Matahari masih belum menunjukkan pesonanya yang dapat membakar kulit seketika. Cavero terlebih dahulu tiba di kolam renang. Ia memandang air yang jernih tanpa pantulan cahaya matahari. Pria itu melepaskan bajunya, hanya membiarkan boxer melekat pada bagian sensitifnya.
Disusul oleh Xyever, pria itu berdiri di sebelah Cavero sembari menatapnya. Keduanya saling tersenyum. "Kamu gugup?" tanya Xyever.
"Rubik bukan hal sulit. Kamu tahu sendiri kalau aku pemecah rekor terbaik selama bermain rubik," ucapnya menyombongkan diri.
"Kali ini berbeda. Aku merasa, permainan akan cukup sulit," kata Xyever.
"Semakin sulit akan semakin menantang." Cavero merenggangkan kedua tangannya ke depan dan ke atas.
"Aku enggak sabar terjun langsung. Cuaca sangat mendukung seakan-akan Tuhan memberikan dukungan yang penuh untuk kita," kata Xyever. Dia melepaskan bajunya dan terlempar begitu saja.
Baju itu terkena wajah Keenan. Dia melotot tajam. Kemudian, ia melempar balik hingga terjatuh di kolam. "Oh tidak, bajuku! Siapa yang…" Keenan berdiri di sampingnya, seperti memberi tanda bahwa dia pelakunya. Xyever tak bisa berkata apa-apa. Dia memilih tak berbicara.
Sedangkan dua pria lainnya, Harrison dan Devano saling menatap. Mereka melepaskan baju bersamaan. Harrison menggertakkan gigi, ia tampak tak senang dengan kehadiran adiknya. Sedangkan Devano, mengarahkan jempolnya ke arah bawah, seperti meremehkan Harrison.
Sementara itu, Kyra agak sedikit gugup. Dia merasakan kedua tangannya dingin, padahal belum menyentuh air. Dia berdiri agak jauh dari kelima pria itu. Viena, Melisa, dan Shana berdiri bersejajar. Mereka bertiga berada paling jauh di antara keenam orang itu.
Keenan menoleh ke belakang, ia melihat Kyra yang merentangkan tangannya ke segala arah. Pria itu menghampirinya. "Apa kamu sedang berolahraga? Kenapa tidak bersiap-siap?"
"Aku sudah siap."
"Apa mungkin, ini pertama kalinya kamu datang ke kolam renang yang mewah seperti ini?" tanya Keenan. Salah satu alisnya terangkat.
"Siapa bilang? Di rumahku juga memiliki kolam renang yang besar." Dia membuang muka.
"Oh ya? Aku penasaran, seperti apa rumahmu itu. Apa kamu seorang putri yang terlahir seperti keluarga kami?"
"Aku tidak berharap menerima tamu sepertimu. Rumahku terlalu berharga untukmu," kata Kyra. Dia melipat kedua tangannya.
"Kalau kamu merasa berasal dari kalangan teratas, kamu harus menunjukkan pesonamu," bisik Keenan seraya tersenyum miring.
"Pesonaku?"
"Kenapa? Kamu tidak tahu caranya?"
"Aku tunjukkan bagaimana pesonaku." Kyra melihat air kolam sambil berjalan anggun.
"Mau kemana?"
"Tunjukkan pesonaku."
"Gadis kecil, kamu itu sama sekali tidak mengerti apa yang ku maksud." Keenan menarik tangan Kyra.
"A-apa yang kamu lakukan?"
"Diamlah!" Keenan melepaskan pakaian Kyra.
"A-aku sudah bilang jangan menyentuhku!" Kyra memukul wajah Keenan. Namun, pukulan itu tak terasa apa-apa. Keenan menangkap tangan Kyra terlebih dahulu.
"Ini jauh lebih baik daripada penampilanmu yang sebelumnya."
Kyra menatap dirinya yang menyisakan pakaian dalamnya. Setidaknya, Keenan tidak melepaskan keseluruhan pakaiannya. Dia hanya ingin melihat Kyra memakai bikini saja. "Kalau kamu merasa kedinginan, kamu boleh memilih salah satu di antara pria disini yang bisa menghangatkanmu," bisik Keenan.
Kyra menatapnya kesal seraya membuang muka. Lalu, ia berjalan dan berdiri di sebelah Cavero. Pria itu menatapnya seakan-akan ingin menerkamnya. Pakaian minim yang dipakai Kyra menggodanya sesaat. Dia menarik pinggang Kyra hingga jarak di antara mereka sangat dekat.
"Ja-jangan berlaku kurang ajar!"
"Aku tidak bisa tenang dengan menatapmu begini. Aku ingin..."
"Cavero, singkirkan tanganmu sekarang juga! Sebentar lagi permainan akan dimulai. Apa kamu mau langsung tereliminasi dari permainan ini?" kata Keenan.
