Taksi tiba di depan hotel milik Keenan. Dia memutuskan untuk mengajak Regina ke tempat itu. Ini pertama kalinya bagi Regina datang ke hotel bintang lima milik Keenan. Ia menyaksikan keindahan yang tak bisa ia lupakan.
"Wow! Bagus banget!" seru Regina. Ia terkesima melihat keindahan hotel tersebut.
"Ayo cepat jalan! Jangan kelamaan!" seru Keenan. Dia memperhatikan Regina masih asyik sendiri.
"Tuan muda, aku mau selfie dulu, ya. Lumayan bisa upload di inst*gr*m atau f*ceb*ok," kata Regina.
"Kamu disini saja, pegang kartu ini baik-baik. Kalau kamu mau makan, tinggal tunjukkan kartu ini, mereka akan melayanimu."
Kartu yang diberikan Keenan berwarna hitam dengan tulisan 'VIP'. Kartu itu hanya khusus diakses untuk orang dalam, seperti dirinya dan keluarganya. Kartu VIP berbeda seperti kartu kamar hotel.
"Kenapa kasih kartu ini padaku? Apa tuan muda mau pergi?" tanya Regina.
"Aku ada urusan yang tidak bisa diganggu," ucap Keenan sembari tersenyum miring. Dia menepuk pundak Regina.
"Lalu, gimana makanannya untuk pak David?"
"Kamu bisa bungkus juga, dengan kartu itu kamu bisa melakukan apapun."
"Sebanyak apapun yang aku makan, nggak masalah?"
"Terserah," ujar Keenan bernada dingin.
Ia tak mau berlama-lama mengurusi Regina. Dia langsung menuju kamar miliknya. Ketika ia membuka pintu, hembusan nafas ia keluarkan untuk mengurangi rasa gugup. "Gadis ke---" Perkataan Keenan terhenti, keningnya berkerut saat tak melihat Kyra. Dia mencari Kyra di sekitar sana, namun tak ditemukan juga.
"Beraninya kamu kabur dariku!" Keenan mengepalkan tangan. "Kamu pikir, aku akan diam saja karena kamu kabur?" kata Keenan.
Dia tak mengira Kyra mengelabuinya diam-diam. Jika dilihat dari caranya, Kyra tidak menggunakan kartu kamar hotel untuk keluar dari sana karena benda itu dibawa Keenan. dia meyakini satu hal, kalau Kyra menghubungi pihak hotel menggunakan telepon yang ada di kamar hotel.
Kyra pasti memainkan trik agar mereka mempercayai ceritanya. Keenan tak berhenti mengumpat berkali-kali. Dia tak berhenti berpikir hingga ia mencari Regina. Wanita itu masih asyik menikmati makanannya.
Dia memesan banyak sekali menu, bahkan semua makanan yang ada di hotel dicobainya satu-persatu. "Ini benar-benar enak. Nggak kusangka aku makan makanan seenak ini. Semua makanan ini terasa di surga." Regina tak berhenti menyantap makanan seakan tak pernah kenyang.
Sosok Regina yang tidak gemuk, pasti banyak orang yang merasa iri dengannya. Dia bisa makan sebanyak apapun, tetapi tidak pernah gemuk. Regina bangga dengan dirinya seperti itu. Ketika ia menggigit ayam bakar, Keenan menepuk pundaknya.
Wanita itu menoleh, ayam panggang pun terjatuh pada piringnya. "Tu-tuan muda? Mau makan juga, ya?" ujar Regina sambil tersenyum lebar. Keenan tak menjawab pertanyaan Regina, ia malah menyuruhnya untuk pergi bersamanya.
Regina menelan ludah. Baru saja dia menikmati makanan dan masih belum memuaskan perutnya, Keenan malah memberinya tugas. Keenan menatap Regina tajam. "Kenapa? Nggak mau? Kalau nggak mau, kamu bisa bayar semua biaya makanan yang dari tadi kamu makan," kata Keenan bernada dingin.
"Eng-enggak. Aku mau, Tuan muda. Hanya saja…"
"Apa?"
"Aku belum memberitahu mereka untuk membungkus makanan untuk pak David."
"Tidak perlu."
"Tuan muda tega sekali dengan pak David. Kalau sesuatu terjadi padanya gimana? Pak David masih sakit, pasti kesulitan untuk memesan makanan."
"Aku bisa menghubungi pihak rumah sakit untuk mengurusi makanannya."
"Makanan rumah sakit tidak enak, Tuan muda. Gimana kalau kondisi pak David bertambah parah? Pak David juga belum mencari tahu tentang identitas perempuan itu. Bukankah, tuan muda sangat memperdulikan nona itu?" desak Regina.
