"Bagaimana hari pertama kamu MPLS, Veli? Apa semuanya berjalan dengan lancar?" tanya ibunya.
"Iya ibu, semuanya berjalan dengan lancar. Ada banyak sekali siswa siswi dari berbagai sekolah. Bahkan aku sudah berkenalan dengan beberapa orang disana," jawab Veli penuh antusias. Ibunya membalas dengan tersenyum bahagia. Veli sangat senang melihat ibunya tersenyum. Biarpun sedikit keriput di sudut matanya, sama sekali tidak mengurangi kecantikannya. Malam harinya Veli termenung dan tidak sabar untuk menunggu hari berganti. Lagi-lagi ia kembali memikirkan siswa tersebut. Sehabis makan tadi siang, ia sibuk mencari nomor siswa tersebut lewat foto profil dari peserta grup WhatsApp. Tapi ia tidak menemukannya.
"Ayolah, aku tidak pernah bersemangat seperti. Kapan besoknya, aku sudah tidak sabar lagi ingin bersekolah," teriaknya dari dalam kamar.
"Ada apa Veli, tidak biasanya kamu seperti ini. Atau jangan-jangan kamu lagi ketemuan sama seseorang di sekolah ya ...," goda ibunya yang mengintip dari pintu kamar.
"Ah ibu." Veli membenarkan posisinya menjadi duduk, "Aku gak sabaran buat besok, karena tidak sabar ingin melihat kelasku seperti apa. Bukan mau ketemuan sama orang."
"Hahaha, baik-baik lah. Pergilah tidur, jangan sampai kesiangan besok. Selamat malam." Sang ibu mengecup keningnya dan pergi keluar dari kamar. Veli kembali berbaring menarik selimutnya, memang benar ia tidak sabaran ingin melihat kelasnya seperti apa, sekaligus tidak sabaran ingin bertemu siswa itu lagi. Siapa tahu ketemu besok.
***
Tung ting tung ting tung ting ....
Bunyi alarm langsung membuat putri tertidur ini kembali membuka matanya. Ia bangkit berjalan ke dapur untuk minum. Dari arah dapur sudah tercium aroma nasi goreng. "Selamat pagi ibu."
"Selamat pagi juga Veli." Setelah meneguk segelas air, Veli duduk di kursi untuk menyantap nasi goreng terenak buatan ibunya. "Enak sekali ibu," puji Veli.
"Bisa aja kamu, makanlah, setelah itu pergi mandi. Katanya kamu tidak sabaran untuk menunggu hari berganti, ini sudah berganti lho."
"Iya ibu." Veli dengan cepat menghabiskan sarapan dan pergi melakukan aktifitas lain. Sampainya ia di sekolah, ia pun bertemu Mely yang kebetulan baru saja tiba. "Tumben kamu sepagi ini Veli, biasanya kamu agak siang," kata Mely tersenyum.
"Kenapa? Gak boleh ya, aku datang awal-awal. Lagian nanti ini sekolah jadi ramai, mending datang awal-awal biar bisa menikmati sekeliling sekolah ini dengan tenang," jawab Veli membuat Meli mengangguk setuju. Saat mereka berjalan melewati tempat parkiran. Kakak kelas bernama Daniel langsung menghampiri Veli. "Tunggu dek ...."
Langkah kaki Veli dan Mely terhenti, mereka berdua bersama menoleh ke sumber suara. Veli terkejut melihat Daniel sudah datang sepagi ini. "Apa kamu mengingatmu?" tanya Daniel sedikit gugup.
"Ya, aku ingat kamu, kak. Ada apa ya?" tanya Veli santai. Daniel membuka tasnya dan mengambil sebuah cokeat, lalu menyodorkannya pada Veli. "Ini buat kamu, sebagai tanda awal perkenalan."
Veli merasa tidak enak hati untuk menolak, apalagi yang ditolaknya adalah makanan kesukaannya. Dengan berani, ia menerima cokelat dari tangan Daniel. "Terima kasih banyak kak."
"Sama-sama, aku bingung harus memberimu apa. Jadi aku berikan kamu cokelat, agar bisa kamu makan ketika MPLS nanti."
"Seharusnya tidak usah repot-repot kak, aku pergi dulu ya ...."
"Iya, s-sampai jumpa."
"Sampai jumpa." Veli dan Mely segera pergi dari hadapan Daniel. Mely terus meliriknya dengan tatapan seperti kartun Spongebob yang terkesan cukup mengerikan bagi Veli. "Cie ... Kamu sudah ada gebetan ya ...," goda Mely.
