"Iya, kamu benar. Kamu akan tau siapa laki-laki yang membawa Roger pergi setelah kita masuk," terang Alvin.
Riana semakin penasaran. Jika bukan suruhan orang tua Alvin, lalu kenapa Roger bisa ada di rumah mereka? Apa mereka yang menolongnya? Sepertinya tidak mungkin.
Saat Riana dan Alvin masuk ke rumah itu, Roger memang ada di sana bersama kedua orang tua Alvin. Suasama menjadi begitu tegang, saat mengingat kedua anggota keluarga adalah musuh.
"Alvin, kenapa kamu tidak bilang kalau punya Roger? Dia anak yang manis dan penurut. Bagaimana kalau minta dia tinggal di sini buat temenin Mama?" pintanya.
Baik Alvin maupun Riana, sama-sama tidak mengerti apa maksud dari perkataan Nyonya Rini. Apa beliau benar-benar menyukai Roger, atau ada maksud lain.
"Halo, Tante. Apa kabar?" tanya Riana basa-basi. Entah akan dijawab atau tidak, setidaknya Riana sudah melakukan salam sapa.
"Halo, saya baik, sangat baik," jawab Nyonya Rini.
Tuan Rames mengajak Alvin ke ruang kerjanya untuk bicara berdua saja. Tinggal Riana yang harus menghadapi Nyonya Rini seorang diri.
"Riana, saya mau tanya, bagaimana cara kamu mendapatkan anak ini?" Pertanyaan macam apa yang Nyonya Rini ajukan, jelas sudah memulai perang.
"Apa maksud, Tante?" balas Riana.
"Tante siapa yang kamu panggil, hm? Memangnya kapan saya menikahi paman kamu?" Sahut nyonya Rini. Jelas sekali ketidaksukaannya terhadap Riana.
Sebenarnya Riana malas untuk berdebat dengan nyonya Rini. Ingin sekali Riana pergi membawa Roger dari rumah itu saat ini juga.
Namun, keinginan itu dia urungkan saat mengingat kembali perkataan Alvin mengenai status keluarga yang lengkap untuk Roger.
Riana tersenyum. "Nyonya Rini pandai bercanda juga ternyata," ujarnya, berusaha bersikap biasa dan tetap tenang.
Nyonya Rini terlihat marah, saat mendengar Riana menanggapi ucapannya dengan ekspresi tenang, bahkan sempat memperlihatkan senyum tipis.
"Roger, ayo kita pulang," ajak Riana, mengacuhkan calon ibu mertuanya yang tengah menahan amarah.
"Tunggu. Biarkan anak itu tetap di sini, setidaknya sampai Alvin keluar dari ruang kerja," pinta nyonya Rini, saat Riana bersiap melangkah keluar meninggalkan rumah bersama putra kecilnya.
Cukup lama Riana menunggu di ruang tamu, tanpa ada percakapan antara dirinya dan nyonya Rini. Sementara Roger, sibuk memainkan permainan yang entah dari mana asalnya.
"Riana, Roger, ayo kita pulang. Aku akan mengantar kalian ke rumah," ucap Alvin, baru saja keluar dari ruang kerja.
Apa yang Alvin dan tuan Rames bicarakan di sana hingga begitu lama? Mungkinkah ada sebuah jalan ... atau justru semakin dipersulit?
.
"Vin, apa yang kalian bicarakan? Kenapa lama sekali?" tanya Riana sesampainya mereka di rumah.
"Nanti malam kita bahas, sekarang aku harus kembali ke kantor. Masih ada beberapa rapat penting yang harus dihadiri," terang Alvin.
Meski penasaran dengan pembahasan antara ayah dan anak itu, Riana harus tetap bersabar untuk menunggu Alvin selesai dengan pekerjaannya.
Riana paham betul Alvin orang yang seperti apa. Dia tidak akan meninggalkan tanggung jawabnya sebelum benar-benar selesai.
"Oke, aku tunggu kamu pulang kerja. Untuk makan malam, kamu mau makan apa?" tanyanya. Barangkali Alvin mau request menu.
"Terserah kamu aja, aku ikut. Roger, papi pergi kerja dulu ya. Baik-baik sama mami di rumah," ucapnya pada si malaikat kecil.
"Papi makan sama Roger lagi, kan?" tanyanya, memastikan.
