Di malam yang dingin ini aku sedang melihat pemandangan yang dipenuhi dengan lampu-lampu dari atas balkon. Pengakuan Pak Mario tadi pagi benar-benar membuatku tidak bisa berhenti memikirkannya. Aku sama sekali tidak menduga ini darinya. Tidak pernah terpikir sedikit pun kalau seorang pria mapan dan baik sepertinya bisa memiliki perasaan pada orang sepertiku. Sejak tadi ponselku terus berdering karena panggilan masuk dari Pak Mario, tetapi tidak sekali pun kuangkat. Bahkan aku tidak tahu akan bersikap seperti apa saat bertemu dengannya di kantor besok. Meski sudah berkali-kali kuabaikan, Pak Mario tetap meneleponku terus. Lama-kelamaan aku merasa semakin terganggu. Namun lagi-lagi rasa hormatku membuatku tersadar untuk mengangkatnya.
"Hallo, Delisa. Kau baik-baik saja? Kau ada di mana? Aku akan menjelaskan semuanya. Tapi bukan sekarang, besok aku ingin bertemu denganmu."