Abi mengecup singkat keningku setelah kami mulai kehabisan napas oleh ciuman, yang awalnya sama sekali tidak ada hubungannya dengan nafsu. Tapi lama-lama menjadi terburu-buru dan menginginkan lebih. Seolah tidak ada waktu lagi untuk kami melakukan hal ini.
Tangannya terulur ke belakang tubuhku, mengambil satu gelas kaca berisi jahe merah madu. Lalu tangannya yang bebas menarik tanganku untuk duduk di sofa depan televisi. Sudah aku bilang, rumah ini berukuran kecil jadi ruang tamu dan ruang untuk menonton televisi ada di satu tempat. Sengaja aku tidak menyekatnya karena akan membuat rumah semakin sempit.
"Aku akan pergi setelah hujan reda."
Ucap Abi. Padahal aku sama sekali tidak mengusirnya. Namun aku mengangguk kecil menyetujui.
"Jadi, habis dari mana kau malam-malam begini? Hujan deras pula."
Hujan diluar masih turun berderai-derai.
"Aku habis bertemu Pak Haris Hutapea. Kantornya di ruko perumahan ini."
"Siapa?"