Jatuh cintalah dengan normal agar apapun dihidupmu tampak indah ketika dilihat orang dari luar.
.
.
.
Saga menegakkan kepalanya. Lelaki itu baru saja mengalami pertambahan usia. Meski tidak begitu penting, kenyataannya Saga memilih jalan kecil dan berkelok untuk menemukan tempat tinggal baru.
Melarikan diri memang bukan ciri khasnya. Tetapi bersembunyi adalah pilihan terbaik untuk menenangkan diri. Kekalahan menjadi satu-satunya yang tak bisa dia hadapi. Setelah kematian kakeknya. Dikeluarkan secara tidak hormat dari perusahaan yang dikembangkannya hingga sukses, membuat Saga lagi-lagi memandang hidup dengan sangat tidak adil. Namun siapa yang akan peduli pada pandangannya.
Saga melihat sekali lagi alamat terakhir yang Pedro berikan padanya. Rumah kecil dipinggiran kota dengan lalu lintas padat diantara kedua sisi bangunan. Saga mematikan sisa rokok dari mulutnya. Mencoba membuka pintu kayu yang tipis didepannya dengan perlahan.
Rumah itu jauh dari kata mewah. Siapa menyangka, menyambut pertambahan usia dia harus menempati rumah sejelek itu. Namun hanya itu yang bisa diusahakan Pedro sebelum lelaki itu menghabiskan sisa hidupnya dibalik jeruji. Saga menghembuskan napas panjang.
Tangannya menyentuh saklar dan melihat keadaan rumah itu dengan jelas. Tidak. Saga tidak bisa menerimanya. Ditutupnya kembali pintu dan kuncinya dia simpan dalam saku celana. Lelaki itu berbalik mengikuti jalan lebar dan berhenti pada sebuah hotel terdekat.
"Maaf tuan, kartu anda tidak bisa digunakan."
Saga mencoba menyerahkan kartu lain dari dompet kepada pihak administrasi, namun lagi-lagi dia memperoleh jawaban yang sama. Emosi Saga bergejolak. Mustahil dia memutar kembali pada rumah kumuh itu. Dia takkan bisa tidur dengan nyenyak tanpa kenyamanan.
"Apakah hotel ini menawarkan sistem paylater?"
Petugas administrasi tadi lagi-lagi menggeleng. Saga mendesah. Dia menerima kembali kartu-kartu tak berguna itu dan hendak meninggalkan hotel tetapi seorang wanita berambut pendek mendekatinya.
"Selamat malam tuan, apakah anda mengalami kesulitan?"
Saga terkejut sesaat mengetahui siapa yang mendatanginya. "Seingatku, aku memiliki hak untuk tidak berhubungan lagi dengan pihak Decode Security." Kata Saga dengan penekanan berarti. Wanita itu mengangguk paham dan sebaliknya malah mengulurkan tangan.
"Anda mungkin sudah mengenal saya, tetapi sudah menjadi kewajiban saya untuk memperkenalkan diri sekali lagi. Saya Novalin Vlair, mewakili Decode Security dan saya ditugaskan untuk mengawal anda."
Saga mengabaikan uluran tangan itu dan memilih berjalan menuju pintu keluar. Novalin tetap mengikuti dari belakang. Tak disangkanya tugas kali ini lebih sulit dari yang dibayangkan.
"Katakan pada saya, apa anda…"
"Siapa yang mengirimmu, si brengsek itu?!"
Novalin menelan ludah. Saga terlihat sangat emosi sampai tidak mampu mengucap nama adik kandungnya sendiri. "Maaf tuan, mohon jangan menyebut kata kasar terhadap pimpinan saya."
Saga menendang kerikil diatas jalan depan hotel dengan kasar. "Pergilah, aku tidak butuh kau! Katakan sekalian pada dia. Aku juga tidak butuh pengawal."
Novalin menggeleng acuh. "Maaf saya tidak bisa melakukannya tuan. Saya harap anda bisa bekerja sama dengan saya."