"Apaan sih, baru aja kenal sama kakak itu," jawab Veli jutek.
"Lah kok ngamuk? Jangan ngamuklah ... Veli jangan marah-marah, nanti cepat lekas tua ...."
"Dih, jangan lebay deh."
"Iya-iya, tapi kakak tadi ganteng juga lho. Putih, tinggi, nada ngomongnya juga lembut. Dia suka lho sama kamu."
"Mely, aku tidak mau memikirkan ataupun terlibat soal cinta-cintaan. Kalau dia suka pun aku bakal anggap dia teman doang."
"Dih, kamu mah gak asik." Mereka berdua sampai di ruang kelas yang mereka tempati kemarin. Sudah ada beberapa orang di dalamnya dan mereka mengambil tempat duduk lebih dulu. "Vel, aku pergi beli minum ya, tolong jaga tempat dudukku ya."
"Oke, sekalian belinya dua."
"Siap." Meli pergi meninggalkan ruangan, Veli kemudian memasukkan cokelat tersebut ke dalam tas.
Tak!
Sebuah pulpen jatuh dari atas, Veli mengambil pulpen tersebut lalu mendongakkan kepalanya ke atas. Bersamaan pula, seorang siswa memakai masker berjongkok untuk mengambil pulpennya yang terjatuh. Dia adalah siswa yang Veli temui kemarin. "Ini pulpenmu," kata Veli.
"Terima kasih." Siswa itu mengambilnya dan berjalan, lalu duduk di kursi bagian depan Veli. "Apa? Ganteng sekali dia, jadi kemarin-kemarin itu dia duduknya di depanku. Astaga, capek-capek nengok sana sini. Rupanya dia duduk di situ," gumam Veli kesal pada dirinya sendiri.
Acara MPLS hari kedua pun di mulai, beberapa informasi mengenai lingkungan sekolah sudah di jelaskan beserta kegiatan yang akan di lakukan besok, bersamaan juga dengan pembagian baju olahraga dan baju seragam sekolah. "Sebelum itu, kami selaku pengurus OSIS mau mengucapkan terima kasih untuk kehadirannya. Dan ada beberapa sedikit yang ingin di sampaikan oleh ketua OSIS, kami persilahkan."
Daniel berjalan mengenakan jasnya dan meraih mic dari temannya. "Halo, perkenalkan aku adalah Daniel Alexander, menjabat selaku ketua OSIS. Kalian semua pasti bingung sama aku. Jadi kemarin ada beberapa hal yang harus di urus dan tidak sempat perkenalan kemarin dengan adek-adek semua. Aku kelas 12 BDP 1. Aku ingin mengucapkan terima kasih karena sudah tertib mengikuti kegiatan MPLS di sekolah kami. Aku harap kalian bisa belajar dengan baik disini."
Mata Mely menatapnya dengan berbinar-binar terang, "Kak Daniel sangat keren, Veli. Bukankah dia cocok untukmu?"
"Jangan asal ngomong aja kamu." Mata Veli terus menatap kursi siswa di depannya. Ia ingin sekali menanyakan namanya, tapi ini adalah kali pertamanya ia tidak berani bertanya. "Apa nanti saja ya aku tanya namanya. Besok saja deh." Hari ini mereka pulang sedikit cepat, terpaksa pula Veli harus menunggu ibunya sekitar 30 menit di tempat kemarin. Veli sendiri berharap bisa bertemu siswa itu lagi.
Dan benar, siswa itu menunggu jemputan di tempat kemarin. Veli menghampirinya dan mengambil cokelat dari dalam tasnya. Dengan berani ia mencoba menawarkan cokelatnya pada siswa itu, sekaligus ingin menanyakan namanya. Sayang, jemputan sudah datang. Veli menghela nafasnya berat, "Sudahlah, pasti ada waktunya aku tahu siapa namanya."
Tiba-tiba datanglah seseorang yang mengendarai motor Nmax. Ia pun membuka kaca helmnya, "Lagi nungguin jemputan ya? Mau ikut aku tidak?" tanya Daniel.
"Duh, kok bisa ada dia sih," gumam Veli. Veli tersenyum tipis kearah Daniel, "Engga deh, lagi nunguin ibuku."
"Yakin?"
"Iya, yakin."
"Aku temani ya?"