"Mereka bodyguard akan menjaga kamu, sampai pernikahan selesai." Suara berat Brama begitu berat, terdengar dari belakang sana.
**
Mendengar kalimat tersebut, kaki Zelin seraya ingin rampung. Namun Ia tidak ingin dipandang lemah oleh Paman, Bibi, dan Keponakannya. Karena Zelin sudah besar, bukan anak SMA lagi yang selalu sabar dengan tindasan Om dan Keponakannya. Bagaimana pun Ia sekarang tidak akan tinggal diam, sebab ini menyangkut masa depan dan karirnya di dunia hiburan.
Kaki Zelin mulai melanjutkan langkahnya, dengan isi pikiran sedang berputar seperti memikirkan ide. Langkah Zelin berjalan layaknya model, dirinya menganggap pria memakai jas hitam itu hanya penontonnya. Sebab setiap pergerakan Zelin seperti diperhatikan itu membuat Ia sangat risih.
Langkahnya terhenti ketika tepat di depan barisan para pria kekar. Kini matanya sedikit memicit, lalu menengokkan kepalanya ke arah para bodyguard di sampingnya. "Apa lihat-lihat!" Sentak Zelin dengan nada tinggi. "Takut gua kabur gitu?" Tanyanya. Masih dengan nada tinggi.
Namun para deretan bodyguard tidak menjawab pertanyaan Zelin, malah tatapannya semakin lurus dan tajam akan setiap pergerakan Zelin, seperti sedang menjaga ayam agar tidak kabur dari kandangnya.
Senyum nakal Zelin mulai terukir, kemudian menatap lurus ke depan. Lalu berlari sekuat tenaga, menggunakan sendal capit yang dikenakannya. Dan benar saja, para bodyguard pun langsung berlari di belakang Zelin berusaha menangkap gadis berambut panjang tersebut.
Sedangkan mata Brama membelalakkan. "Kejar anak itu! Sampai ketangkap." Teriak Brama, sambil menunjuk ke arah Zelin tengah berlari. Kini raut wajahnya memerah karena tengah diliputi dengan amarah.
Semua pria berjas hitam itu, mulai mengangguk dan menuruti perintah Brama.
Kaki Zelin terhenti mendadak setelah berada di luar gerbang, kemudian membungkukkan badannya tangannya mulai meraih batu-batuan kecil. hendak tertangkap. Kemudian telinganya mendengar langkah sepatu mulai berhenti, seperti mengerem mendadak setelah mengetahui Zelin berhenti dan membungkuk.
Tangan salah satu bodyguard telah memegang bahu Zelin, seperti ingin menarik wanita tersebut. Dengan cepat Zelin langsung menepis, tangan kekar itu. Kini matanya menatap tajam pada pria tersebut. "Apa? Gua cuma mau ambil ini doang." Jawab Zelin, sambil mengangkat kedua tangannya, tengah memegang beberapa batu. "Cie .... ketipu ha-ha-ha." Tawa pecah Zelin.
Dengan santainya, Zelin berjalan. Tanpa mengindahkan para pria kekar menatapnya dengan senyum kecut. Terlihat di sana Lili dan Udin menahan tawa ketika melihat tingkah Zelin begitu lucu, mengerjai para bodyguard. Lili dan Udin sedikit berlari kecil setelah mendapatkan kode dari Zelin untuk masuk ke dalam mobil.
Zelin terlebih dahulu masuk ke dalam mobil, dan menunggu Lili dan Udin menyusulnya. Tidak lama kemudian Udin sudah duduk di kursi mengemudi, begitu pun Lili sudah duduk manis di samping Pak Udin. Ketika mereka masuk ke dalam mobil masih menahan tawanya. Clarisa menyadari itu, tersenyum kecil.
"Kalo mau ketawa keluarkan ga usah ditahan ... kaya sama siapa aja." Tutur Zelin, sebab kedua orang terdekatnya ini. Masih saja bersikap canggung dengan Zelin.
"Ha-ha-ha ... Kaka ngapain tadi, ambil batu?" Tanya Lili, seraya menengok ke belakang.
Tatapan Zelin seperti tengah berfikir, "Lihat aja nanti, bentar lagi batu ini ada gunanya ha-ha-ha." Jawab Zelin, sambil mengangkat kepalan tangan berisi batu di dalamnya.
Lili dan Udin hanya tersenyum, dan menggelengkan kepala.
