Wajah tampan dengan segudang pesona, berbadan sixpack seperti model. Pria itu turun dari taksi, memasuki lobby mall. Auranya yang memikat, tak sedikit perempuan melirik pria itu. Setiap lirikan menaikkan hormon dopamin mereka.
Keenan tak memedulikan tatapan-tatapan yang mengesalkan itu. Ekspresi wajahnya begitu dingin. Mungkin, jika Cavero yang ada disana, ia akan tebar pesona dan bergerak cepat untuk mendapatkan kontak perempuan manapun.
Sosok Keenan berbeda. Namun, perbedaan itu menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian perempuan. Rasa penasaran mereka terhadap Keenan begitu tinggi. Bahkan, mereka mengikuti Keenan kemana ia melangkahkan kakinya. Ia berhenti pada salah satu toko pakaian wanita.
Keenan membalikkan badan, seperti artis yang memiliki fans banyak, dia melihat banyak orang yang berada didekatnya. Beberapa dari mereka memotret Keenan seraya memberikan senyuman yang terbaik. Keenan menghembuskan nafas kesal. Ia paling tak suka menjadi pusat perhatian.
Pria itu berjalan ke arah mereka, memperhatikan mereka satu-persatu. Tatapan matanya yang tajam, tak membuat mereka pergi. "Hapus semua fotoku atau kalian semua akan tahu akibatnya!" seru Keenan bernada dingin. "Hapus sekarang juga!" kata Keenan sekali lagi.
Ia menegaskan berkali-kali kalau tak ingin menjadi sorotan mereka. Wajah mereka tampak sedih, mereka meninggalkan Keenan. Beberapa dari karyawan toko melihat tindakannya. Keenan melotot tajam ke arah mereka.
Mereka menundukkan kepala, tak berani menatap Keenan. Pria itu tak terlalu mengurusi mereka. Dia mencari dress yang sangat cocok dengan Kyra. "Aku mau ini, berikan aku ukuran agak besar," ucap Keenan.
Dia sangat hafal dengan bentuk tubuh Kyra. Walau panjang dari dress itu sesuai dengan wanita itu, namun, lebar dada nya pada pakaian itu terlihat mengecil jika dipakai Kyra. Karyawan toko itu mengangguk, dia mengabulkan permintaan Keenan.
Beberapa menit kemudian, pegawai toko itu menunjukkan dress dengan ukuran yang diminta Keenan. Dress yang cantik berwarna rose gold bermotif prada putih di atasnya, tanpa lengan memberikan kesan anggun. Keenan tak berkedip melihat dress itu.
Dia membayangkan Kyra mengenakan dress itu sambil berdansa dengannya. "Apa yang aku pikirkan? Apa aku sudah gila?" batin Keenan seraya menggelengkan kepala. "Bungkus yang ini, ya," ucap Keenan. Karyawan toko itu menganggukkan kepala. "Bungkus yang cantik," kata Keenan.
"Baik, Kak. Tunggu sebentar, ya!" ucapnya lembut.
"Eh, gak jadi. Bungkus apa adanya aja." Keenan tiba-tiba merubah pikirannya. "Buat apa aku rapi-rapi hanya untuk wanita seperti dia saja," pikir Keenan.
Keenan membawa tas belanja berwarna hitam dari toko itu, tatapannya beralih pada smartphone official store. "Berikan aku yang paling mahal!" seru Keenan.
"Ada dua handphone, Kak. Dua-duanya merupakan model terbaru yang sedang booming. Mau yang mana, Kak?" tanya pegawai itu. "Atau mungkin, mau yang couple?"
"Couple?"
"Iya. Memang harganya tak semahal dua handphone ini, tetapi model serta warnanya sedang trend dan dicari oleh pasangan. Jika kakak sedang punya pacar, mungkin…"
"Tidak perlu. Itu sangat merepotkan. Beli yang ini saja," kata Keenan, menunjuk salah satu smartphone yang ditawari tadi.
"Baik, Kak. Tunggu sebentar, ya."
Pegawai itu membungkus handphone yang dipilih Keenan. Akan tetapi, Keenan tak merespon. Ia memperhatikan handphone couple yang berada tak jauh darinya. "Kakak mau yang ini juga? Pasti buat gebetan ya," terka pegawai itu.
"Sok tahu kamu! Namun…"
Keenan melihatnya penuh keraguan. Dia tidak ingin dianggap pria yang lebay atau kekanak-kanakan, tetapi membayangkan dirinya dan Kyra memiliki handphone yang sama hanya beda warna, senyuman tampak pada bibirnya.
