Chereads / Dendam Rana / Chapter 15 - Bab 15. Terbakar Cemburu

Chapter 15 - Bab 15. Terbakar Cemburu

Kirana sedang membersihkan kaca-kaca di salah suatu ruangan bersama Nita, mereka cepat akrab satu sama lain. Nita bercerita dirinya datang dari desa untuk bekerja karena tuntutan ekonomi, umurnya hanya terpaut dua tahun lebih tua dari Kirana, dan dia sudah merantau seorang diri ke kota sejak berumur tujuh belas tahun. Kirana menghela napasnya, dulu saat ia seumur itu dirinya masih sangat manja dan dunianya dipenuhi dengan Adrian. Dan kini keadaan berubah, fase berganti hanya dalam sekejap.

"Hey, malah bengong! Ayo ikut aku ke ruangan rapat! Nanti siang katanya akan ada rapat, kita harus cepat-cepat membersihkannya," suara Nita membuyarkan lamunan Kirana.

"Eh ... iya ayo!" sahut Kirana.

Ketika mereka menuju ruangan rapat mereka berpapasan dengan beberapa pria berjas rapi, melihat itu Nita menunduk memberi hormat. Kirana yang memperhatikan Nita pun ikut menundukkan kepalanya sampai orang itu berlalau dari hadapan mereka.

"Mereka siapa?" tanya Kirana.

"Itu CEO di perusahaan ini, namanya Pak Riko ganteng kan? Katanya sih dia belum menikah," jawab Nita.

"Oh!" ucap Kirana, dia tidak sempat memperhatikan wajah orang-orang itu satu per satu. Dia pun tidak mengetahui wajah Riko yang mana. Kirana tidak peduli!

Setelah selesai membersihkan ruang rapat mereka memutuskan beristirahat di ruang pantry. Kirana merasa besyukur pekerjaannya tidak terlalu berat di hari pertama ia bekerja. Nita dan satu teman lainnya yang bernama Septi juga sangat baik padanya.

Sarita tiba di lobi tempat dia akan mengadakan rapat, tempat yang sama di mana Kirana bekerja. Dengan memakai kacamata hitamnya, ia mulai melayangkan pandangan mencari sosok Kirana, akan tetapi ia tidak menemukan wanita itu.

Widia masuk ke dalam ruang pantry dan memberi perintah kepada Kirana dan Septi, "Sebentar lagi rapat akan di mulai, seperti biasa kaian tahu 'kan apa yang harus dipersiapkan? Dan satu lagi tolong buatkan kopi susu tanpa gula untuk seorang wanita yang memakai baju merah nanti di ruang rapat!"

"Baik Bu," ucap Kirana dan Septi secara bersamaan.

Setelah Widia pergi mereka mulai melaksankan perintahnya. Kirana yang membuat dan mengantar pesanan wanita yang berbaju merah itu. Keduanya berjalan menuju ruang rapat yang masih tampak sepi, hanya beberapa orang saja yang sudah berada di sana.

Kirana mencari-cari sosok wanita yang berbaju merah, dan menemukan di ujung meja rapat sedang membolak-balikan kertas di tangannya. Kirana membawakan minuman pesanan itu ke hadapannya.

"Permisi Nyonya, kopi susu tanpa gula yang Anda minta," ucap Kirana dengan meletakan di meja.

Wanita berbaju merah itu melepaskan kacamata hitamnya, dan tersenyum seraya menjawab, "Terima kasih, Rana!"

Kirana mengangguk dan kemudian bertanya, "Anda tahu nama saya?"

"Aku melihat itu," jawab wanita berbaju merah menunjuk pada tagname yang di kenakan Kirana.

"Oh iya. Saya permisi!" Kirana tesipu malu, kemudian meninggalkan wanita itu.

Tetapi ia teringat sesuatu dengan wanita itu, "Wanita itu tampak tak asing," gumamnya sambil mengingat-ingat.

Iya itu dia!

Kirana menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah wanita itu, yang masih menatap Kirana.

"Anda orang yang di halte itu!" seru Kirana.

Wanita itu berdiri dan menghampiri Kirana, "Hallo kita berjumpa lagi! Aku pikir kau tidak akan mengenaliku Kirana," ucapnya.

Kirana tidak menyangka akan bertemu dengan wanita aneh ini lagi, "Kebetulan sekali kita bisa bertemu lagi Nyonya ...."

"Sarita! Nama saya Sarita," Sarita memotong perkataan Kirana

"Oh ya Nyonya Sarita, emh ... maaf saya permisi dulu masih ada pekerjaan lain," kata Kirana. Dia merasa tidak nyaman dengan Sarita, mungkin karena pertemuan pertama mereka ketika itu dalam situasi yang tidak menyenangkan.

Sarita memandangi punggung Kirana hingga gadis itu menghilang dari pandangannya, "Tunggulah sebentar lagi!" batinnya.