Keenan menghela nafas. Dia paling tak bisa, jika didesak pada hal-hal yang berhubungan dengan Kyra. "Kamu paling bisa ya, mengancamku dalam hal ini." Keenan menggelengkan kepala.
"Itu karena aku mencemaskan pak David."
"Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menyuruh staf hotel untuk mengirimkan makanan kesana."
"Itu ide yang bagus." Regina mengacungkan jempol ke arah Keenan. Keenan memandang pramusaji hotel. Mereka bekerja cekatan dalam menyiapkan santapan pada setiap orang yang menginap disana.
"Kalian semua, berikan makanan di hotel ini yang terbaik dan kirim ke rumah sakit. Pasien bernama David…" Keenan tak ingat nama panjang David.
"David Ivander," sahut Regina.
"Ah, iya itu namanya."
"Baik, Tuan," jawab mereka serentak.
"Oh iya satu lagi, berikan beberapa roti yang terbaik untuk ia santap."
"Baik, Tuan."
"Regina, sekarang kamu ikut aku!" Keenan menarik tangan Regina dengan asal.
"Makananku belum habis, Tuan muda."
"Kamu makan sampai sekenyang apa? Perutmu sudah seperti wanita hamil saja," ujar Keenan kesal.
"Nggak sebesar itu juga. Biasanya lebih besar dari ini, tetapi setelah itu mengempis dengan sendirinya."
"Aku nggak mau tahu apa alasanmu. Kalau kamu masih disini juga, jangan harap kamu bisa bekerja denganku lagi," kata Keenan seraya meninggalkan Regina. Wanita itu menganga, tak percaya dengan perkataan Keenan.
"Tuan muda, tunggu!" Regina berlarian mengejar Keenan.
Karena berlarian kencang, perut wanita itu terasa sakit. Dia tidak menghiraukan rasa sakit itu. Dia lebih takut kehilangan pekerjaan dibandingkan mengkhawatirkan kondisi perutnya. "Mobil ada di gudang, kita kesana dulu saja," kata Keenan.
"Gimana kalau kita bertemu penjahat disana?"
"Aku rasa tidak mungkin. Kita tidak punya banyak waktu."
"Tuan muda, sebenarnya misi apa yang ingin kamu berikan padaku kali ini?" tanya Regina, ia berusaha memutar otaknya agar menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Namun, ia belum menemukan jawaban yang tepat.
"Menemukan perempuan itu. Dia berani kabur dari hotel ini."
Keenan mengepalkan tangan, kekesalan di hatinya masih belum berkurang. Dia akan melakukan sesuatu, jika bertemu dengan Kyra lagi. Saat itu terjadi, Keenan tidak akan membiarkan Kyra berbuat seenaknya. Hukuman apa yang akan diberikan Keenan terhadap wanita itu?
"Apa tuan muda membawa nona itu kemari?" Regina tak bisa membayangkan apa yang Keenan lakukan terhadap Kyra, pikirannya melayang.
"Jangan berpikir yang aneh-aneh!"
"Kasihan juga perempuan itu. Dia pasti menderita berada didekat tuan muda," pikir Regina. "Aku ingin sekali bertemu dengannya. Aku penasaran seperti apa wajahnya. Apa dia cantik, sehingga tuan muda segila ini? Mungkin, wajahku lebih cantik darinya. Ah, sudahlah siapapun dia, kita pasti akan bertemu suatu hari nanti," batin Regina.
"Tunggu sebentar!" ucap Keenan tiba-tiba.
"Ada apa, Tuan muda?"
"Kenapa tidak ada taksi yang mengarah kemari?"
"Seharusnya jam segini sudah ada. Apa mungkin ada penyekatan di persimpangan lampu merah di sebelah sana?"
"Tidak mungkin. Penyekatan pun tidak mungkin selama ini. Aku yakin sesuatu pasti terjadi."
"Tuan muda, apa jangan-jangan…"
"Ada apa? Jangan menakutiku!" ucap Keenan. Regina menelan ludah.
"Aku rasa, kita dipermainkan oleh seseorang lagi."
"Kalau itu benar, apa yang dia rencanakan? Kenapa mencegahku pergi?"
"Apa mungkin pak David dalam bahaya besar?"
"Ini gawat! Kita terlalu lama meninggalkan David. Aku tidak memikirkan tindakan orang itu sejauh itu."
"Kita tidak punya banyak waktu, Tuan muda. Kita harus bergerak cepat, tetapi gimana caranya kita ke rumah sakit? Taksi saja tidak ada."
Apa yang akan dilakukan Keenan selanjutnya? Hal-hal yang menarik akan segera tersingkap. Yuuk, simak terus :)