"Iya Pak ... tapi akan lebih baik kalau mau makan ya bareng sama suami dong Pak," jawab Marsya.
"Nah kalau suamimu nyucinya ayam lama bagaimana?" tanyanya lagi.
"Ya nungguin Pak." Lagi-lagi Marsya menjawab seperti itu.
"Kalau lapar ya cepetan makannya Is, nanti lemas kan repot jadinya," jawabku kala sudah selesai mengerjakan rutinitas.
"Kak, disana punya adik juga ya?" tanya Alif. Alif berusia dua belas tahun.
"Gak ada," jawabku.
"Itu kok ada anak kecil, di belakang mas Roni. Cowok sama cewek." Kami berdua saling pandang mendengar ucapan Alif.
Aku melirik ke arah punggung mas Roni, kosong. Tak ada siapapun. Mas Roni mengusap tengkuknya. Mendadak suasana di dalam kamar jadi menegangkan.
Alif terkadang memang sering melihat sesuatu yang tak bisa dilihat mata biasa. Hanya kadang-kadang saja sih.
"Gak ada kok," kata Wulan.
"Ada, itu pas banget di belakang mas Roni." Alif tetap bertahan dengan argumennya.