Karangan bunga duka memenuhi kediaman Ridwan, sebagai bentuk rasa bela sungkawa dari rekan dan juga koleganya. Bahkan, ada satu karangan bunga yang Martin kirimkan mewakili keluarga.
Namun, ada satu hal yang sudah pasti tidak ditemui, Yustina yang notabenenya adalah calon mertua Mayang tidak ada di sana. Hanya dia seorang, membuat para pelayat langsung membuat spekulasi atas hubungan mereka bertiga.
Mayang tidak peduli. Hari itu, dia hanya ingin larut dalam kesedihannya yang mendalam. Jasad sang Ayah masih ada di hadapan mata, terbujur kaku dengan senyum tipis di sana.
Pertemuan mereka mungkin singkat, namun sangat bermakna bagi Mayang. Dialah yang mengubah hidupnya, memberi makna dan memberikan kebahagiaan untuknya. Jika tahu Ayahnya sakit, Mayang akan berperilaku lebih baik lagi—pikirnya.
Tangisnya kembali pecah, tidak peduli pada orang-orang yang melihatnya dengan tatapan beraneka ragam. Ada curiga, menghina, iba dan lainnya.