Allena sudah pasrah ketika suaminya membawanya ke rumah sakit untuk membunuh janin yang dikandungnya.
Tak lama mobil pun berhenti tubuh Allena tegang dan berkeringat.
"Turun!" ujar Keenan dengan nada tegas.
Allena hanya menurut lalu keluar dari mobil.
"Ayo masuk," ujar Keenan.
Wajah Allena pucat dan dia mengikuti sang suami, selama perjalanan dia menatap perutnya yang semakin membesar.
"Maapkan Bunda, nak."
Allena mengatakan hal itu dalam batinnya dan mengusap perutnya. Keenan memperhatikan gerak-gerik istrinya dan dia tersenyum.
"Aku tidak akan pernah membunuh darah dagingku sendiri dan akan membuat istriku tersenyum bahagia selamanya," batin Keenan.
Tak lama ponselnya berdering.
"Kamu duduk dulu di sana. Aku akan mengangkat telepon dahulu," ujar Keenan.
Allena pun menurut dan duduk di tempat yang ditunjukkan Keenan. Keenan pun menjauh dari istrinya.
Keenan mengangkat teleponnya.
Citra:[Keen. Kamu sedang menuju ke tempat aborsikan?]