"Please Nez, Vin. Aku udah maafin dia kok. Kalian juga harus maafin dia ya. Demi aku." kata Rania ketika dia bersama dengan Langit, Inez dan Kevin sedang berada di meja makan pagi ini.
"Dia jahat Ran. Kan dia sendiri yang bilang kalau dia jahat. Dia itu pasti kembali karena punya niatan mau mencelakakan kamu." Inez melihat sinis ke arah Langit. Dia yang begitu keras bereaksi ketika tahu kalau Langit menyakiti Rania.
"Nggak kok Nez. Dia jahat memang. Tapi bukan karena mau mencelakakanku. Dia udah cerita semuanya ke aku." Rania membela Langit.
"Cerita apa?" Kevin tampak mengerutkan dahinya.
"Emmm. Jadi gini, biar aku aja yang jelasin. Aku udah jahat sama Rania karena selama ini aku menjadikannya yang kedua..." Langit yang tadi diam saja, mulai berbicara.
"Hah? Maksud kamu?" Kevin menggedor meja makan. Dia langsung memotong pembicaraan Langit. Dia seolah tak mengerti. Padahal jelas dia mengerti apa yang di maksud Langit tadi.
"Iya, sebentar aku jelasin." kata Langit. Dia menarik napas panjang. Meskipun begitu, dia begitu tenang.
"Jadi aku sudah punya pacar sebelum aku kenal sama Rania. Kita pacaran lama. Dan setelah kenal Rania, aku jatuh cinta sama Rania, tapi aku nggak bisa begitu saja meninggalkan pacarku, jadi aku diam-diam selingkuh dengan Rania. Namun setelah aku kenal Rania lebih jauh, aku merasa kalau aku terlalu jahat jika aku terus melanjutkan semua ini. Makanya aku memilih untuk pergi. Aku pikir dengan cara seperti itu, aku bisa mengakhiri semuanya. Namun nyatanya tidak. Aku serasa ingin mati karena tak bertemu dengan Rania. Itulah sebabnya aku memilih untuk kembali kepadanya." jelas Langit panjang lebar.
"Gila! Wah. Terus pacar kamu itu?" tanya Inez.
"Aku udah selesai sama dia. Aku lakuin demi Rania." kata Langit. Dia menatap Kevin dan Inez bergantian.
"Semudah itu? Jangan-jangan nanti sama Rania juga gitu. Setelah kamu bosan dan bertemu dengan seseorang yang baru, kamu bakalan ninggalin Rania." kata-kata seperti itu memang pantas di lontarkan untuk orang seperti Langit.
"Inez..." Rania tampak tak senang dengan apa yang Inez katakan. Terang saja. Rania begitu mencintai Langit. Di matanya, Langit tak pernah salah.
"Rania, buka mata kamu. Dia itu bukan lelaki baik. Ninggalin dan mutusin hubungan begitu saja. Sama pacarnya yang sudah lama pacaran saja gampang banget dia ninggalinnya. Apalagi sama kamu. Dan kemaren juga dia dengan mudahnya ninggalin kamu kan? Dia bilang dia cinta sama kamu. Tapi ninggalin kamu seenaknya saja. Di mana perasaannya?" Inez menggebu-gebu. Dia tampak kesal.
"Iya, aku tahu aku salah Nez. Tapi kali ini aku benar-benar serius dengan Rania. Aku sudah cukup sekali kehilangan dia, dan aku tak mau kalau aku harus kehilangan dia untuk yang ke sekian kalinya. Maka dari itu aku ingin membawanya ke rumahku besok dan mengenalkannya kepada Ibuku." Langit menggenggam tangan Rania. Dia tampak begitu serius. Mungkin memang benar kalau dia benar-benar mencintai Rania.
"Bertemu sama orang tua kamu belum bisa membuktikan kalau kamu serius dan menjadi jaminan kalau kamu nggak akan ninggalin dia Langit. Buktinya pacar kamu itu. Dia juga sbudah ketemu sama orang tua kamu pasti kan? Tapi nyatanya? Nggak usah coba mau bodohin kami ya." Inez meragukan perkataan Langit. Mungkin bukan hanya meragukan, tapi menganggapnya mentah semua perkataan Langit tadi.
