"Soal CEO baru di perusahaan kita."
Elvina tampak biasa saja saat Agha ternyata ingin bicara soal CEO baru. Belakangan ini, orang-orang di kantor memang sering membicarakannya. Banyak yang penasaran siapa sosok misterius yang bakal menggantikan Pak Brata, CEO mereka sebelumnya.
"Oh, soal CEO baru. Ada apa emangnya? Kamu udah tahu atau dapat info soal siapa yang bakal menggantikan Pak Brata?"
Agha senang karena Elvina tidak terlihat kesal dengannya lagi. Perempuan itu kini menatapnya antusias, tanda bahwa dia tertarik dengan obrolan baru mereka.
"Iya, aku udah tahu," ucap Agha membenarkan dugaan Elvina barusan. "Anaknya Pak Krisna. Namanya Sagara Dwi Sanjaya."
Perasaan cemas yang sudah mengusik Agha sepanjang malam, kembali menyeruak begitu saja saat melihat perubahan ekspresi Elvina. Sang kekasih bahkan langsung memalingkan wajah, tidak ada lagi tatapan antusias seperti sebelumnya.
"Sagara Dwi Sanjaya...?"
"Iya, Sagara Dwi Sanjaya," ulang Agha. "Itu nama lengkapnya. CEO baru kita nanti namanya Sagara Dwi Sanjaya."
Elvina mendadak bingung harus bereaksi seperti apa di depan Agha. Rasanya sungguh membingungkan karena tiba-tiba kembali mendengar nama seseorang yang pernah menjadi sumber kebahagiaannya di masa lalu.
"Apa nama itu terdengar familiar untuk kamu?"
Setelah hening beberapa saat, Agha coba bertanya dengan hati-hati.
Agha kira, Elvina bakal mengelak, tapi ternyata tidak. Walau jelas kelihatan ragu dan canggung, Elvina menganggukkan kepalanya pelan.
"Mungkin ada banyak orang bernama Sagara di dunia ini, tapi kalau Sagara Dwi Sanjaya..."
Ucapan Elvina terdengar belum tuntas, tapi tidak ada kelanjutannya hingga beberapa detik setelahnya.
Sebenarnya, saat kemarin malam Agha membahas soal anak pemilik Sagara Group, Elvina sudah merasa sedikit gundah. Hanya saja, karena Agha hanya menyebut satu kata, Elvina berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa mereka bukanlah orang yang sama.
Ada banyak kebetulan yang bisa terjadi di dunia ini. Mungkin saja, cuma kebetulan nama mereka sama-sama Sagara. Ada banyak orang yang bisa memiliki nama itu, kan? Anak Pak Krisna dan mantan pacarnya boleh saja punya kesamaan nama, tapi bukan berarti mereka adalah orang yang sama pula.
Namun, setelah mendengar Agha menyebutkan nama lengkap anak Pak Krisna, apa Elvina masih boleh berpikir bahwa mereka hanya kebetulan punya kesamaan nama?
"Maaf karena aku tiba-tiba membahas hal ini, tapi soal Pak Krisna yang sempat bilang masih mengharapkan kamu jadi menantunya, kamu yakin tidak mengerti maksudnya...?"
Pertanyaan Agha membuat Elvina merasa tidak nyaman. Mengapa kata-kata yang diucapkan Agha membuatnya merasa bersalah?
Elvina tidak melakukan apa pun selain menunjukkan ekspresi syok saat mendengar nama mantan kekasihnya disebut. Namun, mengapa rasanya seperti dituduh sudah berkhianat? Kenapa Agha seolah sangat curiga padanya?
"Aku tahu kita pernah menyepakati hal ini. Soal masa lalu masing-masing, tidak perlu menyebut nama, tapi...."
Sebelumnya, Agha pikir dia tidak butuh tahu siapa saja nama mantan kekasih Elvina. Apa gunanya tahu terlalu banyak soal masa lalu? Tak disangka, hal itu benar-benar membuatnya ingin tahu. Dia merasa perlu memastikan bahwa hubungannya dengan Elvina tidak akan diganggu kehadiran orang dari masa lalu.
"Apa hubungan kamu dengan...."
"Mantan pacar," Elvina menjawab pertanyaan yang belum selesai dilontarkan Agha.
"Kalau mereka adalah orang sama, berarti itulah hubungan kami," jelas Elvina. "Mantan pacar. Hanya mantan pacar."