Terlebih lagi, ia dapat menggunakan kesempatan itu untuk menggoda Kyra. Jika Kyra tak menurutinya, ia mencium wanita itu sebagai hukuman. Senyuman Keenan kian melebar, ia tak sabar menunggu momen seperti itu. "Aku berubah pikiran. Bungkus yg ini saja."
"Baik, Kak."
Lima menit kemudian, Keenan membawa belanjaannya sambil tersenyum riang. Senyuman Keenan menghipnotis kaum hawa disekitarnya. Kedua kakinya terhenti seketika, bukan ingin 'say hi' atau menggoda mereka, ia tertarik pada toko yang menjual pakaian dalam wanita.
"Jika aku membeli ini juga, ekspresinya pasti sangat menggemaskan. Aku bisa menghukumnya seperti apa yang ku inginkan."
Keenan memperhatikan setiap bra atau cd yang dipajang disana. Pengunjung-pengunjung serta karyawan toko yang ada di tempat itu terkejut melihat pria tampan datang tanpa rasa malu memilih pakaian wanita. Selain itu, ia juga memegang bra yang ber-cup D setinggi kepalanya.
Mereka menggelengkan kepala sembari tersenyum kecil. Keenan lebih sibuk memilih pakaian dalam yang cocok untuk Kyra ketimbang mengurusi orang-orang disekitarnya yang tak penting. "Aku rasa ini cocok," kata Keenan.
Ketika ia membalikkan badan, hendak memanggil karyawan toko, sorotan kedua matanya terpesona pada sepasang pakaian dalam berwarna merah. Senyuman tersungging pada bibir tebalnya. "Warna merah itu terlihat sexy. Ini akan menjadi sesuatu yang menarik." Keenan menopang dagu, berpikir agak keras.
Ia menggagalkan pakaian dalam yang berwarna pink tadi. Dia lebih tergoda pada warna merah yang menyala karena menambah gairahnya sejenak. Setelah puas apa yang ia beli, ia berjalan menuju lobby mall untuk keluar dari tempat perbelanjaan itu.
Langkahnya terhenti sesaat, ia melihat perempuan yang mirip Regina. Keenan menarik tangan perempuan itu. Wajahnya memerah melihat ketampanan Keenan. Ia berpikir Keenan mengajaknya berkenalan.
Perempuan itu tersipu malu. Keenan mendorongnya tanpa peduli rasa sakit yang wanita itu derita. "Kenapa malah salah orang? Aku pikir itu Regina. Tak kusangka, hanya dari samping saja yang mirip, selebihnya tidak." Dia menghembuskan nafas dengan kesal.
"Apa mungkin aku harus kembali ke gudang untuk menemukan keberadaan Regina dan David? Namun, jika aku ke sana, dia akan menungguku lama. Aku tidak mau membebaninya. Ah, sial! Apa yang harus aku lakukan?" lirih Keenan.
Saat pikirannya bimbang, Regina menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi. Ia menggila dan tak peduli polisi mengejarnya. Polisi-polisi itu menyesuaikan kecepatan pada motor yang dikendarai Regina, namun Regina tak berhenti.
Wanita itu menancapkan gas hingga berada di kecepatan yang tertinggi. Saking cepatnya, ia kesulitan melihat kendaraan lain yang melintas di dekatnya. Dia tidak takut dengan kematian yang menjemputnya. Gerakan motornya semakin tak terkendali.
Regina tetap tak berhenti seakan ia tak pernah lelah. Polisi-polisi yang bersemangat mengejarnya, kini tertinggal jauh. Mereka kehilangan jejak Regina. Wanita itu berteriak kemenangan karena berhasil lolos dari polisi-polisi itu.
Bodohnya, Regina tak dapat menghentikan motornya. Dia semakin kewalahan. Tak tahu harus berbuat apa, ia melompat dari motornya hingga motor kesayangannya itu tertabrak pohon. Dia beruntung nyawanya terselamatkan. Keringat menetes membasahi wajahnya.
Regina menstabilkan nafas yang terasa berat. Dia duduk di tanah tanpa berpikir panjang. "Ke mana aku harus melangkah untuk mencari tuan muda?" tutur Regina.
Dia menenggelamkan kepalanya pada kedua tangan. Suara derapan langkah terdengar di telinganya. Dia mengambil pistol, lalu mengarahkan senjata itu dengan cepat. Pistol siap ditembakkan, semua pikirannya terhenti saat melihat sosok yang ia kenal.
"Pak David?" tanya Regina. Tiba-tiba pria itu tak sadarkan diri. "Pak Daviiiid…." teriak Regina sembari berlarian ke arahnya.
Sesuatu telah terjadi pada David, mungkinkah pria itu akan selamat atau tewas tanpa tahu siapa pelakunya?