Kirana melangkah keluar beriringan bersama Nita dan Septi karena jam kerja telah usai, Kirana bisa melupakan sejenak kesedihannya, berkat kesibukan bekerja hari ini. Mereka bertiga menunggu angkutan umum di depan tempat mereka bekerja. Sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam berhenti di hadapan mereka dan membunyikan klakson. Zayn keluar dari mobil dan menghampiri Kirana.

"Karu sudah selesai bekerja? Ayo aku antar pulang!" ucapnya.

Nita dan Septi saling pandang, mereka tidak menyangka laki-laki tampan itu seseorang yang Kirana kenal. Saat itu Kirana serba salah ia merasa tidak enak meninggalkan Septi dan Nita begitu saja. Melihat gelagat Kirana, Zayn paham.

"Tidak apa-apa, ayo aku antar temanmu juga!" ucap Zayn.

Mendengar itu, kini Nita dan Septi yang merasa tidak enak, merasa jika keberadaan mereka akan mengganggu. "Tidak apa-apa rumah kami dekat dari sini. Kirana pergilah kami tidak apa-apa!" ucap Nita.

"Baiklah, maaf ya! Lain kali kita pulang bersama," kata Kirana, mereka pun mengangguk.

Setelah kepergian Kirana dan Zayn, Septi berkomentar, "Aku yakin Kirana memang berasal dari keluarga yang berada."

"Hmm mungkin dia ingin merasakan jadi rakyat jelata macam kita atau mempunyai alasan lain kenapa sampai bekerja sebagai office girl," sahut Nita.

Kirana dan Zayn memutuskan mengunjungi Ratih di rumah sakit. Di perjalanan Zayn bertanya tentang hari pertama Kirana bekerja.

"Tidak buruk, walaupun melelahkan tapi aku senang melakukannya. Teman-temanku yang tadi juga sangat baik padaku," jelas Kirana.

"Syukurlah, tapi kau jangan terlau lelah! Kamu sedang hamil, ingat itu!" ucap Zayn.

"Iya aku tahu," Kirana menjawab dengan mengelus perutnya.

Mereka kembali setelah malam hari sepulang dari rumah sakit. Keadaan Ratih masih sama bahkan ketika tadi Kirana mengunjunginya, dia sama sekali tidak mengenali putrinya itu.

"Kau yakin ingin makan di sini?" tanya Zayn kepada Kirana ketika mereka tiba di salah satu angkringan di pinggir jalan.

"Yakin, memangnya kenapa? Di sini makanannya enak-enak kok, tidak kalah dengan makanan yang ada di restoran. Aku pernah mencobanya dulu bersama teman-teman kuliahku, dan kau harus mencoba juga!" jawab Kirana.

"Tapi kebersihannya tidak terjamin Kirana," ujar Zayn melihat ke sekeliling. Tampak beberapa orang pengunjung duduk di meja lesehan yang disediakan.

"Ssstt ... kamu jangan rewel!" sela Kirana. Dia memegang tangan Zayn dan menariknya untuk duduk di lesehan itu.

Zayn memandangi tangan yang dipegangi Kirana, lalu tersenyum. Jika seperti itu mana bisa dia menolak ajakan Kirana.

"Lagipula aku sudah jatuh miskin, aku harus terbiasa menghemat pengeluaranku," ucap Kirana, setelah selesai memesan makanan.

Tidak lama pesanan mereka datang, Kirana memesan hidangan laut, sedangkan Zayn menurut saja apa yang dipesankan oleh Kirana. Zayn tampak ragu untuk menyantap makanan yang ada di depannya. Kirana memeoloti Zayn menyuruh untuk segera memakan hidangan laut itu.

Zayn menurut setelah dipelototi Kirana, ia mulai menikmati makanan yang dihidangkan di meja, tidak lama ia berkomentar," Hmm ... ini tidak buruk!"

Kirana tersenyum mendengar komentar Zayn, mereka menghabiskan makanan itu tanpa sisa. "Sudah aku bilang 'kan, makanan di sini enak-enak. Kau harus mencoba menu lain juga nanti," ujar Kirana.

"Ya, asal jangan dipelototi saja seperti tadi," ucap Zayn. Mendengar itu Kirana tertawa, melihat tawa wanita itu Zayn tersenyum ada sesuatu yang menghangat di dadanya.

Di sebrang jalan tempat angkringan itu, tanpa disadari Zayn dan Kirana, Adrian melihat ke arah mereka di dalam mobil. Dia sudah mengikuti mereka berdua sejak meninggalkan rumah sakit tempat Ratih dirawat. Melihat Kirana dan Andrian saling tertawa, Adrian merasa gusar karena terbakar cemburu. Ia memukul kemudi mobilnya dengan keras.

"Dia harus menjauhi Kirana!"