Aira sampai menahan napas mendengar cerita Sintia yang tak pernah diduganya bisa setragis itu.
"Lalu apa yang terjadi selanjutnya," Suara Aira terdengar sedikit tercekat.
"Ibu dan Bapak tidak bisa diselamatkan, karena mereka duduk di sisi yang pertama kali terhempas ke bebatuan sungai." Sintia kembali menyeka air matanya dengan saputangan yang mulai terlihat lembab.
"Kakakku Ayuning dan Mas Danang sempat koma beberapa hari. Tapi kemudian ikut menyusul Bapak dan Ibu."
"Ya Tuhan, Sintia. Aku ikut berduka cita untuk orang-orang yang kamu cintai." Aira tak kuasa menahan tangisan yang sejak tadi menggumpal di tenggorokannya.
"Lalu bagaimana nasibmu dan kembaranmu?" Sintia mengangkat kepalanya menatap Aira dengan pandangan yang begitu pilu.