Aku mengambil kertas itu dari tangannya. AKu membacanya dengan seksama. Aku menatapnya dengan ekspresi terkejutku.
"Tunggu! Kamu memberikan ku royalti permainan? 10% royalti?! Tidak, aku tidak bisa menerima ini."
Becker memainkan ujung kertas dengan jarinya.
"Tolong terima. Hanya kamu yang menunjukkan kepada ku betapa bagusnya gim yang aku buat, kamu menunjukkan ekspresi gembira dan kebahagiaan selama 8 bulan terakhir. Itu saja sudah cukup bagiku karena keinginan terakhirku adalah bisa melihat ekspresi seseorang dan kepuasan mereka dari gim yang ku buat. Aku tahu bahwa aku tidak akan dapat melihat ekspresi, perasaan, dan pendapat semua orang tentang gim yang telah ku buat ketika gim ini dirilis. Tetapi ketika aku bertemu dengan mu dan kamu memberi tahu ku bahwa aku memiliki selera gim yang bagus, hal itu membuatku sadar bahwa mungkin kamu adalah orang yang tepat untuk permintaan terakhirku. Aku minta maaf karena kamu harus melalui semua ini hanya untuk keinginan egoisku. Tapi aku tidak menyesalinya, bahkan sekali pun."
Aku menatapnya.
"Tidak, itu menyenangkan dan aku sangat bersyukur bisa memainkan permainan mu. Jika aku tidak menerima undangan mu untuk minum secangkir kopi itu, mungkin aku tidak akan bisa mengalami saat-saat bahagia ini. Terima kasih karena memilihku."
Becker menelan ludah dengan lemah dan mengangguk sambil tersenyum. Aku melihat dokumen itu sekali lagi.
"Aku akan menerima surat wasiat terakhirmu."
Becker menunjuk pena yang ada di meja tepat di samping tempat tidurnya. Aku mengambilnya dan menandatangani dokumen tersebut. Kemudian aku menyerahkan dokumen itu kembali kepadanya. Dia tersenyum dan meletakkannya kembali ke tempatnya. Dia melihat ke pintu.
"Bisakah kamu memanggil orang tuaku kembali ke sini?"
Aku mengangguk dan pergi ke arah pintu. Aku membukanya dan orang tuanya melihat ku. Andrea mendekatiku.
"Kalian sudah selesai berbicara?"
Aku mengangguk.
"Ya, Bu. Dia ingin Anda berdua kembali ke dalam."
Mereka berdua mengangguk dan masuk ke dalam ruangan.
Becker memberikan dokumen kepada orang tuanya. Sylvester mengambilnya dan memeriksa dokumennya. Dia melihat tanda tangan ku dan dia tersenyum. Dia menatapku.
"Jadi kamu setuju dengan wasiatnya. Kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Kami berdua juga menyetujuinya karena kamu satu-satunya orang yang bersama putra kami sampai sekarang. Kami tidak pernah berpikir bahwa dia akan puas dengan sisa waktu yang dimilikinya."
Andrea menatapku dan tersenyum sambil mengangguk setuju. Becker menatapku.
"Aku ingin kamu menikmati permainan ini sepenuhnya. Aku akan meninggalkan warisan ku kepada mu. Tolong jaga para pemain untukku. Itu permintaan terakhir ku kepada mu. Maukah kamu melakukannya?"
Aku menatapnya dan menghela napas dalam-dalam.
"Ya, aku akan melakukannya. Jangan khawatir tentang itu."
Becker tersenyum dan menutup matanya. Andrea mendekatinya dan meletakkan tangannya di dahinya. Sylvester duduk di sampingnya.
"Dia tertidur lagi. Anda bisa pergi, Tuan Trevor. Dia tidak akan bangun untuk sementara waktu."
Aku mendekati Becker dan menatapnya untuk terakhir kalinya sebelum meninggalkan ruangan.
11 hari telah berlalu. Aku mengunjungi rumah sakit setiap hari, sesering mungkin. Hari demi hari aku mengunjunginya, semakin pucat dan lemah dia terlihat. Sampai aku mendapat telepon dari Andrea pagi-pagi sekali. Suaranya bergetar dan terisak. Aku tahu ketika mendengar suaranya bahwa Becker tidak lagi bersama kami. Aku mengatakan kepada manajer ku bahwa aku tidak akan bekerja hari ini karena aku harus menghadiri pemakaman teman. Dia mengerti dan membiarkan aku mengambil cuti. Aku pergi ke rumah becker mengenakan jas hitam.
Aku memarkir mobil di luar karena tidak ada lagi tempat parkir di dalam rumahnya. Aku masuk ke dalam dan para pelayan mengenali ku karena aku sudah sering datang ke sini. Dia menatapku dengan ekspresi yang sangat sedih dan kemudian dia mengangguk. Aku berjalan di dalam rumah besar ini dan para pelayan menatapku dengan ekspresi yang sama. Aku menahan air mataku sekuat yang aku bisa. Lalu Andrea mendekatiku dan langsung memelukku erat. Tangisannya membuatku tak bisa menahan air mataku lagi. Andrea melepaskan tangannya dariku dan menatapku.
"Terima kasih sudah datang."
Aku menyeka mata ku.
"Ini akan menjadi terakhir kalinya untukku bisa bertemu dengannya. Meski sulit bagi, tapi saya tahu ini lebih sulit bagi Anda, Bu, dan Tuan Sylvester."
Andrea menyeka matanya dengan sapu tangan. Dia menarik nafas pelan.
