memegang kepala.

"Ziah dirumah sakit sayang, waktu ummi ke kamar kamu, disaat itu ummi melihat keadaan kamu sedang pingsan jadi ummi sama abi membawa ke sini, kamu pingsan 2 hari loh sayang"

Ziah merenung, apakah benar dirinya nangis sampe pingsan 2 hari?

"Maafin Ziah ummi abi udah membuat kalian khawatir" ucap Ziah tunduk dengan nada memelas hampir matanya berkaca-kaca. Ya Ziah bisa dibilang cengeng kalau membuat orang tuanya khawatir.

"Nggak apa-apa sayang, sekarang pokus sama kesehatan kamu ya! Oh iyya tadi Nisa nelepon ke hp kamu trus ummi angkat memberitahu keadaan kamu dan dia akan ke sini nanti sehabis pulang dari sekolah."

"Hanya Nisa ummi yang nelepon?" Tanya Ziah 

"Iyya sayang hanya Nisa, apakah kamu sedang berantem sama Ara?"

"Emm enggak ko ummi kami nggak berantem" ucap ku bohong. Ziah sudah tau jika Ara masih kecewa ntah bagaimana dirinya untuk membuat Ara memaafkannya. Justru disini Ziah tidak melakukan kesalahan, hanya dirinya menyampaikan akan berpamitan.

***

Di lain tempat di sekolah, Nisa sedang membujuk Ara memberi dirinya pengertian, Nisa tau Ara tak mau kehilangan sahabatnya, tapi bagaimana pun Ziah akan tholab ilmu meskipun Ziah harus dipindahkan. 

Tholab ilmu dalam perihal agama sangatlah penting, bukan berarti pelajaran diluar agama tak penting. Jika harus memilih diantara keduanya, ya tolabi ilmu perihal agama yang diutamakan.

"Ra kamu mau sampai kapan seperti ini? Ziah akan mencari ilmu bukan bermain-main harusnya kamu dukung sahabat kamu itu. Apa yang jadi keputusan sahabat kita harus memberi motivasi bukannya seperti ini. Yang aku lihat dari sorotan mata Ziah dia seperti nggan jauh dari kita, tapi harus bagaimana lagi ini perintah abi nya, ayo lah kita beri dia semangat" bijak Nisa membuat Ara menatapnya.

"Nis kamu belum tau apa? Aku dan Ziah itu sudah kayak keluarga, apa2 kami selalu bersama dalam keadaan duka atau bahagia. Aku nggak mau kehilangan Ziah Nis nggak ada lagi sahabat baik seperti dia" tangis Ara

Ya sahabat adalah keluarga kedua disaat kita bahagia atau duka selalu ada. Canda tawa menjadi alur cerita, bagaimana kita mau bersahabat dengan keadaan jika sahabat yang kita cintai pergi dari hadapan kita. Rasanya sakit mencari sahabat yang baik bukan lah hal yang mudah.

"Aku tau sangat tau Ra kalian tuh udah lama deket, hanya raga Ra yang berpisah hati tak bisa dipisahkan" ucap Nisa senyum merangkul sahabatnya. 

Ara nampak berpikir apa yang dikatakan Nisa benar. Senyumnya lagi ia tampakkan.

"Heem makasih Nis kamu juga sahabat aku yang baik, makasih atas sarannya."

"Nah gitu dong ceria napa dari tadi cemberut mulu, aku yang didiemin sakit tau Ra, udah ya jangan nangis lagi kesian air matanya. Mending kita makan yuk aku lapar nih dari tadi nasehatin kamu mana lagi perut aku dangdutan" Ucap Nisa.

"Is kamu ini kalo lapar ya makan bukan nasehatin aku terus jadinya tuh perut tingpak tingser kan" gerutu Ara.

"Haha udah ayok ah."

Mereka pun menuju kantin, Ara kembali ceria meskipun tak sepenuh nya ceria.

"Eh Ra, aku baru inget tadi kan aku nelepon ummi nya Ziah katanya dia sakit sampe dirawat dirumah sakit" ucap Nisa membuat Ara yang sedang makan tersedak.

"Ohok ohok" 

"Aduh minum dulu Ra" Ara mengambil minuman yang di sodorkan Nisa, lalu dia langsung menatap Nisa intens.

"Nggak bohong kan?" 

"Beuh suka nggak percaya kamu itu kali2 percaya napa" sewot Nisa.

"Percaya ke kamu banyak sesatnya" ucap Ara enteng.

"Dih apa untung nya coba aku bohong, aku bener Ara tadi aku nelepon, kan jam masuk udah siang masa iyya Ziah gak masuk lagi terus aku telepon yang angkat ummi nya katanya Ziah sakit dirawat dirumah sakit" jelas kedua kalinya.

"Terus katanya sakit apa?"

"Ya mana aku tau karena waktu itu bel udah bunyi jadinya aku tutup telepon"

"Is kenapa nggak cerita langsung sih Nis" ngambek Ara

"Astaghfirulloh gimana mau cerita kalo yang dengerinnya malah lagi ngambek" gereget Nisa

"Oke nanti sehabis sekolah kita jenguk Ziah, eh tadi ditanyain gak nama RS nya?"

"RS Cempaka Putih"

"Oke siap"