Udin mulai melajukan mobilnya, mulai meninggalkan kediaman rumah Brama. Menyusuri setiap jalan nasional, mata Udin sesekali melirik kaca spion di samping mobil. Keningnya mengerut setelah melihat ada beberapa mobil hitam tengah mengikuti mobil yang ditumpangi Zelin. Ia punya pirasat bahwa para pria kekar tadi yang mengikutinya.
"Non ... sepertinya ada mobil yang ngikutin deh." Ujar Udin, berusaha memberitahukan Zelin agar menyadari.
Mata Lili langsung menatap ke kaca mobil belakang, matanya membelalakkan. "Wah ... Ka ada yang ngikutin kita? Gimana ini?" Tanya Lili dengan khawatir.
Senyum jail Zelin masih terpancar. Kemudian menatap setiap pergerakan beberapa mobil tersebut, selalu mengikuti arah mobil yang Zelin tumpangi. "Sabar ... Kaka punya ide." Balas Zelin dengan tenang.
Tangan Zelin mulai membuka jendela Mobil. Angin langsung menghembus masuk ke dalam mobil, membuat rambut Zelin seperti layaknya bendera terkena angin. Kini tatapan matanya mulai mengarah ke luar mobil, memastikan jalanan tol tidak terlalu ramai. Langsung saja Zelin mengeluarkan kepalanya, menengok ke belakang sembari mengacungkan jari tengah satu.
Mulut Zelin mulai terbuka, "Fvck ..." Teriak Zelin, mulai berbicara walau percuma. Karena mereka berada di dalam mobil. Namun gerakan bibir dan jari tengah membuat mereka mampu mengerti.
Tangan satu lagi, Zelin keluarkan dari jendela mobil kemudian. Melempar batu-batuan kecil, ke depan mobil yang di tumpangi para pria kekar tadi. "Ha-ha-ha ... rasakan, itu balasan lu, udah pegang bahu gua secara kasar ... ha-ha-ha." Teriak Zelin, hanya mampu di dengar oleh Lili dan Udin.
Para mengendara mobil tersebut, sedikit risih dengan batu-batu kecil mulai menghalangi pandangan mobil yang sedang dikendarai. Mereka diam saja, namun ada salah satu ajudan di sana. Melaporkan setiap kejadian pada Brama. Sepertinya Zelin melakukan itu, tidak ingat konsekuensinya. Ia hanya menuruti kekesalan, dan hawa nafsunya.
**
Setelah sampai di parkiran apartemen, ternyata mereka masih mengikuti Zelin, namun dirinya bodo amat sebab Ia memiliki insting bahwa para bodyguard tidak berguna itu, akan mengikutinya terus. Kini Zelin hanya butuh kasur, untuk tidur. Segera dirinya berjalan menuju lift sendiri dan naik ke lantai apartemennya. Karena Udin langsung pulang ke rumahnya. Sedangkan Lili langsung pulang, menuju kosan terdekat tepat di belakang gedung apartemen Zelin.
Kakinya mulai melangkah menuju pintu apartemennya, lalu segera masuk dan menutup pintu tersebut. Lalu mengunci, kini satu matanya melihat di balik celah kecil di tengah pintu, tidak lama kemudian banyak para bodyguard menjaga di depan pintu Zelin. Padahal ini sudah larut malam, namun mereka tidak pulang. Lagi-lagi Zelin bersikap bodi amat.
Kelopak matanya sudah letih, segera Zelin pergi kamarnya. Lalu menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, tidak membutuhkan waktu lama Zelin sudah pergi ke alam bawah sadar. Tanpa mengindahkan aroma badannya sekarang. Yang terpenting lelahnya terbayar oleh istirahat karena suasana sekarang awan sudah makin gelap dengan cahaya bulan mulai menyinari bumi.
**
"Kaka ... ayo bangun, gawat!" Ucap seseorang dengan nada lembut, tangannya mulai menepuk-nepuk pipi Zelin.
Merasa tidurnya terganggu, Zelin langsung membukakan kelopak matanya. Memperlihatkan Lili sudah berada di kamarnya. Sebab assitennya mengetahui kata sandi pintu apartemennya, sehingga memudahkan Lili masuk jika ada sesuatu yang mendadak atau memang penting.
"Ada apa?" Tanya Zelin dengan suara berat khas bangun tidur.
Dengan tatapan khawatir Lili langsung menunjuk salah satu gaun berwarna putih tepat berada di dalam kamar Zelin. "Gegara kejadian kemarin, pernikahan Kaka di percepat hari ini." Jelas Lili dengan nada memelas. Karena begitu kasihan pada Zelin.
Bersambung ..