Julia menyeret karung di tangannya, karung itu tampak penuh dengan barang-barang rongsokan yang ia temukan. Dia menjalani perannya dengan baik sebagai seorang pemulung, terbukti ketika ia kembali dia selalu membawa hasil rongsokan yang akan ia jual nantinya.
Setelah menyimpan karung di tempatnya, Julia masuk ke sebuah rumah, tapi itu tidak layak untuk disebut rumah. Sebuah hunian yang dindingnya terbuat dari triplek dan beratap seng, lokasinya terletak di sebuah pinggiran kali atau sungai. Tempat itu mungkin menjadi tempat yang paling kumuh di salah satu sudut kota Jakarta.
Setelah membersihkan dirinya, Julia kemudian membuka bungkusan nasi yang ia beli di sebuah warung nasi sebelum ia pulang. Tiba-tiba ia terlihat meringis yang perlahan berubah menjadi sebuah tawa.
"Hahahaha ... Dia pasti sudah terbakar sekarang. Hah ... aku tidak mungkin melupakanmu begitu saja, Nia."