Bab 96
Kami duduk berhadapan di dalam kamar, yang telah menjadi saksi kemesraan yang pernah kami lewati, sekaligus saksi dari malam-malam yang kulewati dalam derai air mata. Dia duduk di tepi ranjang, aku menarik kursi di hadapannya. Kuraih tangannya, menciumnya beberapa saat. Mencoba menghidu baunya, lalu menyimpannya rapat dalam ruang memori.
Tangan inilah, yang dulu pernah membelaiku dengan penuh cinta, menarikku ketika terjatuh, dan menghapus air mataku ketika aku rapuh. Tangan ini juga, yang dulu telah menjabat tangan Papa, untuk mengambil alih beban tanggung jawabnya atasku.
"Maafkan Anne, jika selama mendampingi mu, telah banyak melakukan kesalahan." Bagaimanapun, aku bukan wanita sempurna bukan? Mungkin ada andilku atas keadaan rumah tanggaku saat ini.
"Ijinkan aku pergi!" Dia menatapku. Air mata meluncur dari kedua matanya.