Tepat pada pukul dua belas malam, Lidia duduk di dalam kamar dengan lampu yang dipadamkan.
Pencahayaan minim hanya berasal dari cahaya bulan yang menembus dari ventilasi kamar, bahkan sesekali angin menerobos masuk karena jendela kamar tak ia tutup dengan rapat.
"Ada apa?" tanyanya pada orang di seberang sana.
Wajahnya yang biasa lembut dengan senyuman manis, kini berubah sedikit kesal bersama tatapan tajamnya yang menatap jendela.
Bersamaan dengan itu Wiyana memberhentikan kursi rodanya, sumpah demi apa pun. Dia berhenti hanya karena penasaran dan dia tidak bermaksud untuk menguping.
Tapi, karena cela dari pintu Wiyana tak segaja mendengar apa yang Lidia katakan selanjutnya.
"Tidak! Jangan pernah datang ke sini, saya yang akan transfer uangnya saja," kata Lidia sedikit berbisik-bisik.
Emosinya hampir meledak saat orang di seberang sana ngotot ingin datang ke rumahnya, masalahnya Haidar tengah ada di sana juga.