Jawaban buru-buru Elvina tidak membuat Agha lebih tenang, malah sebaliknya. Oh, ternyata Elvina memang pernah menjalin hubungan dengan anak pemilik Sagara Group. Rupanya, mantan kekasih Elvina benar-benar bukanlah orang sembarangan. Apalah Agha jika dibandingkan dengan orang itu.
"Vin, kalau misalnya...."
"Sayang, udah dulu, yuk, ngobrolnya," Elvina lagi-lagi memotong perkataan Agha. "Waktu istirahatnya udah hampir habis. Balik ke kantor sekarang, yuk!"
Agha jelas paham kalau Elvina tidak mau melanjutkan obrolan mereka. Entah kenapa, sikap seperti itu membuat Agha semakin resah.
***
Selepas jam makan siang, suasana di ruang redaksi sangat aneh, utamanya setelah Agha dan Elvina datang. Aura yang terpancar dari keduanya sangat buruk, sampai-sampai membuat semua orang di ruangan itu ikut merasakan hawa aneh cenderung suram sepanjang sisa jam kerja mereka.
Apa Agha dan Elvina bertengkar? Mengapa mereka bertengkar? Dua pertanyaan itulah yang muncul di benak hampir semua orang. Walau begitu, saking dinginnya hawa yang tanpa sadar diciptakan pasangan ini, orang-orang memilih diam dan tidak sedikit pun berani menjadikannya bahan guyonan.
"Kalian mendadak perang dingin cuma karena kamu tanya ke Elvina soal nama mantan pacarnya? Wah, kalian biasa bertengkar karena masalah sepele kayak begitu?"
Ternyata bukan cuma gagal berangkat ke kantor bersama, sore ini Agha juga tidak jadi pulang bareng sang pacar. Elvina beralasan harus menemani Alin belanja dan Agha sepenuhnya tahu kalau itu cuma alasan yang dibuat-buat. Elvina jelas sengaja menghindarinya.
Agha berakhir nongkrong berdua dengan Wira di kafenya sendiri. Dia butuh teman bicara dan sang editor fiksi anak menjelma kandidat utama.
"Sepele?" Agha tampak tidak terima dengan komentar Wira sebelumnya.
"Iya, sepele, kan? Bisa-bisanya kalian bertengkar gara-gara perkara nama mantan doang."
Sepertinya Agha salah memilih teman bicara. Bukannya merasa lebih baik, sekarang dia malah semakin emosi dan jadi ingin memasukkan bubuk cabai ke dalam minuman Wira.
"Sagara Dwi Sanjaya," kata Agha setelah menyeruput kopinya.
"Siapa, tuh?" tanya Wira yang belum memahami apa yang sebenarnya dipermasalahkan Agha.
"Nama mantannya Elvina."
"Oh, gitu. Eh, apa tadi nama lengkapnya? Coba ulangi. Sagara siapa tadi?"
"Sagara Dwi Sanjaya."
"Sagara Dwi Sanjaya...?"
Wira mulai merasa ada sesuatu yang agak aneh dan patut dicurigai. "Sagara...? Sanjaya...? Semalam katamu Sagara itu nama anaknya Pak Krisna, kan? Ini sekarang kamu bilang kalau mantannya Elvina, tuh...."
Kedua mata Wira membola. Dia akhirnya paham. Dengan terbata-bata, dia lalu mengatakan, "Sagara Dwi Sanjaya? Jangan bilang kalau mantannya Elvina dan anak Pak Krisna adalah orang yang sama."
"Sialnya, mereka adalah orang yang sama," ungkap Agha.
"Hah? Seriusan? Demi apa?!"
Seandainya tadi Elvina bereaksi seperti Wira, mungkin Agha bakal langsung mengambil napas lega. Sayangnya, Elvina malah tampak membeku, membuat Agha jadi semakin meragu.
Agha mulai menyalakan korek untuk membakar ujung batang rokok yang sudah siap dia hisap. Kafein saja tidak cukup, rasanya dia juga butuh sedikit nikotin untuk menenangkan diri.
"Sagara Dwi Sanjaya bakal jadi CEO baru di perusahaan kita. Dia mulai kerja besok lusa. Artinya, besok lusa mereka juga bakal ketemu lagi setelah sekian lama."
"Terus, masalahnya di mana?" tanya Wira. "Emangnya kenapa kalau mereka ketemu lagi? Kan, sekarang statusnya cuma mantan. Takut kisah cinta lama mereka bersemi kembali, gitu?"
"Kalau iya, gimana?" sahut Agha. "Gimana kalau Elvina ternyata masih sayang sama mantannya...?"