Saga menatap wanita ini dengan datar. "Kau pasti sudah dengar kan aku tidak peduli meski kau seorang wanita."
Novalin mengangguk. "Apa itu berarti anda akan menerima saya?"
Saga melangkah lebih dulu dengan frustasi. Bisa-bisanya wanita bebal itu tidak menunjukkan sedikitpun rasa takut padahal kalau Saga mau dia bisa menghajar wajah wanita itu. Ya dia memang tidak memandang saat melakukan konfrontasi dengan siapapun. Karena itulah hampir tiap orang yang bekerja dibawahnya selalu didominasi lelaki. Karena Saga tidak menyukai wanita.
Terutama para wanita dalam keluarganya.
Ibunya meninggalkannya sesudah melahirkan adik bungsuh dan tidak ada kesan baik yang dapat dia terima sesudah kematian itu. Kakak wanita dalam rumahnya hidup dalam mimpi-mimpi kerajaan dan bertingkah layaknya boneka bagi ayah mereka. Diluar itu wanita hanya memandangnya dengan kekayaan atau sebagai pemanas ranjang karena tubuhnya. Tak ada yang benar-benar peduli padanya.
"Pergilah!" teriak Saga sekali lagi. Dan dua orang security hotel berangsur mendekati mereka.
"Ada yang bisa kami bantu?"
Novalin segera menghadapi petugas keamanan itu. "Tidak ada apa-apa pak. Maaf, suami saya sedang tidak sehat. Kami sedang berdiskusi tentang tempat tinggal karena dia sangat butuh istirahat sekarang. Sekali lagi maaf."
"Baik Nyonya, harap tidak membuat masalah didepan sini karena mengganggu tamu yang lain." Novalin mengangguk maklum dan mengucap terima kasih sekali lagi. Ketika dia menoleh Saga sudah berlalu meninggalkannya duluan.
"Tuan tunggu saya."
^
Hotel kedua yang akhirnya menjadi tempat perhentian Saga terasa lebih baik dibanding penampakan sebelumnya. Saga menghembuskan napas lega dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ternyata pengawalnya itu cukup berguna.
Selesai dari sana, wanita itu sudah meninggalkannya dengan sebuah pesan diatas meja lengkap dengan makan malam. Entah bagaimana wanita itu bisa tahu kalau Saga belum makan sejak tadi. Harinya cukup merepotkan. Beruntung dia berhasil kabur sebelum tubuhnya babak belur oleh kumpulan mafia yang mengejar nyawanya.
Saat akan membuka kotak makanan itu, matanya membaca tulisan itu dengan sinis.
Maaf tuan, saya tidak bekerja diatas jam 10. Besok pagi saya akan menjemput tuan. Selamat menikmati makan malamnya tuan.
Novalin. Decode Security
Saga langsung mengeyahkan pesan itu ke lantai. Berani sekali wanita itu menunjukkan bahwa DS, sebutan untuk perusahan yang didirikan kakeknya, sementara berusaha membantunya sekarang. Saga melirik ke arah ponselnya. Ada 1 panggilan tak terjawab. Saga menimbangkan waktu yang tepat untuk menerima panggilan tersebut. Mengingat dirinya masih tetap dikontrol oleh DS membuatnya terpaksa mengambil pilihan itu.
"Let's make a deal, M."
Seringai Saga hadir. Malam ini dirinya butuh tidur karena besok dia akan memulai rencana barunya. Hidupnya takkan berhenti bila dia memutuskan menyerah sekarang.
^
Hal pertama yang Novalin temukan adalah petugas housekeeping sedang menjalankan tugas mereka pada kamar yang semalam dia pesankan. Novalin beranjak menuju meja resepsionis dan memastikan kemana majikan barunya menghilang dalam kurun waktu kurang dari 6 jam.
Petunjuk dari resepsionis cukup jelas. Saga memilih check out subuh dan memesan taksi ke bandara dari pihak hotel. Mengejar Saga ke bandara sekarang, sangatlah mustahil. Lelaki itu pasti sudah terbang entah ke negara mana yang tak mampu Novalin jangkau.