"Sial! Aku terlalu terbawa suasana, sehingga lupa diri sesaat," batin Cavero. Ia menyingkirkan kedua tangannya yang nakal dari wanita itu.
Kyra bergerak mendahului kelima pria itu. Ia melompat ke kolam renang tanpa rasa takut. Rubik telah dipegang satu-persatu. Tak butuh waktu lama bagi mereka terjun ke dalam kolam renang. Keenan bergerak lebih cepat dibandingkan keempat pria tersebut.
Setelah ia melompat, Cavero tak ingin kalah cepat. Ia melompat dengan gaya bebas, walau kecepatannya berada di bawah Keenan. Selanjutnya, Harrison dan Devano melompat bersamaan. Mereka melompat tanpa memperhatikan kolam. Mereka terlalu sibuk dengan tatapan mata yang kian menajam.
Xyever menarik nafas, lalu menahannya sebelum menyentuh air. Ia berenang dengan gaya kupu-kupu. Gerakannya sangat lincah. Ia melihat beberapa pasang kaki yang tak jauh darinya. Kemudian, dia menghembuskan nafas saat kedua kakinya menyentuh dasar kolam.
Air sebatas dadanya, cukup tinggi kedalaman air kolam itu. Berbeda dengan dirinya, air menyentuh leher Kyra. Mungkin, Kyra satu-satunya orang yang paling pendek di antara mereka.
Keenan menepuk kedua tangannya sebanyak tiga kali, memberi isyarat pada ketiga asisten rumah tangga. Viena, Melisa, dan Shana berdiri di dekat kolam. Ada jam pasir di tangan Melisa.
"Kalian semua harus melihat jam pasir itu. Jika jam pasir itu telah habis, maka waktu juga habis. Setiap babak terdiri dari tiga. Siapa yang bisa bertahan pada ketiga babak itu, akan dinyatakan pemenang. Namun, semua tergantung dari nona itu. Karena dia lah yang menentukan siapa pemenangnya. Mengerti?"
"Itu sangat mudah. Aku tidak akan pernah kalah bermain rubik," ujar Cavero. Dia mengingat pertandingannya bersama Keenan dahulu. Walau berselisih sedikit, Cavero lebih cepat dibandingkan Keenan. Rasa percaya dirinya meningkat.
"Permainan dimulai!" Keenan menepuk tangan dua kali. Lalu, Melisa membalikkan jam pasir. Suasana yang cukup mendebarkan, siapakah yang akan menang?
Mereka begitu cepat dalam memainkan rubik. Siku tangan Cavero menyentuh bahu Xyever. Dia ingin menyingkirkan pria itu. "Kamu ingin menyingkirkanku? Itu tidak akan mudah, Ferguso," ucap Xyever seraya tersenyum lebar.
Bahu Xyever bergerak mencoba melawan siku tangan Cavero. Cavero bergerak mundur ketika Xyever hampir menginjak kakinya. Rubik yang berada di tangan Cavero pun terjatuh.
Pria itu berhasil mengambilnya sebelum Kyra bergerak. Cavero agak kesal. Dia menendang paha Xyever hingga kepalanya terkena punggung Keenan.
Walau Keenan kesal, ia tetap fokus dengan rubik yang ditangannya. Xyever sengaja menabrak punggung Cavero, sehingga pria itu tidak fokus. "Xyever, sialan!" seru Cavero. Ia tak bisa membiarkan sepupunya berbuat seenaknya. Ketika Cavero ingin membalas Xyever, ia pergi mendekati Devano. "Awas, ya kamu nanti!"
Cavero menatapnya agak kesal. Gara-gara Xyever, Cavero salah melangkah. Dia mengacak-acak rambutnya melihat susunan rubik semakin kacau. Sementara itu, Harrison memegang rubik menggunakan satu tangan.
Tangan kanannya yang tidak memegang rubik memainkan air hingga mengenai wajah Keenan dan Devano. Xyever tidak terkena air itu karena berada di belakang Devano. Ia cukup tenang. Akan tetapi, menit selanjutnya rubik yang ia pegang terlepas dari genggamannya.
Kyra menghampirinya. Tangannya ingin meraih rubik itu, namun air membasahi wajah Kyra. Xyever tersenyum, lalu mengambil rubiknya. Kyra tak ingin menyerah. Dia menendang pantat Xyever hingga ia salah memutar rubik.
Rubik terlepas lagi dari tangannya. Kali ini, rubik ditangkap Cavero. Dia memutar rubik itu dengan asal. "Cavero, apa yang kamu lakukan?"
"Salahmu sendiri kamu membuat susunan rubikku hancur." Cavero melempar rubik Xyever ke arahnya. "Good catch," kata Cavero ketika rubik berhasil ditangkap oleh Xyever.
Sorotan mata Kyra tampak kesal, tak ada rubik yang berhasil ia tangkap. Devano tanpa sengaja menyentuh bahu Kyra, wanita itu tersenyum. Mungkinkah, itu pertanda baik? Apa yang akan terjadi setelah itu?