Apa dia bilang?
Abi menatap sendu padaku. Bukannya aku mau memanding-bandingkan. Saat dulu Ben melamar ku, wajahnya berseri, senyum tulus mengembang, bucket bunga, dan cincin emas permata. Sedangkan Abi, wajahnya nampak sedih, seolah dia sedang dipaksa mengajakku menikah.
Permintaannya bukan seperti permintaan tulus, tapi seperti menawarkan jalan keluar. Aku tertawa kecil. Dia sudah berada di jalan buntu. Tapi, menjadikan pernikahan sebagai jalan keluar untuk sebuah masalah bukan gagasan yang baik.
"Kau mengajakku menikah, di saat dirimu masih menjadi suami orang." Aku menyemburkan tawa meremehkan. "Kau lebih brengsek dari pria brengsek." Aku menekan ujung jariku di dada Abi. "Mau dicatat di pengadilan mana namaku saat menikah denganmu? Hah? Mau kau jadikan apa aku nanti? Istri kedua? Istri simpanan? Dan menikah dengan cara apa? Menikah siri? Iya?" Cecar ku murka. "Kau... You are jerk, Bi."