Novalin segera meninggalkan hotel dan langsung menuju kantornya. Kedatangannya tidak menarik perhatian bila dia memutuskan berhenti pada lantai 8 dan bukannya pada lantai 9 yang merupakan kantor manajemen Decode Company.
Geri, sekertaris pimpinan, menatap kehadirannya dengan bingung. "Kak Nov udah buat janji belum?"
Novalin menggeleng. Sambil mengatur napasnya dia melirik ke sekitar. "Bos besar, sedang sibuk tidak?"
Geri menghela napas. "Lagi rapat Kak. Urgent banget ya, biar gue hubungi bentar."
Novalin menimbang apakah dia perlu menganggu kegiatan bos besarnya pagi itu tanpa konfirmasi pada atasannya lebih dulu. Tetapi semakin lama dia menanti semakin dia kehilangan jejak majikannya sekarang.
"Maaf Ger, tapi ini penting banget."
Geri mengangguk paham. Menunjuk pada kursi tunggu dan meminta Novalin meluangkan waktunya sebentar sementara dia mencari celah dalam rapat bos besar. Novalin mengikuti instruksi tersebut. Dia menebak bagaimana reaksi bos besar bila tahu tentang kabar ini.
Tak sampai sepuluh menit Sadam muncul ke dalam ruang tunggu dan langsung duduk didepan Novalin. "Apa yang terjadi?"
Novalin menunduk. "Maaf tuan, tuan Saga menghilang. Kemarin saya berhasil menemui beliau dan menjelaskan kalau saya akan menjadi pengawal beliau. Tetapi beliau menolak, kemudian saya mencari tempat untuk beliau menginap karena beliau kesulitan finansial tuan. Pagi ini saat saya menuju hotel, tuan sudah check out dan informasi yang saya terima beliau menuju bandara. Maafkan saya tuan. Saya tidak bisa melakukan tugas ini dengan baik."
Sadam mengangguk maklum. "Begini saja, dengan koneksiku, mungkin takkan sulit menemukannya. Tapi apakah kau masih bersedia melakukan tugasmu?"
Novalin terdiam. Pilihan yang sulit. Dia tidak bisa meninggalkan kota itu. Sebelumnya saat menangani Mr Shaka, dia mengantongi izin khusus bila harus bekerja diluar kota. Posisinya bisa digantikan orang lain. Novalin punya satu pengecualian yang tak bisa dia tinggalkan.
Sadam melipat kedua jemari diatas meja. "Aku tahu, semuanya, Nyonya Novalin. Bila kau bisa mengawal kakakku, kupastikan J mendapat perlindungan penuh dariku. Lagian Monalisa menyukai anak-anak."
Pupil Novalin membesar. Seumur hidup, dia cukup yakin takkan ada yang mengusik tentang anak delapan tahun yang dibesarkannya seorang diri. Semua orang memiliki rahasianya. Mr Herry, pimpinan DS sebelumnya, pun tidak mengetahui tentang itu. Hanya tuan Shaka seorang. Apakah tuan Shaka mengkhianatinya juga?
Sadam menggeleng kecil. Membaca kekhawatiran diwajah stafnya. "Jangan salah sangka Nyonya Novalin. Aku mengatakan ini bukan untuk mengancammu. Dan informasi itu kudapat dengan caraku sendiri. Kau tidak perlu khawatir. Bahkan seorang dari DS pun tidak ada yang tahu. Aku dapat menjaminnya. So?"
Novalin mendesah. "Maafkan saya tuan. Bukannya saya tidak profesional, saya tidak bisa meninggalkan J sendiri. Dia adalah bagian hidup saya. Kemana pun saya berada, dia juga tuan."
Sadam menggangguk paham. "Kuserahkan padamu. Selama J tidak masalah dibawa perjalanan jauh. Dia bisa menemanimu melakukan tugas ini. Tapi kau yakin dengan keselamatannya sendiri? Ingat yang kau tangani adalah kakakku, Nov. Dan dia bukan sembarang orang."
