Hari itu, Alexander resmi memegang perusahaan secara penuh, tentunya setelah melakukan kesepakatan panjang karena ada bagian Martin di sana sebagai penerus kedua, meski tentunya tidak sebesar milik kakaknya.
Meski begitu, Martin tidak menolak apalagi sampai melakukan pemberontakan pada keputusan yang tidak adil itu, jadi Yustina pikir putra keduanya itu tidak masalah karena saat itu sudah memegang kuasa penuh perusahaan istrinya.
Berbeda dari apa yang Yustina pikirkan. Martin menerima sekitar 15% saham perusahaan karena baginya itu sudah lebih dari cukup untuk menjadikannya tiket masuk ke dalam perusahaan. Selagi dia terus menggerogoti uang perusahaan sang istri, selama itu pula dia membentuk kekuatannya sendiri.
Perlahan, dia mengumpulkan informasi dari para petinggi saham di perusahaan Wijaya, mencari kelemahan dan juga celah mereka. Dia bukan orang yang mau merugi, membeli saham mereka dengan harga sewajarnya bukan cara Martin.