"Kamu... Mau turun?"
Mendengar pertanyaan ragu dari Lani membuatku mencengkeram stir mobil erat. Dengan hati-hati aku mengatur detak jantungku agar kembali normal. Mengedip-ngedipkan mata melawan rasa panas di kelopak.
Setelah seribu pertanyaan bersarang selama enam tahun apa aku masih bisa bicara atau hanya bisa sekadar menatap wajahnya. Apa yang dia lakukan setelah enam tahun berlalu tanpa penjelasan.
"Kalau kamu tidak ingin turun aku bisa nemuin dia dan bilang kalau kamu,"
Kakiku sudah menginjak tanah bahkan sebelum Lani menyelesaikan kalimatnya. Sejak dulu aku tidak suka jadi pecundang. Jadi, aku putuskan untuk menemuinya denga segenap perasaan yang ternyata masih luluh lantak setelah melihatnya tersenyum.
"Assalamualaikum.... Nay."