Roby akan dimakamkan di Jakarta. Kini para pelayat datang silih berganti. Dengan mengenakan pakaian serba hitam, aku masih duduk di atas kasur. Aku masih melamun dan tidak kunjung keluar untuk menemui para pelayat. Mayatnya yang masih penuh darah makin terbayang di kepalaku. Entah kapan aku bisa menghilangkannya dari ingatanku. Sebagai orang pertama yang menemukan menemukan mayatnya, aku sangat syok. Kami tetap mengusahakan untuk membawanya ke rumah sakit meski waktu itu sudah tidak bernapas. Begitu dokter menyatakan kalau Roby sudah meninggal, air mataku tidak keluar setetes pun. Air mataku sudah kering karena putus asa dengan semua kejadian yang menimpa keluargaku.
"Delisa, kita harus keluar. Pemakamannya akan dilakukan sebentar lagi," ucap Mama yang tiba-tiba sudah duduk di sampingku.
"Apa keluarganya sudah datang?" tanyaku.