"KALAU aku ceritakan kisah hidupku, maukah kau mendengarnya?" Sintia bicara di antara isak tangisnya.
"Eh ya, tentu saja." Aira benar-benar jatuh kasihan melihat kesedihan yang diperlihatakan Sintia kepadanya.
Entah kenapa Aira merasa ada kesamaan kisah hidup yang membuat mereka berdua jadi pribadi yang sedikit beda dari gadis-gadis remaja yang lain.
"Mereka bukan orang tua kandungku. Ibu dan Bapak adalah orang tua angkat. Lebih tepatnya orang yang bersedia membesarkan aku."
"Apa maksudmu, Sin?"
"Aku dulu tinggal di sebuah desa, di daerah pedalaman di jawa tengah. Aku memiliki empat bersaudara. Kakakku yang tertua seorang lelaki bernama Danang, lalu kakak keduaku. Aku memanggilnya Mbak Ayuning. "
Sintia menghentikan ceritanya, dengan sehelai saputangan dia menyerut hidungnya yang mulai padat berisi ingus karena terus- menerus menangis.
"Aku sendiri terlahir kembar. Kembaranku seorang lelaki. Bernama Sapto."