Chereads / Sang Nona Muda Antagonis / Chapter 14 - Kisah di Balik Tabir Bagian II

Chapter 14 - Kisah di Balik Tabir Bagian II

"Tidak bisa … saya tidak memiliki waktu yang banyak. Tuan muda, bawa kedua kuda ini dan lari menuju London melalui jalur Selatan, pergi ke mansion Salvador cari duke muda Alastair. Dia akan membantu kalian ini pesan Robert jika terjadi keadaan darurat.".

Lucius mengangguk dan menempatkan kedua adiknya bergantian. Kiera akan berkuda sendirian karena memang dirinya sudah terbilang ahli dalam berkuda sehingga tidak akan mengkhawatirkan, sementara Dracella akan berkuda bersama nya. Setelah itu ketiga bocah itu meninggalkan Catherine dan suara pedang yang berdenting.

Hampir tiga jam sudah mereka berkuda dan hendak mulai memasuki daerah selatan,tetapi suara berdengung terdengar seiring dengan langkah kaki dan suara kuda di belakang mereka. Lucius mendecih, dirinya sibuk menebas para pengejar mereka begitu pula dengan Kiera yang sibuk dengan pistol miliknya. Memang sebelum pergi Chaterine sempat memberikan sebilah pedang milik Lucius dan pistol milik Kiera.

"Lucius, percepat laju kudamu segeralah bertemu duke," ujar Kiera mendekat melajukan kudanya tepat di samping Lucius, raut marah Lucius terpampang jelas setelah mendengar ucapan adiknya.

"APA MAKSUDMU?! KIERA, JANGAN BODOH! APA KAU MEMINTAKU MENINGGALKANMU?!"

"Hei, kau akan jauh lebih berguna melindungi Dracella lagi pula kau penerus Silvester." Kiera tersenyum sedih dan sesaat terbatuk darah, Lucius kemudian baru menyadarinya Kiera terluka adik nya itu entah sejak kapan telah tertembak.

"Aku mohon lindungi Dracella, setidaknya dia harus hidup. Permata kita harus hidup.. demi … ayah dan ibu ... lalu aku."

Kiera memutar laju kuda nya dan suara tembakan terdengar, Lucius menangis. Si sulung Silvester menangis sembari menggenggam kekang kudanya. Dracella kecil berteriak memanggil Kiera keras dan yang dia lihat terakhir kali dari balik tubuh Lucius adalah sosok hitam yang menerjang tubuh kakak perempuannya itu.

Bruakkk

Kuda Lucius terjatuh karena kehilangan dua kakinya. Lucius dan Dracella terpental cukup jauh. Anak lelaki itu segera menegakkan tubuhnya meskipun rasa sakit menyerang, ia mengeratkan pegangannya pada kedua pedang miliknya berlari menuju arah si bungsu yang masih belum dapat berdiri. Dracella menatap punggung kakak lelakinya yang sibuk menebas dengan kedua pedang di tangan, darah mengalir di sela-sela luka yang terbuka. Dan akhirnya Lucius tak dapat lagi bangkit selepas sebuah tebasan hampir mengenai Dracella.

Ia mengingat jelas raut Lucius yang pucat pasi memeluknya erat, ia mengingat tubuh kakaknya yang perlahan menjadi dingin dan raut hangat serta senyum khasnya.

"Ella ... tetaplah hidup ..d-demi kami … t-temui d-duke."

Sesaat sebelum ia ditarik ke dalam kegelapan, ia hanya melihat manik safir Lucius yang menatapnya kosonh, kemudian dirinya terjatuh dalam kegelapan.

Denting hujan mengisi heningnya ruangan malam itu tak ada siapapun yang bersuara, Dracella duduk memeluk lutut menahan desakan air mata yang memaksa menerobos masuk.

"Kemudian aku tersadar sudah disekap di dalam kandang dengan teralis besi, di sana terdapat sekitar 20 anak mungkin yang tersisa saat aku tiba. Disiksa dengan pecutan atau sebuah besi panas di punggung." Dracella tersenyum kecut. Ia mengalihkan pandangannya saat manik perak Alastair memandangnya dengan sirat hangat, takut air mata nya menerobos jika ditatap lebih lama lagi.

"Fraud adalah salah satu dari mereka, yang mengukir punggung anak-anak itu dengan pisau perak. Dan ... memeriksa tubuh tiap gadis di sana ..."

Suara Dracella menghilang di penghujung kalimat. ia tak kuasa dan terlalu malu di hadapan pria itu. Ia merasa benar-benar ingin menghilang. Sehingga gadis itu memilih menyembunyikan wajahnya di kedua lutut, menggigit bibirnya kuat.

" Kemudian aku ... tanpa sadar memanggil Kieran dan akhirnya membuat kontrak yang sama dengan milikmu dan Darcel."

Kembali terdiam dan hening, Dracella terdiam hingga ia merasa sepertinya sang duke bangkit dari duduknya. Mungkin ia pergi untuk menenangkan diri, karena mengetahui serendah apa gadis di hadapannya, sekotor apa dirinya, bahkan Dracella sendiri marah, benci dan takut dengan dirinya sendiri.

'Ia merasa kotor.'

Dracella membeku kala merasakan seseorang memeluknya mengusap rambutnya pelan, sama seperti saat Lucius atau ayahnya yang kerap memeluknya⸺seolah orang yang sama. Ia mendongak dan menemukan Alastair yang tersenyum, sepasang iris keperakannya menatap lembut.

"Kau berjuang dengan baik, kau datang padaku sesuai perintah ayahmu dan Lucius. Selamat datang kembali, jangan takut pada apapun karena kita adalah bagian dari kegelapan itu sendiri sekarang."

"Aku bangga memiliki calon pendamping sepertimu, meskipun kita tidak tahu apa yang akan terjadi kelak. Apakah kita dapat menikah, apakah aku dapat menjadi pendamping mu kelak sebelum kegelapan membunuh kita. Namun aku akan melindungi mu dan kau akan melindungiku, kita tidak sendirian."

Dracella tidak lagi dapat membendung luapan itu, tangisnya pecah. Gadis itu menangis meraung-raung dalam dekapan hangat Alastair. Segala amarah serta rasa sakitnya akhirnya ia dapat mengungkapkannya, ia tidak lagi sendirian. Ada seseorang yang akan bersama nya sekalipun hanya terikat pada sebuah ikatan perjanjian. Untuk pertama kalinya merasa keputusannya tenggelam dalam kegelapan adalah sebuah jalan yang benar untuk mengambil kembali apa yang menjadi miliknya.

Jika ia tak dapat berlari maka dirinya akan berjalan, dan jika dirinya tidak dapat berjalan, maka ia akan merangkak, dan jika ia tak memiliki kaki, ia akan menggunakan kedua tangannya, merangkak. Ia bersumpah akan menyeret mereka semua masuk ke dalam neraka.