Abi keluar dari ruang rawat inap Sera, kemudian menutup pintu dan terkejut melihatku. Aku menggosok telapak tanganku, menghilangkan rasa kebas yang tiba-tiba muncul. Pria itu menundukan kepalanya seraya berjalan ke arahku, kemudian duduk perlahan di sampingku.
Dia membungkuk sedikit, menumpukan kedua tangannya di dagu. Aku menatapnya dari samping. Merasa ragu hanya untuk sekadar bertanya. Abi tercenung memandang lantai keramik putih rumah sakit. Wajahnya jelas sangat kusut. Ekspresi tengil, seringaian jahilnya seolah sirna. Dia sedang menghadapi mendung. Atau bahkan lebih parahnya lagi, hujan badai. Aku berharap bisa jadi tempatnya berteduh.
Aku menoleh sebentar pintu ruang rawat Sera. Pintunya tertutup rapat. Dan wanita itu mungkin sedang terbaring sendiri di dalam. Aku menghela napas. Berusaha mengabaikan situasi yang canggung. Pria itu mengusap wajahnya.