"Kamu senang sekarang?"
"Tidak, Mbak. Saya tidak akan lakukan ini jika saya tidak terdesak, maafkan saya."
Rani memohon dengan amat sangat, di roof top dia tak segan berlutut di depan Lidia.
Menampakkan jelas serendah apa derajatnya.
Dirinya sadar dia datang di waktu yang tidak tepat, seandainya dia bisa. Maka, dia akan memiliki untuk tidak pernah datang dan menghancurkan kebahagiaan wanita lain, tapi apa boleh buat. Dia sangat terpaksa melakukan itu.
"Terdesak? Huh? Apakah maksud kamu sudah terdesak ingin merasakan harta suami, saya? Kamu datang di saat putramu sudah besar, apa maksudnya itu? Agar dia dapat bagian dari suami, saya? Iya, bukan?" cerca Lidia kasar sekali.
Rani menutup matanya, bulir air mata pun ikut luruh mendengar kalimat menyakitkan itu.