Jemari tangan Pangeran Julian terulur. Menyentuh nadi sang kakak ipar.
Denyutnya semakin cepat, seolah ajal wanita itu sudah tinggal di depan mata.
"Diamlah, aku akan memberikan dirimu hawa murniku, agar kau bisa bertahan di sana."
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Julian, kau bisa melihatku, mengapa Jeelian tidak bisa melihat kehadiranku?"
"Tentu saja seperti itu. Kondisi Jeelian tidak sesakti orang yang tidak melanggar aturan. Kau tahu itu, bukan?"
"Tapi, dia bisa mendengar suaraku, kan?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu."
Virna bungkam. Seperti kehabisan kata. Dibiarkannya Pangeran Julian mengalirkan hawa murninya ke padanya.
Setelah itu ia merasa tubuhnya tidak seperti tadi, yang bernapas saja ia tidak bisa. Yang sekarang terasa lebih lapang dan nyaman.
"Terima kasih...."
Virna mengucapkan kalimat itu, setelah Pangeran Julian selesai memberikannya hawa murni.
"Istirahatlah, aku akan mencari Florinecia."