"Seharusnya kau tak usah semarah itu kepadaku, Marysa. Aku hanya bergurau saja. Maafkan aku jika membuatmu kesal," ucapku mencoba mengalah kepada anak perempuan menyebalkan itu. Ia memang tak pernah mau mengalah. Tetapi jika ku biarkan ia akan berkata seenaknya. Aku bingung dengan keadaan seperti ini. Di sisi lain aku tak mau menyakiti Marysa, tetapi di sisi lainnya lagi Marysa terus menyudutkanku dengan perkataannya yang berlagak tahu segala hal di keluargaku.
"Aku belum bisa memaafkanmu, Holland! Perkataanmu itu menyakitiku," ujarnya. Ia terlihat sangat marah. Dua alis di dahinya terlihat mengerut. Sorot matanya pun terlihat tajam menatapku. Bibirnya ia majukan seperti bebek. Aku bergidik melihat Marysa yang seperti itu.
Aku mengernyitkan kening, lalu bertanya, "Perkataanku yang mana?"
"Kau bilang aku terlalu bersenang-senang dengan Mamamu," balasnya.
"Bukankah itu suatu kebenaran? Kenapa kau marah?" tanyaku penasaran.
