"Bagaimana penemuan baru ku?" ucap seorang wanita bertanya kepada lelaki yang mengenakan jas dan topeng berwarna hitam.
"Payah," ujar pria itu dengan datar.
"Hei! seenaknya saja kau!" wanita tersebut memutar kursinya dan menghadap pria tersebut.
"Huh.." pria itu menghela napas, lelah.
"Sepatu ini terlalu cepat, ini membuatku sangat lelah. Itu sebabnya ini adalah karya paling payah yang pernah kau ciptakan. Lain kali, perhatikan kenyamanan pengguna," lanjutnya.
"Baiklah, maaf. Akan ku buatkan yang lebih baik lagi seperti, jam teleportasi, jubah tak terlihat, atau..... Hummm....".
"Buatlah apapun yang dapat membantu tugasku," pria tersebut telah berganti baju mengenakan pakaian sekolah.
"Kau Hendak sekolah?"
"Iya, memangnya mau kemana lagi dengan pakaian seperti ini??"
Terlihat kaki pria tersebut lebam kebiruan. Mungkin ia tersandung batu saat melaksanakan tugasnya? Bisa saja. Sang wanita mendekatinya, mengecek lebam di kakinya,
"Kau bisa istirahat hari ini jika kau mau".
Pria tersebut hanya terdiam dan berkata, "akan".
.
"Gavin Mahaparna," ujar Kentaro.
"A- ah.... Ken, kau bisa ambil satu meja dan kursi untuk mu sendiri kan?" Ujar Pak Warno, guru di kelas.
Pak Warno takut padanya. Seorang anak pemarah dengan tingkah laku aneh dan tidak sopan ini ditakuti?? Memangnya siapa dia?. Kentaro kesal dengannya, ia benci. Sungguh, benci sekali. Sangat - sangat kesal. Ingin sekali ia membalas semua itu, namun ia ingat ini masih di sekolah. Awas saja saat pulang sekolah nanti!!
Ia pun mengalah, merapikan buku - bukunya yang berserakan dan menuju gudang untuk mengambil meja dan kursi tambahan. Jujur itu sangat melelahkan, karena gudang di lantai satu dan kelasnya berada di lantai dua. Dia harus menggotong meja dan kursi tersebut ke atas sendirian. Tentu tidak mungkin ia membawa sekaligus kan? Oleh karena itu ia berencana membawa meja terlebih dahulu, barulah kursi setelahnya.
Meja dan kursi sudah ia bawa ke kelasnya. Ia meletakan kedua benda tersebut ke belakang kelas di samping dua meja dan kursi milik Gavin dengan jarak satu meter. Itu perintah dari Gavin langsung. Kentaro hanya menatap Gavin dengan tatapan kesal selama pelajaran. Ia bahkan tidak fokus pada pelajarannya.
Pletak...
Itu suara pulpen Kentaro yang ia genggam kuat hingga patah. Kasihan pulpennya, jadi korban amarah Kentaro.
"APA?!" tanya Gavin.
Kentaro terkesiap dan berpura-pura memerhatikan pelajarannya. Oke, dia hanya tidak mau menciptakan keributan. Bukannya takut.
.
Ditempat kejadian perkara, atau lebih tepatnya lokasi dimana mayat korban ditemukan, polisi menyelidiki kasus 'writer'. Mayat mereka di temukan di sebuah gudang kosong yang letaknya jauh dari daerah Jakarta. Ini termasuk kasus baru di Yogyakarta. Biasanya 'writer' membunuh hanya di sekitar daerah Jakarta. Apakah 'writer' ada di Yogyakarta sekarang? Atau kah hanya lokasi pembunuhannya saja yang pindah?
"Ini ulah 'writer', lagi?" Tanya perwira Putra pada komandan Ryu.
"Dilihat dari tanda dan jejak di tubuh korban," komandan Ryu mengecek leher salah satu korban,
"Ini benar 'writer', " Lanjutnya.
"Apakah berarti ia lokasi pembunuhan berpindah? Atau pindah markas?" Tanya perwira Putra kembali.
"Tidak tahu".
Perwira Putra mencatatnya, sebagai arsip dan berkas selama penyelidikan. Komandan Ryu masih mengecek kondisi tubuh korban. Diantara lima korban tersebut, ia menemukan suatu hal menarik pada salah satunya.
Noda kopi di pakaian korban.
Komandan Ryu pun mendekat ke korban ini. Ia memeriksa lengan korban yang terdapat noda itu. Dia menghirup aroma dari noda tersebut.
Cappuccino.
