Sekali lagi, Dimas menyapu seluruh bandara oleh penglihatannya. Dan untuk kesekian kalinya pria itu harus menelan pil pahit karena gadis yang dia tunggu-tunggu tak kunjung tiba. Kesempatan pertama yang berharga itu perlahan lenyap, seiring dengan langkah kakinya meninggalkan bandara. Kini dia pasrah.
"Dim, setibanya ibu di Malang, ibu akan menghubungi orang tua Jana, untuk melanjutkan perjodohan kalian."
Bu Laksmi menyentuh lengan Dimas. Pria itu sudah kehilangan kekuatannya. Matanya menatap tangan ibunya yang mulai keriput karena di makan usia, dengan tatapan lemah. Dia tak sanggup lagi untuk menggerakkan lidahnya. Saat ini dia sungguh mati rasa. Wanita itu ternyata memang tidak ingin dia perjuangkan.
"Bu, Dimas--"
"Sekali mengingkari janji, maka seterusnya akan selalu ingkar, Dimas."
"Tapi, Bu--"
"Dimas," Bu Laksmi berkata dengan nada pelan, tapi terdengar begitu tegas di telinga Dimas.
"Bu Laksmi! Dimas!"