"Aku nggak mau banyak omong. Aku hanya ingin membuktikannya sendiri ke kalian." Langit terlihat begitu yakin. Dia semakin erat menggenggam tangan Rania.
"Oke. Tapi kalau kamu berani menyakiti Rania kembali, habis kamu sama aku." ancam Kevin. Dia mengepalkan dua tangannya sekaligus ke arah wajah Langit.
"Tapi aku belum mau percaya sebelum benar-benar ada buktinya." Inez memang gadis yang keras kepala. Tapi dengan keras kepalanya itu, dia kerap kali menyelamatkan Rania dari berbagai macam masalah yang Rania hadapi selama ini.
Langit mengangguk dan tersenyum tanda mengiyakan perkataan Inez. Kemudian dia melirik ke arah Rania. Mereka saling melempar senyum satu sama lain.
"Tenang aja Nez. Aku pastikan bakalan bahagia sama Langit. Aku cinta sama dia. Dan dia juga tulus sama aku. Aku minta doa kamu aja ya. Semoga segalanya lancar." Rania membalas genggaman tangan Langit. Dia tampak begitu yakin bahwa akan bahagia bersama Langit. Rania sudah buta akan rasa cintanya kepada Langit.
"Oke. Tapi sebelum kamu menunjukkan keseriusan kamu dengan Rania, aku masih akan terus mengawasi kamu." kata Inez dengan nada serius. Dia menatap tajam ke arah Langit. Dia tak ingin Rania terluka.
"Kalau aku melamar Rania sekarang di hadapan kalian? Apa kalian akan percaya?" Langit merogoh sakunya. Kemudian mengeluarkan cincin berlian yang begitu indah.
"Wah, bagus banget." Rania langsung terkesima.
"Ngelamar di depan kami? Ngelamar yang serius itu kalau kamu datangi orang tua Rania. Ketemuin orang tua Rania dan orang tua kamu. Itu baru yang namanya lamaran serius. Kalau cuma di depan kita mah, cuma main-main." Inez kembali sinis. Tampak sekali kalau dia tak menyukai Langit.
"Inez..." lagi-lagi Rania tampak tak suka dengan perkataan Inez.
"Kan emang gitu Ran. Iya nggak Vin?" Inez mencari dukungan.
"Bener banget." jawab Kevin singkat namun begitu mantap.
"Ya nanti dong. Kan besok baru mau ngajak Rania bertemu sama orang tua ku. Biar dia kenalan dulu sama Ibu aku. Baru setelah itu kita omongin lagi rencana keseriusanku sama Rania." jawab Langit.
"Iya nih. Kan aku belum kenal juga sama ibunya Langit. Biar kita kenal deket dulu, baru nanti lamaran, terus nikah deh." Rania tersenyum manis. Kebahagiaan akan masa depan sudah tampak jelas di matanya.
"Kamu tuh ya Ran. Iya iya in aja omongan Langit. Kecintaan banget sih kamu sama dia. Kena hipnotis nih kamu jangan-jangan. Sampai siap selalu pasang badan buat dia." kata Inez penuh curiga.
"Ih. Ngaco. Ya aku memang nggak mau curiga berlebihan aja sama orang, Nez. Dia udah tulus minta maaf ya udahlah aku maafin. Dia mau memperbaiki hubungan, ya udah aku kasih dia kesempatan. Simpel aja sih" jawab Rania yang memang begitu bahagia Langit kembali.
"Bucin ya bucin aja sih Ran. Nggak usah banyak alesan." kini giliran Kevin yang melayangkan sindiran.
"Ih, siapa yang bucin." Rania tak terima.
"Pokoknya sebelum Langit ngelamar kamu secara resmi, aku tetap akan mengawasi kalian berdua. Titik. Kevin, cabut yuk. Rania kan udah ada yang nemenin." Inez segera berdiri. Dia tampak benar-benar terganggu dengan adanya Langit.
"Inez. Apaan sih Nez kok marah?" Rania berdiri dan mengejar Inez yang sudah berada di kamar tamu dan mulai membereskan barang-barangnya.
***