"Silakan ikuti saya."
Aku mengikutinya ke aula di mana tubuh Becker berada di dalam peti mati. Aku mendekati tubuhnya dan menatapnya. Aku menangis sekali lagi dan kali ini aku menangis sangat keras. Sylvester mendekatiku dan merangkulku. Dia menepuk pundakku dan aku bisa mendengar napasnya yang berat karena menahan air matanya.
Setelah mendengarkan pidato Sylvester, kami semua dalam perjalanan ke pemakaman untuk menguburkannya. Aku masih menangis di mobil saat mengemudi dan mengikuti mobil jenazah ke pemakaman. Kemudian kami tiba di pemakaman dan aku berjalan di belakang orang tua Becker. Kami semua berdiri di sekitar lubang persegi di mana mereka akan mengubur tubuhnya. Aku tidak memperhatikan orang lain yang menghadiri pemakaman, tetapi sekarang ketika aku melihat sekeliling, aku melihat CEO penerbit gim yang akan merilis gim lusa.
Setelah pemakaman Becker, aku berencana untuk segera meninggalkan kuburannya tetapi kemudian Andrea dan Sylvester menghentikan ku. Andrea memberikan pelukan lagi dan kemudian Sylvester juga. Dia memberikan kontaknya padaku.
"Tolong jika Anda butuh sesuatu, jangan takut untuk menghubungi kami. Kami sangat berterima kasih kepada Anda. Sekali lagi, terima kasih telah ada untuknya sampai nafas terakhirnya. Dia tersenyum ketika membicarakanmu sebelum dia tertidur dan menghembuskan nafas terakhirnya."
"Permisi, Pak. Apakah Anda Trevor? Teman Becker?"
Aku berbalik dan dia adalah CEO dari penerbit gim yang aku lihat sebelumnya.
"Ya, Pak. Saya Trevor."
Dia mendekati ku dan mengambil kartu namanya dari saku jasnya. Dia memberikan ku kartu namanya dan aku mengambilnya dari tangannya. Dia menatapku sambil memperbaiki jasnya.
"Anda satu-satunya penguji beta dari Legacy of the Betelgeuse. Saya mendengar banyak darinya. Kemarin saya datang untuk mengunjunginya dan dia menyuruhku untuk menjadikanmu pemain spesial. Awalnya, saya enggan melakukannya karena Anda mungkin menyalahgunakan permainan dan menggunakan celah untuk keuntungan Anda sendiri sebagai penguji beta, tetapi setelah dia menjelaskan semua yang Anda lakukan dengan membantunya menyelesaikan gim dan menambahkan fitur yang akan membantu pemain, saya menerima proposalnya. Terima kasih atas bantuan Anda. Silakan hubungi kami dan beri kami nama dalam permainanAnda sehingga kami akan memasukkan ID Anda sebagai akun naratama. Setidaknya itu yang bisa kami lakukan untuk Anda. Kami akan memprioritaskan pendapat Anda dan apa pun tentang gim itu. "
Aku melihat kartu namanya dan menatapnya.
"Terima kasih, saya akan mengingat ini."
Dia mengangguk dan meletakkan tangannya di bahuku.
"Maaf atas kehilanganmu. Aku turut berbelasungkawa."
Aku mengangguk dan kemudian dia pergi.
Aku masuk ke dalam mobilku dan meninggalkan pemakaman. Aku berencana untuk minum sampai mabuk hari ini. Aku masih tidak bisa menerima kematiannya terutama ketika aku melihat orang-orang yang menghadiri pemakamannya. Tak seorang pun yang tampak seumuran dengannya, tak seorang pun kecuali teman-teman orangtuanya. Seolah-olah dia tidak punya teman. Jika aku tahu tentang itu, aku akan menghabiskan lebih banyak waktu dengannya. Jika aku tahu bahwa dia menderita kanker, aku akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk merawatnya di waktu luang ku. Tapi sudah terlambat, aku hanya bisa menyesal sekarang.
Aku sedang di bar, dan aku menghabiskan waktu ku di sini untuk melupakan hari-hari sulit yang telah aku alami. Bartender itu menatapku.
"Hari yang berat Pak?"
Aku terkekeh dan tersenyum.
"Ini adalah hari terberat yang pernah saya alami dalam hidup saya. Saya kehilangan seorang teman yang seharusnya lebih saya hargai. Sekarang saya menyesalinya karena tidak bisa melakukan yang terbaik."
Dia menyeka kacamata dan menatapku. Dia menuangkan wiski ke dalam gelas besar dan meletakkannya di depanku.
"Gelas ini tidak perlu Anda bayar. Saya tahu bagaimana rasanya, Pak."
Dia berdiri di depanku.
"Bisakah saya memberi Anda sepatah dua patah kata?"
Aku mengambil gelas wiski dan menyesapnya. Aku mengangguk.
"Tentu, mungkin itu akan membantu."
Dia masih mengelap kaca.
"Daripada menyesali sesuatu yang tidak Anda lakukan, bagaimana dengan mengingat saat-saat indah yang Anda lalui bersama orang itu? Setiap orang memiliki penyesalannya masing-masing, Pak. Jika terakhir kali Anda melihat orang itu tersenyum sebelum Anda pergi, maka itu berarti Anda membuat hari-harinya menyenangkan. Jika tidak, maka setidaknya Anda ada di sana untuk mereka, Pak."
Aku tersenyum dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Terima kasih."
Dia mengangguk.
"Terima kasih kembali pak."
Dia kemudian pergi untuk melayani pelanggan lain.