Anna membuka matanya perlahan, kepalanya masih terasa sakit. Namun, berkat Fatia yang setia menunggu serta memijat kepalanya, dia merasa lebih baik.
Faris yang melihat temannya itu sudah sadar langsung meraih gelas berisi teh manis hangat, lalu memberikannya pada Anna. "Minumlah dulu."
"Uhm, terima kasih."
Anna menyesap tehnya, seketika tubuhnya terasa jauh lebih bertenaga. Dia masih terpikirkan soal suaminya dan pria bernama Martin yang ada di majalah, setiap memikirkan itu dia merasa khawatir jika hal terburuk terjadi.
"Kau kenapa, Na? Apa memang sedang kurang enak badan?"
"Entahlah, sepertinya aku darah rendah."
Fatia yang mendengar itu langsung berbinar-binar. "Jangan-jangan ... kau hamil, Na!" pekiknya girang.
Anna tercekat, kemungkinan itu tentu saja bisa terjadi, apalagi saat itu mereka melakukannya di masa subur Anna. Kehamilan sejatinya adalah yang Anna dan suaminya inginkan, tapi seketika dia merasa ragu jika saat itu dia mengharapkannya.