"Iya, nanti sore papi ke sini setelah pulang kerja." Roger kembali memeluk Alvin sebelum dia pergi.
Alvin kembali melenggang di jalanan kota, dia harus kembali untuk rapat penting yang sempat tertunda karena berita hilangnya Roger dari sang kekasih.
Untung saja ada Alan, adiknya. Dia bisa menangani klien dan meyakinkan mereka yang sempat kecewa karena kepergian Alvin di tengah rapat dengan tiba-tiba.
"Kak Alvin, untuk rapat dengan klien diundur jam 3 sore nanti. Sekarang, para pemegang saham sudah menunggu di ruang rapat," ucap Alan, setibanya Alvin di kantor.
"Oke, minta Lydia siapkan berkas untuk klien," balas Alvin.
"Baik, Kak." Alan segera mematuhi perintah Alvin, Direktur Ravs Corp.
Rapat 30 menit dengan para pemegang saham berjalan dengan lancar. Lanjut rapat dengan klien di salah satu resto dekat Ravs Corp.
Semua pekerjaan Alvin yang sempat tertunda, berhasil diselesaikan dengan tepat waktu.
Waktu pulang, Alvin cukup terlambat karena ada pekerjaan yang mendadak. Sampai di rumah Riana ternyata sudah pukul 7.30 malam, Roger dan Riana menunggu Alvin selama satu jam lebih, hanya untuk makan malam bersama sesuai janji.
"Papi, kok datengnya telat? Roger udah laper, nih liat, perutnya masih kecil, kan?" ucapnya mengusap perut yang sudah kosong minta diisi.
"Maafin Papi ya, Papi janji ngga akan telat lagi. O iya, tadi Papi ada beli ayam kremes sebelum ke sini, kita makan sama-sama." Alvin meletakkan makanan yang baru dibelinya di atas meja untuk disajikan.
Untuk kesekian kali, keluarga kecil itu makan bersama. Meskipun status belum jelas, Alvin senang melihat Riana dan malaikat kecilnya bahagia seperti sekarang.
"Soal yang tadi, aku masih penasaran. Apa yang kamu dan papa kamu bicarakan di ruang kerja? Apa beliau tetap tidak merestui hubungan kita?" Riana kembali menanyakan hal yang sempat tertunda tadi siang.
Roger sudah tidur, Riana meminta Alvin untuk tinggal beberapa menit lagi, ada hal yang harus mereka bahas.
Alvin tampak ragu untuk menyampaikan apa yang tuan Rames katakan. Sebenarnya, dia tidak ingin Riana tau hal itu.
"Papa akan mengambil Roger," ucap Alvin.
"Mengambil Roger? Maksudnya?" ulang Riana, tak mengerti maksud ucapan Alvin.
"Papa tetap ngga setuju kalau kita menikah, tapi kalau kita tetap bersikeras, papa akan mengambil Roger," jelas Alvin.
"Jadi, kita harus menyerahkan Roger untuk pernikahan kita?"
"Enggak, aku ngga mau memberikan anakku pada mereka. Meskipun tuan Rames itu papa kamu, tapi kita ngga tau apa yang akan dilakukan tuan Rames kalau kita menikah nanti," ucap Riana, menolak keras persyaratan dari calon papa mertuanya.
"Aku juga berpikir begitu. Dulu papa menyuruh orang membakar rumah papa kamu saat tau hubungan kita, dan sekarang ... aku masih ngga bisa menebak apa yang akan dilakukan papa saat kita menikah, dengan Roger di tangannya." Sahut Alvin.
Riana berpikir sejenak. "Kita ngga usah nikah kalau gitu," simpulnya.
"Mungkin bisa begitu, tapi gimana dengan status Roger? Dia akan dicap sebagai anak tanpa ayah, karena lahir di luar nikah," ujar Alvin.
"Ngga ada orang yang berani mengatakan hal itu, ada aku yang akan melindunginya," tegas Riana.
"Untuk sekarang, mungkin kamu bisa, tapi gimana di luar sana, saat Roger sekolah nanti?"
"Jangan lupa, Roger terus memintaku untuk tinggal bersama kalian. Gimana kamu jelasin ini ke dia?" Tambah Alvin, justru terkesan menyudutkan Riana.
bersambung...