Novalin menunduk pada akhirnya. "Kalau tuan izinkan, beri saya waktu untuk memikirkannya."
Sadam tersenyum. Lelaki itu berdiri dan menjabat tangan Novalin yang terasa lemah.
^
"Mommy mau pergi?"
Novalin berhenti dari kegiatannya mengatur barang-barang dikoper dan berbalik. Bocah lelaki berambut ikal dengan tubuh setinggi pinggangnya mengintip dari pintu.
"Belum tidur sayang?"
Kepala bocah itu menggeleng. Matanya mengawasi tingkah perempuan yang selalu menemani tidurnya.
"Kemarilah, sayang."
Bocah itu mendekat dan Novalin langsung mengecup kepalanya. Aroma sampo khas anak-anak menenangkan pikirannya. Tangan Novalin tak tahan untuk mengelus rambut ikal puteranya yang terasa halus dalam genggamannya.
"Mommy mau mencari Daddy?" tanya bocah itu menatap kedua mata Novalin.
Napas Novalin tertahan, tangannya berhenti memainkan rambut puteranya. Pertanyaan itu lagi, batinnya. Mau tak mau Novalin memberi ruang dan mempersilahkan bocah itu ikut duduk diatas ranjangnya.
"Maafin Mommy sayang, tapi Daddy sudah nggak ada sayang. Mommy menyesal harus mengatakannya."
Bocah itu menunduk menekuri lantai, kedua tangannya menopang wajahnya. Bibirnya sengaja dimajukan. "Mommy lupa, apa yang Jav minta pas ulang tahun kemarin."
Novalin meringis pelan. Tentu saja dia ingat. Sangat ingat bahkan apa permintaan puteranya itu. Javier bukanlah sebuah kesalahan. Novalin sangat mencintai putera yang lahir dari rahimnya delapan tahun silam. Perempuan itu jatuh cinta setelah menyelesaikan pendidikannya dan pernah menikah. Dari pernikahan itu, Javier ada.
Takdir saja yang tak berpihak pada kehidupan mereka. Suami Novalin meninggal tak lama setelah Javier hadir. Karena itu Novalin tak mau kehilangan lagi. Mati-matian dia menyembunyikan puteranya seperti berlian. Sampai akhirnya dia diterima bekerja pada perusahan bernama Decode Security. Semua masih aman kecuali opsi yang dia ajukan untuk tidak pulang diatas jam sepuluh. Karena Javier takkan mau tidur tanpa ditemani. Novalin sudah memikirkannya, kelak akan ada saatnya, puteranya bisa tidur sendiri. Namun untuk saat ini mustahil baginya ditinggal.
Yang mengusik pikiran Novalin adalah kecerdasan puteranya. Bukan membenci namun sebaliknya Novalin kadang sangat takjub atas keajaiban itu. Akhir-akhir ini setelah pergantian besar-besaran pada manajemen kantornya, Novalin sedikit bernapas lega. Tuan Shaka Decode bukan lagi tanggung jawabnya sebaliknya dia mendapat promosi jabatan, menjadi wakil pimpinan Decode Security. Novalin cukup bahagia karena waktunya pada perkembangan puteranya akan lebih banyak. Sampai pada perayaan ulang tahun ke delapan dan Javier berkeras meminta ayah baru membuat Novalin sulit tidur.
Sebisa mungkin Novalin menjelaskan keadaan sebenarnya dan dia tahu Javier akan mengerti namun Javier tetap tidak mau mengalah. Javier bilang dia sudah berdoa pada Tuhan, meminta seorang ayah pengganti. Dan Javier yakin Novalin akan mewujudkan permintaannya.
"Mommy, sayang sama Javier. Apa Javier juga sayang sama Mommy?"
Javier langsung melupakan pertanyaannya dan memeluk dada Novalin erat. "Javier sayang Mommy."
Novalin tersenyum pelan. "Kalau gitu tidur sekarang ya sayang,"
(To be continued)