"Maaf komandan, tim kami terlambat karena ada kendala," ujar Rina, ahli forensik yang biasa menyelidiki kasus 'writer'.
Komandan Ryu berdiri, "Cepat otopsi mayat korban!".
"Baik komandan," tim forensik langsung bergerak.
"Oh ya, jangan lupa cek noda kopi yang ada di lengan korban!"
"Baik pak".
Setelah itu, Komandan Ryu bergabung dengan Perwira Putra yang sedang bertanya-tanya kepada orang sekitar mengenai mayat-mayat ini. Mereka pun tidak ada yang tahu perihal mayat tersebut. Warga mengatakan bahwa korban nampaknya asing. Lagi - lagi, mereka tidak mendapatkan apapun mengenai kasus ini.
Hanya noda kopi yang dilihat oleh Komandan Ryu sebagai petunjuk. Semoga saja itu dapat membantu.
.
Kentaro mengendap-ngendap mengikuti Gavin. Seperti katanya, ia akan membalas dendam saat pulang sekolah. Liat saja nanti.
Gavin sudah menyadari bahwa ada yang mengikutinya. Ia menengok kebelakang, tapi tidak ada siapapun. Jelas, karena Kentaro sempat bersembunyi. Gavin pun tidak menghiraukannya dan tetap berjalan. Namun, tetap saja Gavin kesal dengan penguntit ini. Pada akhirnya, Gavin berlari dengan dengan sangat cepat. Kentaro pun masih berusaha untuk mengikuti Gavin. Ia terus berlari mengejar Gavin.
"Sial, cepat sekali ia berlari," ujar Kentaro sambil berlari.
Ia terus berlari hingga sampai di suatu gedung tua yang sudah tidak terpakai. Sekitaran gedung tersebut di penuhi reruntuhan dan pasir. Kentaro kehilangan jejak Gavin. Ia terus memasuki gedung ini. Bagian dalam gedung terlihat banyak coretan.
Gedung ini juga sangat bau. Lantai - lantainya lengket dan basah. Ada yang mengompol disini? Baunya Pesing sekali. Atau mungkin orang sengaja kencing disini.
"Arghhh....," Kentaro terpeleset, hingga ia terduduk di lantai.
"Aduh, tempat apa ini??" Kentaro berusaha mendirikan tubuhnya.
Ia menepuk - nepuk baju dan menyentuh bokongnya yang basah.
"Halo!!! Ada orang disini??" Kentaro berteriak, tiada jawaban kecuali suara gema yang bersahutan.
"Gavin!!" Lagi - lagi suaranya di jawab oleh gema.
"Sepertinya Gavin tidak ada disini," gumamnya.
Ia pun berbalik dan beranjak pergi dari tempat itu. Lagi pula ia juga harus mengganti celananya yang basah dan bau pesing. Sungguh sangat memalukan.
"Mengapa kau mengikuti ku?"
Gavin ternyata sudah menunggu Kentaro di luar. Kentaro terkejut dan,
"Emm... I- itu, anu. A-"
"Cepat katakan, aku tidak punya waktu berurusan denganmu".
"A- aku ingin meminta maaf, hehe," Kentaro menggaruk kepalanya tidak gatal.
Gavin yang melihat itu mengangkat alisnya satu. Ia tampak tidak memercayai perkataan Kentaro. Penguntit ini hanya ingin meminta maaf kepadanya?
Gavin mengangkat tangannya seperti hendak memukul. Kentaro yang melihat hal tersebut menutup matanya, takut.
Dor..
Sebuah peluru meluncur, nyaris mengenai mereka berdua. Kentaro membuka matanya, terlihat Gavin memiringkan kepalanya dan ia juga memiringkan kepala Kentaro. Peluru bisa saja menembus kepala mereka jika tidak tepat waktu.
Gavin segera menarik tangan Kentaro dan berlari masuk ke dalam gedung tersebut. Kentaro hanya pasrah ditarik seperti itu, daripada ia mati tertembak.
Setelah sampai di dalam, Gavin mengambil ponselnya dan menyalakan senter sebagai penerangan. Kemudian, mereka lanjut berlari.
Dor... Dor...
Tembakan demi tembakan masih terus diluncurkan. Penembak itu terus mengikuti mereka hingga ke dalam. Tapi, mereka berhasil bersembunyi di sebuah ruangan gelap.
Gavin terus memeluk Kentaro yang ketakutan.
Tap.. tap.. tap..
Terdengar suara langkah kaki mendekati ruangan tersebut.
Tok.. tok.. tok...Tok...