Aku terkejut dan seketika terdiam seperti telah tersedot ke ruang hampa. Aku menganga masih mencerna apa yang telah terjadi sambil memegangi payung besar yang mau roboh dengan tanganku yang kebas, dan tubuhku yang mengigil karena kedinginan.
Begitu payung yang aku pegang tidak memayunginya lagi, aku baru sadar kalau baru saja Abi membentakku. Hatiku remuk. Begitu saja. Demi sibuk menghubungi Sera entah untuk apa, dia berani berteriak padaku, dan menyuruhku untuk diam. Seolah aku adalah pengganggu untuknya.
Aku lebih baik kehujanan sampai demam daripada harus dibentak olehnya di tengah jalan di saat hujan berderai-derai di atas payung yang luar biasa berat. Serta petir kencang yang suaranya mengiringi suara bentakan Abi. Mungkin keputusanku mengejarnya dan berusaha memayungi nya agar tidak kehujanan adalah kesalahan besar. Seharusnya aku memang diam saja di rumah. Menunggunya dengan tenang menyelesaikan sesuatu yang dia katakan rumit itu.